Awal yang baik

1112 Words
Lagi-lagi suara itu membangunkan tidur Zanna yang kelewat lelap. Kalau biasanya Zanna akan mengomel mendengar suara bising di pagi hari itu, kali ini tidak. Dia bersyukur karena dia bisa bangun pagi lantaran hari ini akan ada interview penting di perusahaan tempat ia melamar pekerjaan. Zanna bergegas masuk ke kamar mandi. Dia tidak ingin hari ini berantakan seperti hari-hari sebelumnya. Terkutuklah Ryan –pacarnya yang tidak mau mengantarnya interview kali ini. Alasannya, dia ada meeting pagi dengan klien. Whatever. Zanna melempar handuk begitu saja ke tempat tidur, dia lalu memakai outfit yang sudah dia siapkan sejak semalam. Wajahnya ia poles tipis-tipis dengan chussion dan lipmate. Dia tidak menyukai riasan yang berlebihan, kulitnya yang sudah putih dan mulus tidak memerlukan banyak make up. Dia mengikat sebagian rambutnya, dan menyelipkan sebuah pita pada pinggiran poni yang menjuntai. Zanna mengembuskan napas, pandangannya ia edarkan ke penjuru kamar. Belum sempat bersih-bersih. Banyak bungkus snack yang berserakan di lantai. Bonekanya tergeletak di mana-mana. Baju yang sudah dia pakai juga belum dipindahkan ke ranjang baju kotor. Belum lagi kondisi tempat tidurnya. Dia menggeleng, lalu bergegas menyambar tas. Dia berpikir untuk membereskannya sepulang dari interview nanti. Karena hari ini dirinya tidak ingin gagal lagi. Sudah berapa banyak perusahaan yang menolaknya. Alasannya menyebalkan, hanya karena dia bukan fresh graduate. Bukankah perusahaan itu harusnya lebih mengutamakan yang berpengalaman? Zanna tidak habis pikir. Seandainya saja bos di tempat kerjanya dulu tidak kurang ajar padanya, mungkin saat ini ia tidak perlu lagi berkeliaran mencari pekerjaan baru. Dan Si Ryan, ah! Zanna tidak bisa mengharapkan lelaki itu. Ryan sibuk dengan dunianya sendiri. Bahkan lelaki itu tidak mau memasukkan lamaran Zanna ke tempat kerjanya. Alasannya tidak masuk akal, di perusahaannya ada aturan yang mengatakan sesama karyawan tidak boleh pacaran. Up to you-lah. Saat sedang mengunci pintu kamar kosannya, Zanna bertemu dengan tetangga yang tadi berhasil membangunkannya. Kebiasaan ribut tiap pagi tetangga sebelah kosan, sudah menjadi alarm paginya. Kali ini Zanna harus berterima kasih, karena selama menjadi pengangguran dia jarang bangun pagi. "Pagi, Neng Zanna. Pagi-pagi udah bening aja. Mau ke mana, Neng?" sapa lelaki berkumis tipis yang sedang memegang gagang sapu. Namanya Bang Riko, dia suami Mbak En. Sebelah kamar kos Zanna itu ditinggali sepasang suami istri yang kerjaannya ribut mulu. Zanna sampai pening mendengar keributan mereka. "Bang! Sudah belum kau menyapunya?! Jangan malah godain cewek orang!" teriakan dari dalam kamar kosan itu menggema. Zanna tidak berniat menjawab sapaan Bang Riko, dia memilih segera kabur daripada kena semprot Mbak En. Dalam perjalanan melawan hiruk pikuk ibu kota di pagi hari, ponsel Zanna berdering. Panggilan masuk dari Ryan. "Ya?" "Kamu sudah berangkat, Sayang?" "Lagi di bus." "Kamu naik bus? Kenapa nggak naik taksi aja?" "Irit." Terdengar helaan napas di ujung sana. "Sayang, kan aku udah kasih atm ke kamu. Kamu tinggal ambil dari sana." "Enggak, itu uang kamu, mana boleh aku ambil?" "Uangku, uang kamu juga." "Enggak, bedalah. Kita bukan suami istri. Ya sudah ya, ribet nih. Lagi nggantung." "Ya udah, semangat ya." Zanna menutup panggilan dari Ryan. Dia masih kesal sama Ryan karena tidak bisa mengantar Zanna interview hari ini. *** Zanna dengan langkah penuh semangat menapaki lantai gedung jangkung yang ada di pusat kota. Dia akan naik ke lantai 25. Perusahaan yang memanggilnya interview ada di lantai itu. Pintu lift terbuka, Zanna dan beberapa orang berpenampilan rapi seperti dirinya masuk ke dalam lift. Tujuan mereka berbeda-beda sesuai letak kantor mereka. Ketika sampai di tempat interview, terlihat sudah ada beberapa orang yang menunggu. Zanna menyapa ala kadarnya sebelum duduk. Mata Zanna diam-diam memperhatikan yang ada di ruang tunggu ini. Lima cewek dan tiga cowok. Semua ada delapan orang ditambah dirinya menjadi sembilan. Lumayan juga. Penampilan mereka terlihat maksimal, tidak seperti Zanna yang seadanya. Zanna tidak ambil pusing, belum tentu 'kan yang good looking akan lolos interview? Satu per satu nama mereka dipanggil. Sepertinya Zanna akan dapat giliran terakhir. Orang yang bertugas memanggil peserta interview menggunakan urutan abjad disesuaikan dengan namanya. Kadang Zanna sebal sama mama karena memberikan nama dengan awalan huruf Z. Abjad paling akhir. Tidak heran, dia selalu dapatkan nomor urut paling akhir. Bahkan di dunia kerja sekali pun. Jantung Zanna mulai berdetak tak keruan. Meskipun gilirannya masih lama, dia sudah gugup dari sekarang. Sebelum namanya dipanggil, dia bergegas mencari toilet. Dia akan merapikan dandanannya sebentar. Karena dia merasa keringat dingin keluar dari dahinya. Setelah mengusap peluh dan memastikan wajahnya masih rapi, Zanna segera keluar dari toilet. Namun, baru beberapa langkah, matanya menangkap sosok seseorang yang tak asing baginya berjalan dari arah yang berlawanan. Sosok tinggi itu terlihat sedang sedikit berdiskusi sambil berjalan dengan seseorang. Zanna sama sekali tidak menyangka akan bertemu di sini setelah sekian tahun tidak bertemu. Zanna yakin sosok itu adalah pria yang dikenalnya selama ini. Meskipun penampilannya berbeda, Zanna tahu betul bentuk wajah dan posturnya. Namun, sepertinya sosok itu tidak peduli dengan kehadirannya. Dia terus saja berjalan melewati Zanna. Jangankan diperhatikan, dilirik saja tidak. Hingga tanpa sadar, bibirnya bergerak. "El!" Matanya lurus menatap punggung lelaki itu. Panggilan itu ternyata menghentikan langkah keduanya. Sosok, itu akhirnya menoleh ke belakang dan menatap Zanna yang diam di tempat. Awalnya menoleh namun lama kelamaan sosok itu memutar seluruh tubuhnya, dan dari jarak sekitar lima meter mereka saling tatap. Lelaki yang dipanggil El tampak menyipitkan mata. Tidak lama, karena detik berikutnya matanya melebar melihat Zanna. "Za?!" serunya tak percaya. Zanna tersenyum dan mengangguk. Lelaki itu bergegas menghampiri Zanna meninggalkan rekannya. "Za, kamu kenapa ada di sini?" tanya lelaki itu. Dia adalah El alias Elard, sahabat Zanna yang sudah bertahun-tahun menghilang bak ditelan bumi. Sejak kelulusan sekolah, Zanna sudah tidak pernah lagi melihat Elard. Katanya, sih, Elard pindah bersama keluarganya. "Aku sedang mengikuti interview," jawabnya, Zanna menunjuk beberapa orang yang sedang menunggu panggilan seperti dirinya. "Oh, iya. Hari ini ada interview karyawan baru. Wah, semoga interview kamu lancar dan bisa diterima di sini." "Aamiin. Kamu kerja di sini, El?" tanya Zanna melihat penampilan Elard. Keren abis. "Iya, aku di sini." "Di bagian apa? Aku di sini melamar sebagai staf direksi." "Mmm, itu... Nanti kamu akan tahu. Pokoknya semangat, ya, interviewnya semoga berhasil dan kita bisa kerja di tempat yang sama." Zanna mengangguk. "Oke, kalau gitu aku kembali ke sana, ya." Dia melangkah mundur dan berbalik kembali ke depan ruang interview. Elard pun sama, dia berbalik dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu Zanna di sini. Perlahan, senyumnya terbit. Dalam hati dia berharap Zanna bisa diterima di perusahaan ini. __________***__________ Hai, halo gaes, jumpa lagi sama akyu. Moga kalian nggak bosan ya. Hehe. Jodoh El dan Za adalah cerita keduaku di platform ini. Semoga kalian mau baca dan suka ya. Jangan lupa dukung dengan cara tap love atau masukkan cerita ini ke library kalian. okey?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD