II. Piknik di Taman

1375 Words
Sera menghampiri Zachary dan Hans. Rambut hitamnya terikat rapih dengan postur yang tidak terlalu tinggi ataupun pendek. Di tangan kirinya Sera membawa sebuah keranjang piknik yang entah apa isinya. “Hai kalian berdua, sedang apa duduk di taman?” tanya Sera. Zachary menggeleng pelan. “Hanya duduk saja.” Hans menelan ludahnya sendiri melihat keranjang piknik yang dibawa Sera beserta aroma sedap yang keluar dari dalamnya. “Sera, apakah di dalamnya ada makanan?” Mendengar perkataan adiknya Zachary langsung menatap Hans aneh. Sera tertawa lepas. “Pasti kau mencium aromanya ya? Ini aku bawakan pai buah beri untuk kalian berdua. Sengaja aku membawanya di dalam keranjang piknik untuk kita makan bersama,” ungkap Sera. “Omong-omong, kenapa kau bisa di sini Sera? Bukankah minggu lalu kau mendapatkan tugas untuk pergi ke kota ya?” “Ah itu, aku sebenarnya hanya menjadi cadangan karena kondisi salah satu anggota dalam tugas itu sedang cidera. Namun, tepat satu hari sebelum penugasan ternyata kondisi anggota itu sudah jauh membaik. Jadinya aku batal untuk berangkat.” “Hei, maaf aku mengganggu. Tapi aroma pai buah berinya sangat menggoda perutku yang lapar ini,” sela Hans yang terus memandangi keranjang piknik Sera. Sera dan Zachary dibuat tertawa karenanya. “Ingin piknik di sana?” tanya Zachary yang menunjuk area rerumputan yang memang biasa digunakan untuk makan-makan. Sera menyeringai mengiyakan ajakan Zachary. Sera memberikan alas duduk bermotif garis-garis merah bersilangan kepada Hans untuk digelar. Selagi Sera menyiapkan makanan dari keranjangnya, Zachary pergi entah ke mana. Beberapa saat Zachary kembali dengan setangkai bunga dan sebuah batu halus. “Kak, untuk apa kau membawa bunga dan batu ke sini?” tanya Hans yang terheran dengan kelakuan kakaknya. Zachary lalu duduk seraya menghempaskan napasnya. “Jangan berpikir aneh-aneh. Konon katanya jika makan ditemani setangkai bunga yang indah dan sebuah batu hal buruk akan menjauh selama kita makan,” ujar Zachary yang sedang menyusun setangkai bunga di atas batu. Sera ternganga mendengar ucapan Zachary. “Aku terkejut batu es berjalan-ku percaya hal seperti itu.” “Ternyata karena itu di samping ruang makan di rumah ada bunga di dalam vas yang setengahnya adalah batu,” gumam Hans. “Hei Sera, apa maksudmu dengan `-ku` huh?” tanya Zachary memicingkan mata. Sera terkejut sampai matanya melotot. “A- anu, jangan hiraukan perkataanku ….” Sera tersenyum lebar. “Ayo lebih baik kita semua mulai makan pie berinya bersama. Aku sudah susah payah membuatnya untuk kalian lho.” “Biar aku yang mencobanya duluan!” Hans begitu senang mendapat pai buatan Sera. Satu gigitan yang terlihat begitu renyah jika dibayangkan. Asam dan manis buah beri menjadi satu di dalam mulut. Bentuk kue pai yang sangat rapih, dari luar terlihat sedikit kecokelatan setelah dipanggang. Di dalamnya Sera memberikan banyak sekali buah beri tanpa celah sedikit pun. Jadi, ketika digigit buah berinya langsung hancur di mulut seketika menciptakan sensasi segar tiada tara. “Oh iya, hampir saja aku lupa mengatakannya. Selamat ya Zachary atas kemenanganmu tahun ini. Kau hebat bisa melakukannya, entah bagaimana tapi aku sangat senang mendengar kemenanganmu,” ujar Sera. “Kau juga di aula ya tadi?” tanya Hans. “Iya, tapi kalian berdua kulihat ada di barisan depan dan aku berada di tengah-tengah jadi sulit untuk terlihat apalagi aku tidak terlalu tinggi.” Gigitan terakhir kue pai Zachary telah ditelannya, kini saatnya untuk membereskan piknik ala mereka. Di saat ingin mengangkat alas duduk, Hans seperti melihat sesuatu di balik batu yang dibawa Zachary. “Hans, kau melamunkan apa?” tanya Zachary. “Kak, ini mataku yang bermasalah atau memang di bawah batu yang kakak bawa tadi ada darahnya?” lirih Hans bertanya. “Eh, apa katamu? Darah?” Sontak Zachary mengambil batu itu dan benar saja ada bekas darah di bagian bawahnya. Darah itu terlihat telah mengering karena saat Zachary mengusapnya darah itu tidak membekas ke jarinya. “Bagaimana mungkin ada darah di batu ini dan bisa-bisanya aku tidak menyadari,” ucap Zachary. “Di mana kau menemukannya Zachary? Mungkin saja ada sesuatu yang telah terjadi di sana,” ujar Sera. “Aku menemukannya tidak jauh dari gubuk lama di pojok taman. Gubuk itu sudah usang dan sangat berantakan. Lagipula ada bangunan baru yang menjadi tempat pengembangan sihir alam, jadi seharusnya gubuk itu sudah tidak digunakan lagi oleh guru Aldini,” kata Zachary. “Tunggu, berbicara tentang darah dan para guru aku jadi ingat dua orang guru yang beberapa bulan lalu menghilang. Setelah beberapa waktu kepalanya ditemukan tergantung di tempat yang berbeda,” ujar Sera. “Itu adalah guru Beani dan Yeteru, mereka masing-masing adalah ahli sihir elemen api dan tanah. Masih menjadi misteri hingga sekarang apa yang sedang terjadi juga pihak sekolah seperti menutup rapat-rapat informasi dari kejadian ini.” Hans berkata. Zachary setengah tersenyum. “Adikku memang paling hebat soal mendapatkan informasi.” “Hilangnya mereka berdua dengan tiba-tiba dan ditemukan dalam keadaan tewas memang membuat terkejut seisi sekolah. Tapi … apakah mungkin guru Aldini sama seperti mereka?” celetuk Sera. Zachary mendesis, “Jangan bicara sembarangan!” “Bukan maksudku begitu, tetapi darah di balik batu itu membuatku memikirkannya. Lalu … apakah kalian sudah melihat guru Aldini hari ini?” tanya Sera. “Sebenarnya aku belum melihatnya seharian ini, tetapi kemarin sore jelas-jelas aku bertemu dengannya. Jadi, seperti tidak mungkin jika dia juga menjadi korban, mungkin saja ia memang sedang tidak di sekolah?” “Kau benar-benar bertemu dengannya? Untuk apa?” tanya Sera penasaran. “Dia memberikan jerami ajaib racikannya untuk pohon yang batangnya patah di halaman sekolah. Jerami itu berfungsi untuk menyambungkan kembali batang pohon yang sudah patah.” “Bekas darah ini tidak mengenai batu secara langsung. Melainkan menetes ke batu ini,” kata Zachary. “Jika menetes seharusnya akan ada batu lainnya yang terkena darah.” Sera mencoba menerka-nerka. “Hans di mana terakhir kali kau bertemu dengan guru Aldini?” “Tempatnya di depan gerbang taman, tempatmu tadi melambaikan tangan pada kami berdua,” jawab Hans. “Setelah bertemu dengan guru Aldini dan mendapatkan jerami ajaib itu apakah kau ingat ke mana perginya gurunya Aldini setelah itu?” “Ia tidak mengatakan apapun dan masuk ke taman.” “Ya ampun, kini teman dan adikku menjadi detektif ya?” tanya Zachary yang memiringkan kepalanya dan alis mata kanannya naik. Hans meraba-raba saku celananya, ia menemukan sebagian jerami yang rontok di dalam saku. Hans menunjukkan bentuk bagian jerami itu kepada Zachary dan Sera. “Kita dapat menggunakan ini sebagai petunjuk!” Mereka bertiga memutuskan untuk menuju gubuk terbengkalai di pojok taman sekolah. Tidak jauh sebelum sampai di tempat tujuan, mereka bertiga tiba di tempat Zachary menemukan batunya tadi. Mereka bertiga mencoba mengecek sekitar tetapi tidak ada satu pun batu yang memiliki bekas darah seperti apa yang ditemukan Zachary. Hampir menyerah, Sera melihat batu yang sedikit tertutup pasir. Saat ia mencoba untuk mengambilnya, betapa terkejut ketika tahu batu yang ia temukan juga memiliki bekas darah. Tambah lagi terkejutnya Sera ketika melihat ada beberapa helai jerami yang sama dengan jerami yang ditunjukkan Hans. Sera memperlihatkannya kepada Zachary dan Hans. “Umm, hei. Tidakkah ini mirip dengan yang kau tunjukkan Hans? Batu yang ini juga memiliki bekas darah yang telah mengering.” “Biarkan aku melihatnya!” seru Hans seraya mengambil beberapa helai jerami di tangan Sera. Tak lama setelah membandingkan jerami miliknya dan yang baru saja ditemukan Sera, Hans tersadar juga yakin yang ia lihat adalah dua jerami yang sama. Entah bagaimana caranya, Zachary kembali menemukan bekas darah pada tiang lampu yang sudah mulai berkarat. “s**l, aku benar-benar tidak percaya tetapi petunjuk di sini mengatakan sebaliknya,” desah Hans yang mulai berpikiran buruk. “Apa sebaiknya kita mengecek gubuk di ujung taman?” tanya Zachary tiba-tiba. “Aku rasa kau ada benarnya. Jika terakhir kali Hans melihat guru Aldini berjalan masuk ke dalam taman, pastilah tujuannya ke gubuk, karena tidak ada tempat lain selain gubuk itu di taman ini,” tutur Sera. Hans tiba-tiba teringat ketika kemarin sore ia bertemu dengan guru Aldini, ia melihat beberapa jerami ajaib yang dibawa di dalam tasnya. “Seharusnya di sana ada petunjuk yang dapat meluruskan ini. Aku juga baru ingat, guru Aldini pergi memasuki taman membawa beberapa ikat jerami ajaib di dalam tasnya,” ungkap Hans. “Ayo kita pergi ke gubuk itu!” ajak Zachary yang langsung diiyakan oleh Sera dan Hans.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD