Karena kejadian tadi pagi, Miko yang telat bangun karena sebuah mimpi aneh yang hadir di dalam tidurnya. Kini dia sekarang harus tertahan di luar kelas, beruntung dia hanya tertahan di luar kelas tidak sampai di luar gerbang. Miko berdecih, bisa-bisanya guru Agama tersebut datang lebih awal daripada muridnya. Di dalam kelas lumayan yang belum datang jadi dia tidak perlu khawatir.
"Lo ngapain di sini Ko?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh seseorang tersebut membuat Miko menoleh menatap ke belakang. Di sana ada Farzan yang baru datang dengan cengengesan. Merasa bangga karena bisa telat.
Miko hanya menatap Farzan masa bodo, biarkan saja lelaki itu ngoceh sendiri. Sudah jelas-jelas dia telat pakai segala tanya juga.
"Cuek banget anjir," keluhnya. "Biasanya nih ya Ko, orang cuek mah ceweknya galak." Celetuk Farzan yang sayangnya terkena kacang.
"Si Tata mana sih aelah, masa iya gue dihukum cuma berdua sama Miko. Diem mulu tuh anak kek orang sariawan," Farzan mencoba mengamati dari kaca luar kelasnya berusaha untuk mencari sahabatnya yang satu lagi yang bernama Gafta Aiden. Farzan biasanya memanggil Tata, karena di dalam kelasnya banyak nama yang berawalan dengan panggilan 'Gaf atau pun Gav' untuk menghindari kesamaan tersebut Farzan mempunyai ide tersebut.
Miko hanya melirik.
"Lah anjir, udah senyum-senyum apaan tuh bocah di sana!" Kaget Farzan dengan spontan. Hal itu membuat Bu Winda langsung keluar untuk menghampiri keduanya.
"Bu Wiwin otw ke sini gaes!" Dengan cepat Farzan langsung berlari ke arah belakang Miko. Di sana ada 3 orang anak yang tengah menunggu di luar kelas.
"Elu sih bacot mulu!" Kesal Puput dengan wajah masam.
"Dih—" perkataan Farzan terpotong saat Bu Winda sudah berkacak pinggang di depan pintu kelas.
"Udah hanya ini saja yang telat?" tanya Bu Winda.
"Hmm," jawab Miko.
"Iya Bu." Jawab Puput.
"Harusnya sih iya." Celetuk Farzan. Seketika tatapan tidak suka tertuju kepada lelaki tersebut.
"Kalian kenapa bisa janjian telat gini? Nggak tahu kalau ada pelajaran saya?—" belum selesai memarahi, Farzan dengan polosnya menyela.
"Mana ada kita janjian Bu—"
"DIEM KAMU! KALAU ADA YANG NGOMONG DIEM DULU BARU JAWAB!" Tegasnya.
"Mampus lo," ketus Miko.
"Maaf, Bu. Ini apa kelas 11 IPS 2 ya?" tanya seorang siswi dengan suara yang begitu lembut. Ketiga orang yang ada di sana pun menoleh kecuali Miko.
Bu Winda langsung berdehem, "ehmm. Iya, ini kelas 11 IPS 2, maaf kamu ini siapa ya? Kok saya jarang oh bahkan saya nggak pernah melihat kamu di sini? Anak baru?" Tebak Bu Winda.
Cewek itu mengangguk, "Iya Bu. Saya murid baru, kata kepala sekolah dan kurikulum saya masuk di 11 IPS 2 apa benar ini kelasnya?" tanyanya sopan.
"Cewek cantik Ko!" Farzan merangkul pundak Miko sembari membisikkan sebuah informasi dengan tegas. Dia berupaya memperjelas apa yang ia tengah lihat. Namun dasarnya Miko yang cuek jadi dia tidak menggubris perkataan temannya itu.
"Iya, ini kelasnya. Nama kamu siapa?" tanya Bu Winda.
Gadis itu menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan guru itu, "nama saya Mika Shalita, Bu."
Mika? Batin Miko bertanya. Saat dia ingin menatap perempuan itu Bu Winda tiba-tiba membentak Farzan.
"APA-APAN INI! KALIAN BERDUA JANGAN RANGKUL-RANGKULAN DI SINI YA!" Bentaknya.
"Saya mah ngasih tahu Miko Bu ada cewek cantik yang mau sekelas sama kita. Mending nanti suruh duduk sebangku sama Miko, Bu. Pasti cute!" Mendengar namanya di bawa-bawa membuat Miko mendorong kepala Farzan.
"Bener juga tuh Bu, si Miko kan duduk sendiri tuh. Serakah emang dia," kini Puput ikut menimpali.
Bu Winda nampak berpikir, sedangkan sejak tadi pandangan Mika tertuju ke arah cowok yang sama sekali tidak menatapnya. Dia hanya mendengus pelan.
"Boleh juga sarannya! Yasudah kalau begitu, Mika kamu masuk ya, dan kalian bertiga silahkan menyanyi lagu Indonesia Raya di lapangan!" Perintah Bu Winda.
Puput merasa kecewa namun dia hanya mendesah pasrah, padahal dia sudah memberikan ide tapi ternyata hal itu tidak manjur untuk digunakan membujuk Bu Winda. Gadis itu pasrah.
"Lah Ibu, masa iya kita nggak bisa ikutan lihat murid baru perkenalan sih." Farzan kesal sendiri.
"Salah kamu sendiri, kenapa telat!"
"Yailah Bu, namanya juga manusia. Nggak luput dari kesalahan." Jawabnya.
Miko tidak perduli, dia langsung pergi ke lapangan upacara. Melihat Miko yang pergi membuat Bu Winda tersenyum, "Tuh Miko udah pergi sana kalian berdua!" Usirnya.
"Saya nggak di hukum Bu?" tanya Mika.
Pandangan Bu Winda teralihkan, "khusus hari ini kamu yang sebagai murid baru enggak Ibu hukum. Tapi kalau nanti kamu telat Ibu bakal hukum kamu sama kayak mereka. Paham?" peringat Bu Winda.
Mika mengangguk, "Paham, Bu."
"Tidak asiq," dumel Farzan.
"Di lapangan ada Pak Zidan, siap-siap di tambah hukumannya ya murid-murid ku tersayang!" Ujar Bu Winda dengan terkekeh.
"Aku sabar dan aku kuat, tenang untung tekad ku bulat! Terima kasih ESGE EM EKSPLOR." Farzan menyemangati dirinya sendiri.
"Mulut kek sambel kecombrang!" Judes Puput.
"Kenapa emang? Nagihin ya?" Godanya.
"Pengen gue ulek!" Sewotnya dengan berjalan lebih dulu berusaha menyamakan langkahnya dengan Miko.
"Kan, ditinggal lagi. Heran gue, ciwi-ciwi sukanya modelan kayak si Miko yang cuek daripada gue cowok humoris hadeuh. Untung doi bukan fakboi." Farzan geleng-geleng kepala.
* * *
"Tadi di kasih PR sama Bu Winda, di suruh hafalan surah An-Naba." Mika memberikan informasi untuk Miko yang baru saja masuk dan duduk di kursinya. Farzan yang mendengar hal tersebut langsung menyahut.
"Wahh terima kasih Mika buat infonya, Miko pasti seneng banget deh karena mulai sekarang dia ada temen buat gibah." Ujar Farzan dengan sumringah.
"Sok kenal lo Zan!" Gafta menimbrung. Tempat duduk Miko serta Mika berada di belakang Gafta dan Farzan sehingga membuat cowok itu bisa menggoda keduanya.
"Dih, emang udah kenal. Iya nggak Mik?" tanya cowok itu kepada Mika dengan menaik turunkan alisnya sok akrab.
Mika mengangguk, "Iya kita udah kenal kok. Tapi aku nggak tahu nama kamu." Ungkap Mika sembari mengukir senyum.
"Noh, dengerin! Tuh kuping di pasang makanya, yakali cowok cakep kek gue nggak dikenal." Omelnya pada Gafta.
"Maafin kelakuan temen gue ini ya, emang cringe parah dia. Apalagi nih dia kemarin pas Agustusan baru menang lomba cowok tampan se-RT. Makin cringe! parah." Gafta menjelaskan secara detail. Mika tertawa karena mendengar ucapan cowok itu.
Farzan memutar kedua bola matanya, "Kenalin Mik, gue Farzan Julian. Cowok tercakep di kelas ini, terbaik, tersegela-galanya deh. Biasanya di panggil Farzan, atau kalau Mika mau manggil sayang juga nggak apa-apa." Ucapnya dengan membanggakan diri. Tak lupa dia juga mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Gafta berdecih, "belagu lo dugong! Biasanya dipanggil Tarzan juga pakek sayang palalo botak."
"Inget, orang syirik itu bertebaran kek upil. Jadi mending lo diem ye,"
"Aku, Mika Shalita." Jawab Mika dengan menerima uluran tangan Farzan. Keduanya kemudian melepaskan jabat tangan tersebut lalu pandangan Farzan tertuju ke arah Miko yang tengah asik dengan dunianya sendiri.
"Dih, temen lo tuh kasih tahu. Kalau di sebelahnya sekarang ada orang yang nemenin dia," Farzan mendorong bahu Gafta yang sedang bermain game.
"Yaudah sih biarin, orang punya pacar juga." Balas Gafta cuek.
Kalimat barusan membuat Mika tersenyum miris. Dia hanya bisa memandang Miko dari dekat seperti ini saja sudah bersyukur. Dia awalnya tidak menyangka kalau akan berada di kelas yang sama bahkan duduk di sebelah Miko. Itu adalah suatu bonus atau bahkan ini yang di namakan takdir? Mika hanya mencari tahu di mana Miko bersekolah dan dia akan masuk ke sana namun ternyata dia mendapatkan kejutan yang sangat luar biasa.
"Dih, jangan gitu dong. Kasihan Mika, punya temen sebangku tapi kayak nggak punya temen." Kata Farzan.
"Yaudah lo tegur aja, kalau nggak di gubris jangan nangis." Peringat Gafta.
"Aku nggak apa-apa kok, beneran deh." Sahut Mika.
"Miko, jangan hapean mulu deh!" Tegur Farzan.
"Kenapa?" Kini Miko bertanya pada Farzan, dia menatap laki-laki itu sedikit kesal, karena sejak tadi dia mengoceh membahas Mika.
"Di sebelah lo ada orang, kasep!"
"Ya terus?" Tanyanya cuek.
"Ajak ngomong!"
"Udah pernah." Pandangan Miko kini beralih, tidak sengaja dia menatap Mika. Keduanya saling pandang walaupun hanya sesaat. Perasaan aneh mendadak muncul dari ingatan Miko namun dia menepisnya.
"Dih, mulutnya!" Farzan menatap tajam Miko. "Mika, sabar ya cowok sebelah lo emang gitu. Suka kek kadal kadang-kadang! Jadi jangan kaget ya." Sarannya.
"Siapp!" Balas Mika dengan semangat.
"Dah ah, cogan mau tidur." Farzan langsung menata tasnya dan melepas hoodie yang dia pakai untuk selimut.
Kini hanya ada keheningan di antara keduanya, Mika yang masih berstatus murid baru hanya bisa diam sambil sesekali curi-curi pandang ke arah Miko. Kalau saja Miko tidak lupa dengannnya sudah dipastikan dia akan marah karena berani-beraninya Miko mendiamkannya.
Karena terlalu membosankan Mika pun memainkan pensil miliknya di atas meja yang berlubang, tak lama kemudian suara benda yang patah membuat dia kaget. Ternyata pensilnya patah, dia tidak membawa rautan. Hal itu tidak lepas dari pandangan Miko.
"Miko punya rautan pensil?" Mika bertanya.
"Nggak."
"Kalau gitu kamu punya 2 pensil?" Mika mengganti pertanyaan.
"Nggak."
"Ada pulpen?" tanyanya lagi.
"Nggak."
"Punya isi pulpen?"
"Bisa diem nggak?!" Bentaknya. "Kalau dibilang nggak ada ya enggak." Ketusnya.
"Maaf," Mika langsung memutar tubuhnya dan memandangi pensilnya yang patah. Melihat wajah Mika yang sedih membuat Miko tidak tega.
Mungkin dia salah, kalau Mika bukan murid baru pasti dia akan lebih memilih pinjam pada murid lain tapi karena berhubung dia tidak tahu mungkin satu-satunya orang yang bisa diajaknya berbicara hanya dirinya.
Miko berdiri dari duduknya, lalu pergi. Melihat kepergian Miko dia hanya menunduk sambil memainkan pensilnya yang patah di atas meja.
Namun tiba-tiba uluran sebuah rautan yang ada di depan wajahnya membuat gadis itu mendongak. Di sana ada Miko yang menyodorkan rautan untuknya.
Kedua mata Mika berbinar, dia langsung menerimanya dengan bahagia.
"Makasih Miko." Ucap Mika dengan bahagia.
"Hmm,"
Sambil meraut pensilnya, diam-diam Mika membantin bahwa sebenarnya Miko memiliki sedikit ingatan tentang dia. Laki-laki itu seolah masih ingat kalau dia marah pasti Miko akan berusaha mati-matian untuk membuat Mika tersenyum kembali.
"Itu rautan punya Puput, balikin sendiri." Ketusnya.
Tidak apa-apa, setidaknya Miko sudah mau membantunya.
"Puput yang mana?" tanya Mika.
"Depan nomer 2 dari kanan."
"Oke!"