MEMORIA 2

1661 Words
Bel istirahat berbunyi sejak 3 menit yang lalu, keadaan kelas pun sepi hanya ada beberapa orang yang masih ada di dalam sana. Termasuk Mika dan Miko, kedua orang itu masih asik dengan dunianya sendiri. Sebenarnya dia lapar, perutnya juga sudah berbunyi sejak tadi tapi ia malas untuk ke kantin. Lagipula dirinya juga belum tahu di mana letak kantin. Melihat Miko saja membuatnya enggan untuk beranjak. Miko terlihat begitu sibuk dengan ponselnya, seperti seseorang yang sedang berbalas pesan dengan orang lain. Hal itu membuat penasaran Mika. Tapi dia berusaha untuk terlihat biasa saja, padahal dia sudah gatal sekali kepengen melihat dengan siapa dia bertukar pesan. Akhirnya karena tidak kuat untuk menahan rasa penasaran tersebut, Mika berusaha mengintip tapi sayang tidak terlihat begitu jelas. Dia pun semakin mendekatkan tubuhnya pada Miko, berusaha untuk mencari tahu. Sadar akan sesuatu Miko langsung melirik ke sebelahnya, "ngapain lo?" Tanya cowok itu tiba-tiba saat melihat Mika yang tengah kepergok berusaha untuk mengintip chat cowok itu. Otomatis Mika pun kaget dan gelagapan, dia menatap Miko dengan pandangan tersenyum sembari dipaksakan. "Hehe, itu aku tadi mau lihat kamu lagi sibuk apa enggak." Jawabnya. Miko mematikan ponselnya, "Kenapa emangnya?" Miko bertanya dengan curiga. "Laper," ucapnya dengan melas. "Kalau lo laper ya makan! Bukan kepoin gue!" Jawab Miko dengan nada yang sarkastik. "Aku kan nggak tahu kantinnya di mana," kata Mika. Miko menghela nafasnya, "lo tinggal keluar aja. Cari tempat yang paling rame. Itu pasti kantin." "Nanti kalau aku nyasar gimana?" tanya Mika lagi. Wajah Miko benar-benar ingin memaki tapi dia harus lebih sabar untuk menghadapi perempuan di sebelahnya ini, karena tidak tahu kenapa dia merasa tidak tega untuk memarahinya. Rasanya, dia seperti telah mengenal lama gadis itu. "Ini di sekolah kali bukan di hutan rimba, lo kalau nyasar mentok-mentok juga ke halaman belakang dan lo bisa balik lagi." Jelasnya. "Ya tapikan beda rasanya, aku belum ada temen di sini." Ujarnya dengan raut wajah sedih yang di buat-buat. Miko menggaruk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali. "Terus lo maunya apaan? Ribet lo!" "Temenin ya?" Pintanya dengan menampilkan wajah memelas. Tangannya dia katupkan seperti orang meminta permohonan, "takut sendirian." Miko lebih menatap aneh Mika. "Nggak! Enak aja lo minta suruh temenin gue, lo kenapa nggak ke kantin dari tadi sama anak cewek di kelas ini!" "Tadi belum laper," jawabnya mencoba mencari alasan. "Terus lapernya baru sekarang deh. Temenin ya? Please." Mohon Mika. Apapun demi Miko, Mika akan selalu berjuang. Ini tidak ada apa-apanya ketika harus memohon-mohon pun pada cowok itu. Di bandingkan dia berjuang untuk Miko beberapa tahun lalu. Hanya untuk bertemu Miko dia harus melewati banyak lagi rintangan dan akhirnya sekarang dia dipertemukan. "Gak!" "Miko," rengek Mika. "Temenin yaaa," pintanya. "Gue sibuk." "Sibuk apaan? Orang Miko nggak ngapa-ngapain juga." Mika melihat kegiatan cowok itu yang sedang tidak melakukan apa-apa. "Gue pesenin lewat Farzan sama Gafta, lo mau makan apa?" Miko sudah benar-benar malas meladeni Mika yang keras kepala. Mendengar jawaban itu, Mika mendesah pasrah, saat dia akan mengucapkan sesuatu tiba-tiba Farzan dan Gafta datang dengan membawa sekantong kresek makan. "Nih buat Mika, dimakan ya." Farzan meletakkan sekantong kresek makanan di atas meja milik Mika. Miko yang melihat hanya memperhatikan, dia belum bertanya karena pasti tanpa ditanya pun Farzan akan bercerita dengan sendirinya. "Loh?" Muka bertanya dengan ekspresi kaget milik Mika membuat cowok itu terkekeh. Perasaan Miko tadi belum sempat memesan makanan pada kedua orang itu tapi kenapa tiba-tiba cowok itu membelikan makanan untuknya. Gafta duduk sambil memakan cilok yang dia beli, lelaki itu menimpali. "Si Farzan suka sama lo tuh. Makanya perhatian." Serobotnya dengan tanpa dosa. Mendengar hal itu, sosok laki-laki yang sejak tadi hanya diam itu langsung menoleh pada Gafta yang tidak bukan lain adalah Miko. "Kenapa Ko?" Tanya Gafta. Namun cowok itu hanya diam tanpa bertanya. "Mulutnya kek comberan, asal nyablak aja kalau ngomong." Dia menjitak kepala Gafta pelan. Mika hanya memperhatikan tanpa bertanya. Sama seperti Miko, Mika sebanarnya bingung. Sebelum terjadinya salah paham Farzan langsung angkat suara, "bentar-bentar sebelum adanya kesalah pahaman. Gue beliin Mika makanan tuh bukan maksud apa-apa, gue sama Gafta menyambut Mika sebagai member kita uwuw banget kan gue?" Farzan menjelaskan kepada Mika dan Miko. "Nggak penting," komen Miko. Mika mengangguk-anggukan kepalanya, dia mengambil makanan itu. "Kebetulan tadi Miko mau nyuruh kalian buat beliin aku makanan, laper banget. Tadi kalian nggak aja-ajak sih." "Tadi sih gue mau ngajak lo Mik, tapi Farzan keburu pergi." Jawab Gafta. Mika tersenyum. "Nggak apa-apa kok, aku makan ya?" ucap Mika. "Sok atuh geulis, di makan." Kata Farzan dengan logat Sundanya. "Lo nggak beliin gue Ta?" tanya Miko pada Gafta. Cowok itu menatap Miko aneh. "Dih, mana ada lo tadi titip sama gue? Jadi jangan tanya gue lah, lagian lo tinggal suruh Danila ke sini beres." Jawab Gafta. Miko memutar bola matanya malas dia berdecih. "Biasanya ayang beb lo ke sini kan, mana dia tumben belum dateng?" tanya Farzan. Mendengar kalimat itu mendadak membuat Mika menebak-nebak dalam hatinya. Miko udah punya pacar? tanyanya dalam hati. "Lagi belum keluar kelas," kata Miko. "Mau?" Tawar Mika kepada Miko, dia berubah menyembunyikan raut wajah sedihnya. "Nggak." * * * Mungkin dulu memang semesta hanya bercerita tentang kita berdua Tertawa bersama berbagi kisah indah antara aku dan kamu Di mana dua anak kecil bersorak senang, tertawa lepas tanpa beban Melihat senja yang indah di sudut lapangan Kehidupan pun terlihat monoton, seakan mendramatiskan keadaan Pernah berkhayal menjadi seorang yang dewasa yang berjanji akan selalu bersama namun tanpa kenyataan Namun, sekarang telah berubah. Kita memang masih menatap senja yang sama tapi tidak dengan orang yang sama Mungkin, kata yang selalu di ucapkan ketika berlalu dan seandainya hanya sebuah kata penyesalan Semua ini mengajarkan ku bagaimana untuk menerima kenyataan yang sebenarnya dan bagaimana caraku untuk berusaha berjuang menjelaskan sebuah kata yang tak terucap Serta, menyelesaikan kisah yang sempat terpenggal tak berakhir Mika merenggangkan otot-otot jari tangannya, hampir 2 jam dia duduk di depan laptop miliknya dengan terus mengetik tanpa henti. Emosi, kecewa, dan sesak seakan bersamaan menghantam dirinya. Dia menundukkan kepalanya berusaha tenang dan berfikir jernih. "Miko bener-bener udah lupain aku. Dia sama sekali nggak ngenalin aku, padahal aku berharap dia bakal kangen dan ingat aku." Ucap Mika dalam sepi. Dia mendongakkan kepalanya lalu di ambilnya sebuah pigora foto. Di sana ada gambar seorang gadis kecil dan laki-laki cilik tengah sama-sama memegang bola. Keduanya tersenyum manis dengan menunjukkan deretan gigi putihnya. Terdapat sebuah tulisan di foto itu. Mika dan Miko baikan! 2 Desember 2008. "Apa kepergian aku emang selama itu? Sampai kamu udah nggak inget aku sama sekali. Aku di sana berjuang buat bisa ketemu sama kamu lagi di sini," Mika seolah berbicara dengan Miko melalui sebuah foto yang dia pegang. "Aku selalu berharap dan berdoa, kalau emang kamu lupa aku, aku mohon cepet inget sama aku. Kalau kamu marah tolong jangan lama-lama, aku udah kangen." Lanjutnya. Gadis itu kembali meletakkan foto yang dia bawa tadi ke asalnya, dia kemudian menutup laptop miliknya dan beranjak pergi. Dia keluar dari kamarnya dan mencari sosok wanita yang selama ini selalu ada untuknya. "Mah," panggil Mika. Sedangkan wanita yang sedang memasak itu menoleh. Dia tersenyum dan menghentikan kegiatannya sebentar. Mika langsung memeluk Mamanya. "Ada apa sayang?" Tanya Hilda—-Mama Mika dengan mengelus rambut putri satu-satunya itu. "Kamu udah ketemu sama Miko?" tanya Hilda dan Mika mengangguk. "Terus kamu kenapa sedih?" Hilda bertanya pada putrinya. "Miko udah lupain aku, Mah." Dia makin mengeratkan pelukannya. "Kok kamu bisa mikir gitu?" tanya Hilda. "Mika satu kelas sama Miko, apalagi satu bangku sama dia. Tapi Miko cuek banget sama aku, dia marah-marah mulu. Terus kata temen-temen dia, Miko udah punya pacar, jadi Mika nggak bisa deket-deket Miko." Curhatnya. Hilda tersenyum. "Itu namanya nggak marah, mungkin dia nggak ngenalin kamu. Udah lama kalian nggak ketemu loh, kamu jangan lihat dari sudut pandang kamu aja. Coba cari tahu pelan-pelan soal Miko. Tapi kamu jangan terlalu deket-deket sama dia, kata kamu dia udah punya pacar. Nanti pacarnya cemburu, kamu perempuan jadi tahu gimana rasa sakitnya perempuan saat lihat pacarnya deket sama perempuan lain." Wanita itu memberikan nasihat untuk anaknya dengan penuh kelembutan. Mika mengangguk. "Makasih banyak ya Mah, udah mau dengerin curhatan aku." "Sama-sama sayang," Sedangkan di posisi lain, Miko sedang melakukan Vidio Call dengan pacarnya. Dia menatap kekasihnya itu dengan tersenyum, bahkan tak jarang dia tertawa karena tingkah lucu Danila. "Kesel banget gue tadi di kelas, Ko. Gilak sepapan di suruh nyatet semua! Mending tulisannya bagus eh mending tulisannya gede lah ini kek semut baris mana kelihatan sama gue yang duduk di belakang!" Kesalnya dengan menampilkan wajah cemberut. "Makanya hobi tuh jangan duduk di belakang, pindah ke depan sekali-kali biar pinter! Hahaha." Miko apabila dengan orang yang dia sayang dia tidak akan mengeluarkan sifat cuek dan bodo amatnya. Termasuk kepada Danila. "Dih, kan gue ngikutin elo!" "Gue mah nyari ketenangan, kalau lo di belakang biar nggak ketahuan lagi tacap-tacap sambil buat story kan?" Goda Miko sehingga terlihat pipi Danila yang memerah. "Suka-suka guelah," "Sosmed gue isinya story lo mulu heran." Kata Miko, kini dia berjalan menuju ke arah sofa yang ada di kamar lalu dia mengubah posisi gitarnya yang semula terletak di atas sofa kini sofa itu sudah dia duduki sembari memangku gitar tersebut. "Biar lo tahu kalau lo online tapi gak bales chat gue eh malah lihat story gue, kan anzeng!" Sindir Miko pada cowok itu. Miko tertawa, "nyindir gue nih?" "Enggak, tapi kalau ada yang ngerasa sih alhamdulillah." Jawabnya. "Eh mau nyanyiin gue? Kok bawa-bawa gitar?" tanya Danila dengan berbinar. "Enggak tuh, gue cuma mindahin gitar kepangkuan gue buat duduk di sofa." Jawab Miko menyebalkan. "Bodo amat deh!" kesalnya. "Yaudah deh udah jam segini, lo harus istirahat dan gue mau skincare-an dulu habis itu tidur. Gue matiin ya?" Danila berpamitan. Sebenarnya Miko belum mau menyudahi panggilan tersebut, "Yaudah." "Dih ngambek!" Danila tertawa. "Udah sana." "Yaudah maafin aku ya sayang, hehe besok kan ketemu. Oiya besok aku bawain bekal jangan jajan sembarangan, uangnya di tabung. Byeee sayangg!" Pamit Danila. "Hmm." "Bales dong," cemberutnya. "Yang mana," "Yang bagian, byeee sayangkuh." Ucap Danila dibuat seimut mungkin sampai Miko tidak bisa menahan tawanya. "Iya sayang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD