MEMORIA 7

1203 Words
Seandainya dia tahu tentang kilasan-kilasan kisah kita dulu apakah semuanya akan kembali seperti dulu? Di mana dia yang selalu ada disetiap kali aku membutuhkannya? Atau malah justru sebaliknya, dia justru malah membenciku karena kesalahan yang aku perbuat? Tapi, asal dia tahu aku benar-benar sangat merindukannya. Waktu ku mungkin tidak banyak lagi. Jadi tolong, beri aku sedikit waktu untuk menjelaskan semuanya pada mu. Selesai mengetik di laptop miliknya, Mika kembali mengamati foto kebersamaanya dengan Miko di masa kecil yang sepertinya memang tidak pernah merasa adanya beban dalam hidup. Dia benar-benar ingin menjelaskan semuanya kepada Miko. Tapi tidak tahu kenapa semua tersa begitu sulit baginya. Apa yang sebenarnya terjadi pada cowok itu? Kenapa Miko seakan-akan lupa dengannya. “Gafta,” sebuah nama terlintas dibenak Mika. Hanya cowok itu yang tahu tentang kehidupan Miko selama dia tidak ada di sana. Sebenarnya bisa saja Mika menemui Miko ke rumahnya tapi tidak sekarang tanpa tahu apa-apa tentang Miko selama dia meninggalkannya. “Besok coba tanya Gafta, semoga dia tahu soal Miko.” Harapnya dengan memeluk pigora foto yang menampilkan dirinya dan Miko sewaktu masih kecil. Dia mengembalikan pigora itu ke tempatnya lalu melihat ke jam yang ada di ponselnya. Ternyata sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia menghela nafasnya, rutinitasnya sebelum tidur dia harus meminum obat terlibuh dahulu. Terkadang inilah yang membuatnya merasa lelah. Tapi semua dia lakukan demi Mamanya dan juga Miko. * * * Mika melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah, keadaan sekolah sudah ramai oleh murid-murid yang datang. Entah ini suatu kebetulan atau bukan, dia melihat Miko yang juga baru saja datang. Namun di sana ada Danila---pacar Miko yang sepertinya sangat dicintai oleh cowok itu. Bisa dilihat dari Miko yang menjaga Danila. Tawa kedua orang itu membuat hati Mika rasanya seperti diremas kuat-kuat, sangat sakit dan sesak. Ia menggelengkan kepalanya berusaha untuk tidak memperdulikan kedua orang itu. Tanpa peduli, dia melanjutkan langkahnya untuk melewati Miko dan Danila begitu saja seperti orang yang tidak saling kenal. “Nanti pulang sekolah jalan-jalan yuk?” Mika mendengar suara Danila yang membujuk cowok itu. Mika menghela nafasnya. Kenapa begitu sulit untuk sedikit saja menjelaskannya pada Miko. Karena melamun dia jadi tidak melihat kalau ada orang yang berlawanan arah dengannya. Spontan saja dia menubruk orang itu begitu saja sehingga ia terantuk d**a orang itu. Mika pun langsung mengaduh. “Aduh! Gimana sih jalan nggak lihat-lihat!” Gerutu Mika, padahal yang salah di sini adalah Mika karena dia tidak melihat justru malah melamun dan memikirkan Miko. “Heh neng, situ sehat? Yang ngomong gitu harusnya gue kali.” Seperti tahu itu suara siapa, Mika pun langsung melihat siapa yang sempat dia tabrak tadi. “Eh Gafta! Kalau jalan lihat-lihat!” Bukannya meminta maaf justru Mika malah memarahi cowok itu. Gafta sendri hanya melongo mendengarnya. Memang kalau perempuan itu kalau salah tetap benar, tapi kalau cowok benar kembali ke peraturan pertama tadi. Jadi dia mengalah. “Terserah lo aja,” Gafta pun langsung berjalan pergi begitu saja meninggalkan Mika. Dia kesal pada cewek itu yang membuatnya harus mengalah serta menahan amarah pagi-pagi. Melihat kepergian Gafta membuat Mika langsung memanggil nama Gafta. “Gafta? Gafta ih gitu aja marah!” Tapi panggilannya tidak didengar justru cowok itu berjalan cuek meninggalkan Mika. “Gafta k*****t emang tuh cowok!” Kemudian dia berlari untuk mengejar Gafta yang berjalan dengan gaya sok tidak pedulinya. Saat sudah berada di sebalah lelaki itu, Mika langsung menoramlkan nafasnya. “Cowok gitu aja marah,” ucap Mika tidak tahu diri. Dia berjalan di samping Gafta tanpa melihat cowok itu. Sebenarnya Gafta kaget saat Mika mengejarnya, tapi dia kembali kesal saat mendegar celetukkan gadis itu yang menurutnya sangat menyebalkan di pagi hari ini. Jadi dia mendiamkan gadis itu saat mengoceh. Karena merasa dicuekkan oleh Gafta, Mika pun memilih inisiatif lain, yaitu dengan meminta maaf. “Oke, aku ngaku deh.” Dia menghela nafasnya. “Ngaku apaan,” ucap Gafta tanpa menoleh. “Aku salah, harusnya tadi aku yang minta maaf.” Ucap Mika. Lalu dia menatap Gafta, “… jadi maafin Mika ya?” pinta gadis itu dengan mengatupkan tangannya menatap Gafta ditambah dengan ekspresi memelasnya membuat Gafta pasrah. “Hmm.” Jawabnya. “Lagian lo ngapain jalan nggak lihat-lihat, malah ngelamun gitu.” Cowok itu secara tidak langsung berusaha untuk mencari tahu. “Ya harusnya kalau tahu aku lagi ngelamun harusnya kamu punya inisiatif minggir kek bukan malah nabrak kayak tadi.” Omelnya. “Ini masalah bener-bener panjang ya kalau musuhnya sama cewek, udah deh nggak usah di bahas.” Gafta berkata dengan jengah. Mika berpikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Gafta. “Iya juga. Kalau gitu aku boleh tanya sesuatu sama kamu?” potong Mika. “Tanya apaan?” Mika menggigit bibirnya bingung, dia sebenarnya ragu tapi lebih baik bertanya pada Gafta daripada dengan Farzan karena menurutnya cowok itu terlalu blak-blakkan. “Janji jangan kasih tau siapa-siapa?” tanya Mika. “Iya.” “Beneran?” “Astaga! Lo niat mau tanya apa cuma mau basa-basi sama gue sih?” Gafta harus mulai sabar jika berbicara dengan Mika. “Emm, mau tanya soal Miko.” Mendengar itu Gafta mengangkat sebelah alisnya, namun kemudian dia langsung tersenyum. “Udah gue duga lo pasti bakal tanya soal ini.” “Tapi jangan kasih tahu sama siapa-siapa ya? Awas kalau sampai iya!” Ancam Mika. “Iya, jadi lo mau tau darimana?” tanya Gafta. Tanpa terasa, ternyata mereka berdua sudah berada di depan kelas. Mika langsung berpikir. “Nanti istirahat ke perpus ya.” Selama bersekolah di SMA Mardipura bahkan dia tidak pernah sekalipun masuk ke dalam tempat itu. Tapi justru Mika malah mengajaknya ke tempat itu.Tempat yang paling dihindari oleh Gafta. “Lo nggak ada pilihan tempat lain gitu?” tanyanya. Dengann polosnya Mika menggeleng. “Enggak ada, udah di sana tempat paling nyaman. Dahh Gafta!” Setelah membuat janji dengan Gafta Mika langsung berjalan terlebih dahulu meninggalkan cowok itu padahal mereka satu kelas. * * * Mika melihat kalau di bangku sebelahnya, Miko sudah duduk dengan antengnya. Padahal dia dan Miko yang berjalan duluan ke kelas adalah Mika. "Kamu udah dateng aja, padahal kan kayaknya tadi aku deh yang duluan masuk ke kelas." Mika bertanya dengan nada basa-basi. Ia melepaskan tas yang ada di punggungnya dan dia pindahkan ke atas meja. "Lo ngomong sama gue?" tanya Miko. "Bukan. Aku lagi ngomong sama pulpen." Jengahnya. "Ya gila kali aku ngomong sama pulpen," Miko menghendikkan bahunya bodo amat. "Siapa tahu emang lo lagi ngomong sama pulpen." Dia merubah posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Mika. "Lo terlalu asik ngobrol sama Gafta makanya nggak lihat gue lewat." Mika diam sejenak seperti sedang berpikir. "Ah masa iya?" "Itu buktinya aja lo nggak tahu gue lewat." "Emang penting gitu buat aku?" tanya Mika. Seperti di skakmat, Miko hanya diam. "Nggak penting juga." "Tumben lo berdua akur nih," Farzan yang datag bersama Gafta langsung mengomentari kedekatan kedua orang itu. "Nggak." Jawab Miko. "Nggak apaya? Nggak bohong?" Goda Farzan. Miko menatap Mika yang tengah menatap Gafta saat cowok itu hendak duduk. Tiba-tiba moodnya berubah begitu saja. Entah kenapa sebenarnya dia ini. Semenjak hadirnya Mika membuatnya seperti orang dihantui. "Diem lo," Miko berdiri dari duduknya lalu berjalan keluar kelas. "Dih gitu aja ngambek," "Miko, mau kemana?" tanya Mika. "Kantin." "IKUT!!" Mika langsung berlari mengikuti Miko dari belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD