Bagian 2

1060 Words
"Kenapa bisa kayak gini, sih, Dit?" Raditya menghela napas dengan berat mendengar kemarahan Cassandra. Beberapa saat yang lalu, mereka mengunjungi Hotel Asmawarman, tempat yang akan menjadi tempat pernikahan satu minggu lagi, untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Akan tetapi, ketika pengurus gedung menemui mereka, permintaan maaflah yang harus didengar, karena top management membatalkan penyewaan yang dilakukan Raditya secara sepihak. Alasannya pun tidak jelas. Meski begitu, Raditya dan Cassandra tahu dalang di balik semua ini. Raditya marah besar. Laki-laki itu hampir memukul salah satu pengurus gedung jika saja tidak ditahan oleh Cassandra. Sekarang, Cassandra menumpahkan kekesalan padanya. Raditya tahu betul betapa tunangannya itu sangat mengidamkan pernikahannya berlangsung di aula Hotel Asmawarman yang ada di Jakarta Pusat tersebut. "Aku nggak mau tahu. Pesta pernikahan kita harus di Asmawarman. Kamu tahu aku pengin banget nikah di sana, Dit!" "Kamu bisa diam dulu, nggak, San? Nessa pemilik gedung itu. Memangnya kamu mau, temui Nessa dan memohon, biar diizinin pake aula hotelnya?" Raditya mulai jengah. Kepalanya memanas mendengar rengekan Sandra. Dalam hati, Raditya berpikir, seharusnya ia berpikir dua kali, bahkan ribuan kali untuk berurusan dengan Vanessa. Vanessa adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Orang tua dan kedua kakak laki-lakinya sangat memanjakan perempaun itu, memperlakukan Vanessa seperti putri kerajaan, yang faktanya, keluarga Asmawarman adalah bentuk kerajaan masa kini. "Kalau urusan memohon, seharusnya bukan aku. Tapi kamu, Dit. Kamu harus temuin Nessa dan buat dia berubah pikiran." Vanessa keras kepala dan Cassandra lebih dari itu. Raditya sudah hafal tabiat keduanya. Meski begitu, dia tidak pernah menyesal telah memilih Cassandra daripada Vanessa. Cintanya untuk Cassandra tidak terukur hal lain, dan seolah mendukung itu, status sosial antara dirinya dan Vanessa memperkuat alasan untuk berkhianat. Atas nama cinta, Raditya bersedia melakukan apa pun, termasuk memohon pada gadis yang telah dikhianatinya. Kebahagiaan Cassandra adalah prioritas. Tidak bisa diganggu gugat. Laki-laki mengembuskan napas perlahan, kemudian mengangguk. "Okay, aku pergi sekarang juga. Kamu istirahat aja," ujarnya, lalu pergi setelah mencium kening Cassandra. *** Vanessa tersenyum puas setelah mendengar laporan dari Galuh, sekretarisnya. Laki-laki berusia empat puluhan tahun itu melaporkan bahwa seluruh hotel milik Asmawarman Group yang ada di seluruh Indonesia tidak akan menerima sewa dari Raditya dan Cassandra, atau siapa pun orang yang ada dalam daftar yang telas ditulis Vanessa. Orang-oarang dalam daftar itu merupakan kerabat dan sahabat Raditya maupun Cassandra, yang berpotensi membantu. "Terima kasih, Pak," ujarnya. Galuh mengangguk, lalu undur diri. "Kamu seharusnya nggak bikin aku marah, Raditya," gumamnya pada diri sendiri. Tak lama setelah kepergian Galuh, pintu ruangannya diketuk. "Masuk," perintahnya. Salah satu karyawannya muncul dari balik pintu, memberitahukan bahwa Raditya Munawar datang untuk menemui Vanessa. "Biarkan dia masuk." Sekretarisnya undur diri, kemudian muncul Raditya dari balik pintu. Laki-laki itu masih tampan setelah satu bulan tidak bertemu. Sayangnya, laki-laki tampan itu akan menikah dengan Cassandra, orang yang dianggapnya sahabat selama delapan tahun ini. "Apa kabar, Raditya?" sapa Vanessa dari balik meja kebesarannya. Perempuan itu duduk di sofa khusus tamu dan memberikan isyarat dengan tangannya, mempersilakan Raditya untuk duduk. Setelah melihat Raditya duduk nyaman, Vanessa mengambil gagang telepon dan menghubungi sekretarisnya untuk membuat dua cangkir kopi hitam kesukaan mereka berdua. "Kamu masih suka kopi hitam, kan?" tanya Vanessa ramah seolah tak terjadi apa-apa. Sesungguhnya, perasaan Vanessa saat ini tidak karuan. Berhadapan dengan orang yang telah berbagi segalanya dalam kurun waktu enam tahun sangatlah berat. Amarah itu masih ada, meminta untuk dimuntahkan. Apalagi, setelah mengetahui bahwa tidak ada sedikit pun penyesalan dalam diri Raditya maupun Cassandra. Sebulan setelah peristiwa itu, bukan maaf yang didapat melainkan selembar kartu undangan. Raditya mengangguk pelan. "Ada yang mau aku bicarakan sama kamu, Nes." Raditya tidak bisa lama-lama berada dalam satu ruangan dengan Vanessa. Perempuan itu terlalu mengintimidasi meskipun senyum tipis terulas di bibirnya. Raditya tahu betul, Vanessa sedang menahan amarahnya. Amarah terhadap laki-laki yang telah mengkhianatinya. Enam tahun menjalin kasih dengan Vanessa membuat Raditya sangat mengenal watak keras yang ada dalam diri Vanessa. Watak keras yang merupakan hasih didikan keluarga Asmawarman. "Kamu belum jawab pertanyaanku, Dit." Vanessa mengambil secangkir kopi hitam yang telah diletakkan oleh sekretarisnya beberapa saat lalu dan menyesapnya. "Kamu apa kabar?" lanjut Vanessa sambil meletakkan kembali cangkir kopinya di atas meja. Raditya memejamkan matanya sesaat lalu menjawab, "Aku baik. Kamu?" Aku hilang arah. Vanessa ingin menjawab seperti itu, tapi dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya di hadapan seorang laki-laki b******n seperti Raditya. Cukup dirinya, Tuhan, dan seisi kamar yang tahu betapa seorang Vanessa merana atas pengkhianatan ini. Pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang terdekatnya sekaligus. "Nes, langsung aja." Raditya membetulkan posisi duduk. "Aku datang ke sini mau minta tolong. Tolong, cabut perintah kamu untuk nge-blacklist nama kami. Menikah di aula Hotel Asmawarman adalah impian Cassandra sejak lama." Luka di hati Vanessa tidak bisa disamakan dengan luka sayat yang disiram oleh garam. Ini terlalu sakit, dan Vanessa tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Mendapati sendiri fakta bahwa Raditya sangat peduli pada Cassandra membuat hatinya semakin tercabik. "Kamu sangat mencintai Cassandra, ya?" Raditya bungkam. "Selama enam tahun ini, pernahkah kamu mencintaiku?" "Nes—" "Aku nggak akan mengubah keputusanku." Vanessa menatap Raditya dengan tajam. "Aku tahu, Dit. Aku tahu, Cassandra pengin banget menikah di salah satu gedung milik keluargaku. Good luck buat kalian." Vanessa bangkit, lalu kembali ke mejanya. Seolah tak terjadi apa-apa, perempuan itu melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Raditya menatap Vanessa yang masih bergeming dengan pekerjaannya. Kenapa perempuan itu bersikap lain? Ini bukanlah Vanessa yang dikenalnya. Vanessa yang Raditya kenal selama enam tahun akan mengeluarkan segala emosi dan perasaan yang mengganjal di hatinya. Kalau marah, Vanessa akan memaki. Sedih, ia menangis. Kemudian tertawa ketika bahagia. Sekarang Raditya tidak yakin kalau Vanessa sedang marah seperti yang dipikirkannya. Setelah berdiam diri cukup lama, Raditya memutuskan untuk pergi tanpa pamit. Laki-laki itu meninggalkan ruangan Vanessa dengan seluruh keyakinannya bahwa menikah dengan Cassandra adalah hal yang paling benar. Tubuh Vanessa meluruh di atas kursinya. Tangis pun tak lagi bisa dibendung. Raditya mencintai Cassandra dan tidak pernah mencintai dirinya adalah kesimpulan yang dia dapatkan hari ini. Kebersamaan mereka selama enam tahun tidak berarti apa-apa bagi mereka. Cinta dan kepercayaan yang Vanessa berikan, telah dikhianati oleh kedua orang terdekatnya. Setelah ini, siapa lagi yang bisa ia percayai dan ia kasihi? Dia pikir, Cassandra tidak akan pernah mengkhianati persahabatan mereka yang terjalin sangat lama. Hari ini, biarkan Vanessa menangisi takdirnya yang buruk, menyalahkan takdir yang tak mempersatukan Vanessa dengan cintanya. Mengutuk takdir yang telah membuatnya mudah menangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD