BAB 01

1383 Words
Salah satu hal yang ku takutkan adalah cintamu karena kutahu aku tidak akan bisa membalasnya. Maka dari itu aku memalingkan muka. sedikit menyakitkan namun lebih baik.( HILA ) -LICOCAN- ___________________________________________ Matahari telah terbenam, tergantikan oleh sinar bulan yang temaram. Udara mulai terasa dingin saat menerpa kulit ku. lampu jalan sudah dinyalakan. Malam hari kini terlihat sedikit menakutkan bagiku. Jalan yang kosong, ujung gang yang gelap dan suara-suara binatang malam yang terdengar di telinga. Aku mengeratkan jaket yang sedang ku kenakan dengan memeluk tubuh ku sendiri. uap panas keluar dari mulutku saat aku menghembuskan nafas, rasanya jaket pun masih tidak bisa melindungi ku dari suhu dingin ini. Sekarang tanggal 12 Maret. yang berarti liburan musim dingin akan segera selesai dan aku akan kembali bersekolah. Ngomong-ngomong sekolah, aku tidak merindukan hal itu sama sekali, karena aku tidak punya banyak teman, aku pun bukan anak yang pintar. Malah aku merasa sangat sedih saat tahu sebentar lagi akan kembali bersekolah, itu berarti waktu kerja sambilan ku akan berkurang dan uang yang kudapat juga tidak akan cukup untuk membiayai hidup kami kedepannya karena uang tabungan kami telah habis. ya, kami, aku dan adik ku. Nama ku adalah Zenna J, seorang anak yatim piatu yang harus mengurus adik ku yang masih berusia 8 tahun. Ibu kami meninggal 1 tahun yang lalu, dan kami tidak memiliki ayah, ibu tidak pernah bercerita tentang ayah bahkan sampai nafas terakhirnya. Aku dan Sarah adikku tidak pernah bertanya ataupun membahasnya karena takut menyinggung perasaan ibu. Aku tidak masalah tidak memiliki ayah, karena tanpanya sekalipun kami masih bisa bertahan hidup. Bukan berarti aku membenci ayah ku, tidak, karena aku tidak ingin menyalahkan seseorang jika aku tidak tahu keadaan yang sebenarnya. Baik ayah atau ibu, aku tidak tahu ada masalah diantara keduanya dan aku tidak ingin menghakimi. Aku hanya meyanyangkan, karena hubungan mereka yang seperti itu, kami anak mereka yang terkena imbasnya. Aku melirik jam tangan yang ku kenakan, kini sudah pukul 8 malam, Sarah Pasti menunggu ku. Aku mempercepat langkah kaki agar segera sampai ke rumah. "Huu huu" Suara tangisan seorang anak menghentikan langkah ku. Aku mengedarkan pandangan ku ke sekitar. Pandangan ku langsung tertuju pada seorang anak laki-laki yang kira-kira seusia adik ku tengah duduk dan menangis di bangku taman di pinggir jalan, aku menghampiri anak itu dan berdiri di depannya. "Hai, siapa namamu? kenapa menangis?" kataku pada anak itu. Tidak lama anak itu mendongak menatapku dengan mata dan hidung yang memerah, "Hai kakak cantik, tapi ibuku bilang kalau aku tidak boleh bicara pada orang asing." "Kalau begitu, aku Zenna J, siapa nama mu?" Aku mengulurkan tangan ku pada anak laki-laki itu yang tengah menatap tangan ku dengan ragu. "Senang mengenal mu Zenna, nama ku Luca." Luca membalas uluran tangan ku. Aku tersenyum ramah padanya sedangkan dia hanya menatapku dengan wajah polosnya. "Baiklah Luca, kenapa kamu menangis? dimana orang tua mu?" tanya ku lagi, Luca kembali menundukan kepalanya kemudian menggeleng, "Apa maksud mu, Luca?" "Aku kesini bersama kakak ku, tapi di tengah jalan dia mendapat panggilan dari temannya lalu menurunkan ku dan meminta ku menunggunya disini. Tapi ini sudah lebih dari satu jam dia pergi, aku merasa takut sendirian." "Zenna, maukah kamu menemani ku menunggu kakak ku disini. Kamu sepertinya wanita yang baik." Mohon Luca, aku menatapnya lalu memelirik kearah jam tangan ku. Setelah berpikir, aku pun mengangguk, "Baiklah Luca, aku akan menemani mu. Apa kau senang?" Kataku yang langsung mendapati senyuman lebar anak laki-laki itu. sejenak aku terpesona dengan wajah anak itu yang memiliki wajah yang tampan dan polos. Aku jadi penasaran dengan kakaknya yang tega meninggalkan adik seperti Luca sendirian disini, untung saja tidak ada orang jahat yang menculiknya. Aku mengeluarkan sebungkus roti dari dalam tas ku dan memberikannya pada Luca, "Kau lapar?" Luca mengangguk dan menerimanya, "Terimakasih Zenna. aku memang belum makan malam." Aku tersenyum mendengarnya, "Luca, kenapa kamu tidak naik taksi dan pulang sendiri saja?padahal kamu sudah menunggu kakak mu selama ini." Tanya ku, Luca menggeleng. "Jika aku pulang tanpa kakak, kakak akan dimarahi karena membiarkan ku sendirian. Mama akan memarahi kakak. " jelas Luca. Aku menghembuskan nafas ku, "Apa kamu tidak membawa ponsel?" tanya ku, Luca menggeleng. "Ponsel ku mati dan tertinggal di mobil Aiden." "Aiden, itu nama kakak mu?" Luca mengangguk, aku mengeluarkan ponsel ku, "Apa kamu hafal nomor kakak mu ?" Sejenak hening, kurasa Luca sedang berusaha mengingatnya. "Aku tidak hafal nomor Aiden karena aku jarang menghubunginya, tapi aku tahu nomor kakak ku yang lain." Kata Luca. "Oh itu bagus! kamu boleh meminjam ponsel ku." Aku memberikan ponsel ku pada Luca, anak laki-laki itu mengetik nomor lalu menelponnya. Aku memperhatikan Luca, tapi saat telepon sudah tersambung dia malah menyodorkannya padaku. "Tolong kamu yang jelaskan, kakak kedua ku sangat menyeramkan." kata Luca, aku tidak mengerti apa maksud ucapannya tapi aku menerima ponsel ku dan mencoba berbicara pada kakak kedua Luca. "Selamat sore, dengan kakak Luca?" kataku dengan ramah. "ada apa?" jawab seorang pria di sebrang telepon, terdengar begitu dingin. Entah kenapa aku jadi merasa canggung, "Adik anda sedang bersama saya--" belum selesai aku bicara dia sudah memotong ucapan ku. "Berapa yang kamu minta?" Aku mengernyit, "Apa maksud anda? tolong segera jemput adik anda, saya sedang menemaninya di taman pinggir kota." Aku menunggu respon darinya namun tidak mendengar apapun. Aku menjauhkan ponsel ku dari telinga, hampir saja aku mengumpat saat mendapati panggilan telah diakhiri, benar-benar tidak sopan. Tanpa sadar aku menghela nafas ku. "Bagaimana Zenna, apa kak Asher akan menjemputku?" Tanya Luca dengan mata berbinar, aku menatapnya sejenak lalu mengangguk, " dia sedang dalam perjalanan." "Kita akan menunggunya bersama." lanjutku, Luca mengangguk. Tidak lama, sebuah mobil sport  berhenti di depan kami, seorang pria keluar dari mobil itu, aku sedikit terpesona dengan wajah pria itu sebelum akhirnya aku menyadarkan diri. Alis tebal, mata sebiru lautan, bibir merah alami yang tebal dan rambut yang berwarna coklat. Pria itu menghampiri kami, wajah pria itu datar dan terkesan dingin, dia berdiri di depan kami. "Ayo pulang, Luca." kata pria itu tanpa berbasa-basi, berterimakasih atau menyapa ku. Pria ini benar-benar menganggapku tidak ada. Luca mengangguk dengan wajah berbinar, "Zenna, terimakasih telah menemani ku!" kata Luca, Aku tersenyum penuh lebar, rasanya aku senang melihat anak itu akhirnya bisa pulang sekarang, tanpa perlu menunggu kakak nya yang tidak bertanggung jawab bernama Aiden. Luca dan kakaknya masuk kedalam mobil, sedangkan aku kembali berdiri dan melanjutkan perjalanan pulang yang sempat tertunda. Namun Luca kembali dan membuatku terkejut karena tiba-tiba memegang tangan ku. "Zenna, aku dan kakak ku akan memberikan mu tumpangan. Jadi ayo masuk kedalam mobil!" "EH--" Luca menarik tangan ku agar mengikutinya. "Cepat Zenna, sebagai seorang pria, aku juga tidak akan membiarkan mu pulang sendirian pada malam hari seperti ini." kata Luca dengan wajah menggemaskanya. Aku nyaris tertawa, dia berpikir dia sudah dewasa ya? dia sangat pintar bicara, sepertinya  setelah besar nanti banyak wanita yang akan mengidolakannya. Aku masuk kedalam mobil, aku melirik kearah kakak Luca, Asher dengan canggung. Tapi pria itu hanya diam. " Zenna, dimana rumah mu?" Tanya Luca. Aku pun memberitahu alamatku pada Luca. Aku tahu pria bernama Asher itu juga mendengarkan, buktinya kini kami sudah sampai di perumahan tempat tinggal ku. Aku melirik jam tangan ku yang sudah menunjukan pukul 10 malam, Sarah pasti mencemaskan ku yang pulang terlambat. Tanpa sadar aku menghela nafas ku. Akhirnya mobil telah berhenti di depan rumah ku yang terlihat begitu sepi. Aku langsung turun dari mobil lalu berjalan ke depan pintu pengemudi, aku tersenyum melihat Luca dan melirik kakak Luca yang bernama Asher, yang ku dengar. "Terimakasih sudah repot-repot mengantarku." Kata ku berterimakasih dengan sopan. Mata Luca dan Asher tiba-tiba melihat kearah belakang ku, aku pun ikut melihat apa yang mereka lihat. Seorang anak kecil berdiri di depan pintu dengan membawa boneka beruang di pelukannya sambil mengucek matanya yang sudah terlihat mengantuk. Aku tersenyum melihat anak kecil itu karena dia adalah Sarah, adik ku. "Zee, kau pulang. Aku tidak bisa tidur." katanya sambil menatap ku dengan lesu. Aku kembali membalikan badan ku untuk melihat Luca dan kakaknya lagi, "Kalau begitu saya masuk dulu." kataku, mereka langsung kembali melihat ku. "Siapa anak perempuan itu Zenna?" Tanya Luca, aku mengernyit. "Dia adik ku." jawab ku. Luca tersenyum sumringah. "Kau memiliki adik yang sangat cantik, Zenna." kata Luca dengan wajah yang merona, astaga anak itu memiliki bakat sebagai playboy karena sangat pintar memuji. aku terkekeh. "Kalau begitu sampai jumpa lagi, Luca." Kataku, Luca mengangguk, "Sampai jumpa juga, Zenna--" Kata Luca, lalu kembali melirik Sarah dengan malu-malu, " dan adik mu." lanjutnya. Aku melangkah masuk kedalam rumah ku, saat sampai di depan pintu aku langsung menggendong Sarah yang sudah sangat mengantuk. Saat aku membuka pintu rumah, aku mendengar suara mesin mobil yang kembali dinyalakan dan bergerak meninggalkan perkarangan rumah ku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD