Setelah beramah-tamah dengan kedua teman satu tim, Ame memutuskan untuk mencari penginapan. Ia merogoh sakunya, dan menemukan beberapa keping uang perak. Hatinya merasa sangat kesal kala ini, seharusnya ia lebih banyak membawa uang perak daripada uang emas, ia sama sekali tak tahu jika orang-orang yang berhak menggunakan uang emas hanyalah anggota kerajaan.
Kepalanya mendadak sakit, tetapi ia tetap berjalan bersama kudanya. Matanya menatap kanan dan kiri, tetapi sial karena merasa sangat terganggu dengan pemandangan sekitar. Ada banyak sekali orang yang berdagang, ada pula orang-orang yang menghabiskan waktunya hanya untuk berjalan-jalan.
‘Melelahkan … tetapi ini jalan satu-satunya agar bisa terbebas dari istana menyebalkan itu.’ Ame kemudian menghentikan langkah kudanya, ia segera turun, dan mengikat tali kuda pada salah satu tiang yang sudah disediakan oleh pemilik tempat.
Mata Ame memerhatikan beberapa buah segar yang di jual, lalu ia memikirkan tentang kehidupannya di dunia yang dulu. Ya … dia jarang makan buah, dan hal itu membuatnya kadang merasa sebagai seseorang yang begitu menyedihkan. Hidupnya dulu hanya dihabiskan untuk bermain, atau juga menikmati camilan yang tidak sehat.
Sang penjual yang melihat Ame mengulas senyuman, “Tuan, apa Anda ingin membeli beberapa buah segar ini?”
Ame yang sejak tadi diam langsung menatap. Bukan ide yang buruk jika ia menikmati buah-buahan, dengan cara itu dirinya juga bisa bertanya kepada sang penjual tentang penginapan yang murah meriah.
“Aku ingin tiga apel,” ujar Ame sambil tersenyum lembut.
Mendengar hal itu, jelas saja sang penjual teramat sangat senang. Ia kemudian berkata, “Harga satu buah apel hanya lima keping perak, dan harga untuk tiga buah apel totalnya lima belas keping perak.”
Mendengar penuturan sang penjual, jelas saja membuat Ame kaget. Ia jelas tak menyangka jika harga yang disebutkan lumayan mahal. Segera saja Ame menghitung satu per satu keping perak yang ia punya, lalu menyerahkan lima belas keping kepada sang penjual. Ame merasa lega, setidaknya ia membuat wajahnya terselamatkan dari rasa malu karena tak bisa membayar tiga buah apel.
“Terima kasih, Tuan.” Penjual itu terlihat begitu senang.
Ame yang mendengar ucapan itu mengangguk. Ia kemudian bertanya, “Apa aku bisa menanyakan beberapa hal kepadamu?”
“Silakan, Tuan.”
Ame merasa sangat senang kala mendapatkan jawaban seperti itu. Ia kemudian berkata, “Di mana penginapan yang lumayan murah di sekitar sini?”
Mendengar pertanyaan pelanggannya, jelas saja sang penjual mengerti. “Anda bisa berjalan lurus ke sebelah utara kota, lalu Anda akan menemukan sebuah penginapan yang lumayan murah dan juga nyaman.”
“Terima kasih banyak,” ujar Ame lagi.
Sang penjual hanya mengangguk, sedangkan Ame langsung saja melepaskan tali pengekang kuda. Ia bergegas naik, dan segera meninggalkan penjual itu.
Sepanjang perjalanan, Ame melihat sekitar. Ia mengamati setiap sudut, lalu merasa lega karena tidak ada yang mengenalinya sebagai seorang pangeran. Terus dan terus ia melanjutkan perjalanan, lalu setelah sekian lama akhirnya sampai pada tempat tujuan.
Lagi dan lagi Ame segera turun dari kudanya, ia mengikatnya lagi pada tempat yang sudah tersedia. Langkah kaki Ame memasuki penginapan, dan ketika pintu terbuka …
“Jadi … kau juga akan menginap di sini?”
Ame menelan ludah kasar kala melihat Deltha sedang duduk sambil menikmati makanannya. Entah sejak kapan wanita itu ada di sana, yang Ame yakini Deltha juga memilih untuk menginap di tempat itu.
Mata Ame kemudian menatap ke arah Code, ia tersenyum kecil, tetapi malang saja nasibnya. Code tidak membalas, bahkan pria itu membuang muka darinya.
“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?”
Ame kembali fokus kepada Deltha. Ia kemudian menjawab, “Aku hanya kaget karena kita kembali bertemu. Bukankah kalian memiliki rumah di tempat ini? Lalu … kenapa kalian memilih untuk menginap?”
Deltha tidak menjawab, ia hanya menebar senyuman manis, dan kembali fokus bicara dengan Code. Hal itu sangat berhasil membuat Ame merasa jengkel.
Tetapi ... Ame tak ingin ambil pusing. Untuk sekarang ia hanya memerlukan kamar tidur, bukan sebuah perdebatan.
Kaki Ame kemudian melangkah masuk, menghampiri meja penjaga. Ia langsung saja berkata, “Aku ingin satu buah kamar tidur. Untuk Beberapa hati menginap, sekaligus dengan makanan. Apa kau bisa mengurusnya?”
“Berapa hari yang Anda sebut beberapa hari itu, Tuan?”
Ame yang mendengar pertanyaan tersebut menggaruk kepalanya, tetapi tindakan itu membuat pelayan di hadapannya berdebar-debar. Bagaimana tidak? Saat ini ... Ame yang menggunakan raga seorang pangeran jelas begitu tampan dan juga menawan. Wajar saja jika seorang wanita akan terpesona, lalu mengagumi Ame.
“Berapa jika menginap satu malam?” tanya Ame.
“Sepuluh keping perak,” balas wanita itu dengan suara lembut.
Ame mengangguk, ia sekarang merasa sangat bingung dengan tindakan apa yang harus dilaluinya. Dia hanya memiliki lima keping perak lagi, lalu sisanya ... ratusan keping uang emas.
“Tuan?” tegur si pelayan.
Ame langsung tersadar. “Maaf, aku tak bisa membayarnya. Lain waktu aku akan mampir lagi.”
Segera saja Ame meninggalkan sang pelayan, tetapi ia harus berhenti ketika Code datang dan menghadang jalannya.
“Berapa uang yang kau perlukan?”
Ame bingung.
“Aku akan memberikan hutang, dan kau bisa membayarnya setelah kit mendapatkan misi.”
“Lima keping perak,” balas Ame sesingkat-singkatnya.
Code merogoh sakunya, ia memberikan dua puluh keping perak kepada Ame. Pria itu kemudian berkata, “Sewa kamar, dua hari lagi kita akan memulai kerja sama tim. Jika kau lapar, aku bisa memberikan pinjaman lagi padamu.”
Sungguh ironis ... itulah yang Ame pikirkan. Ia tak menyangka jika Code dengan mudah memberikan pinjaman kepadanya, bahkan pria itu mengatakan dia boleh meminjam lagi jika kurang.
Deltha yang melihat Code dan Ame sudah bisa lebih baik dari sebelumnya merasa lega, jika begini terus menerus ... maka kedua orang itu bisa bekerja sama dengan baik.
“Cepat ambil,” ujar Code saat Ame masih saja diam dan memerhatikan uang pinjaman darinya.
Ame segera mengambil uang itu, lalu mengucapkan terima kasih kepada Code. Ia lalu meninggalkan Code, menuju ke arah sang pelayan lagi guna menyewa kamar.
...
Setelah kejadian siang tadi, Ame memilih untuk berdiam diri di kamar sewaannya. Ia membuka jendela, dan menatap langit malam. Banyak sekali bintang, bahkan bulan juga bulat sempurna malam ini. Cahaya bulan itu juga terlihat begitu anggun, membuat Ame merasa sangat senang.
Ame menghela napasnya kasar, lalu memikirkan kehidupannya yang dulu. “Friday, Sunday, dan yang lainnya. Ck ... apa mereka masih bermain game itu?”
Ame mengingat nama teman-teman yang sering bermain game dengannya, teman yang ia temui di dunia maya, dan membentuk satu aliansi besar di dalam game yang mereka mainkan. Terakhir kali ... ia hanya mengatakan jika dirinya akan keluar rumah sebentar, lalu ia berakhir dengan kematian.
“Sekarang aku benar-benar terbengkalai ke dunia yang tak aku tahu bagaimana menjelaskannya. Hah ... melelahkan sekali. Tidak ada video game, tidak ada jaringan internet, apalagi komputer dan ponsel. Dunia ini benar-benar kuno!”
Hanya bisa mengeluh dan mengeluh, hanya itu yang bisa membuatnya merasa jauh lebih baik lagi. Tapi ... tanpa sadar keluhan itu membuatnya rindu dengan dunia yang dulu.
Tok ...
Tok ...
Tok ...
Ame yang sedang termenung langsung saja sadar, suara ketukan pintu yang cukup keras masuk begitu cepat pada pendengarannya.
Ia langsung berdiri, kakinya juga dipacu ke arah pintu agak terburu-buru. Kelihatannya ... orang di depan sana tidak bisa bersabar, membuatnya risi dan sangat ingin mengeluarkan amarah.
Ame yang kini sudah berdiri di depan pintu langsung membukanya, ia menatap dengan tajam, lalu melihat seorang wanita dengan jubah berwarna putih.
“Kakak!”
“Liu An, kenapa kau di sini?” tanya Ame sesegera mungkin.
“Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari Ibunda.”
Mendengar penuturan sang adik, Ame langsung saja menarik Liu An untuk masuk. Ia kemudian menutup pintu, dan menatap adiknya lagi.
“Kecilkan suaramu, atau semua orang akan tahu siapa kita.”
“Kita bahkan bisa berteriak, dan tidak ada yang bisa mendengarnya.”
Ame yang mendengar penuturan Liu An menjadi sedikit lega, ia tersadarkan jika sang adik memiliki kekuatan yang bisa membuat semua yang biasa menjadi luar biasa.
“Jadi?” tanya Ame singkat.
“Ibunda meminta Kakak untuk pulang lusa, jadi Kakak tidak bisa menolaknya.”
“A-apa? Lusa aku akan menjalankan misi, dan aku tak akan bisa pulang.”
“Ibunda juga mengatakan jika Kakak menolak, maka identitas Kakak akan segera dibocorkan.”
Ame yang mendengar semua itu hanya bisa menahan rasa kesal, ia tak tahu apa tujuan sang ratu menginginkan dirinya kembali. Bukankah mereka sudah membuat perjanjian ... lantas ... kenapa harus seperti sekarang ini?
Dia meradang, merasa semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dia ingin sekali memaki, apalah daya bibirnya hanya bisa terkunci.
Ame akhirnya mengambil keputusan. Ia berkata kepada sang adik, “Aku akan pulang setelah misi di hari itu selesai.”
“Baiklah, aku harus segera pergi.”
Ame tak peduli, ia langsung duduk, sedangkan adiknya yang sama menyebalkan seperti ibunya segera meninggalkan ruangan.
‘Kenapa sangat sulit berada di sini. Apa misi itu bisa selesai dalam sehari? Ah ... aku tak tahu harus bagaimana.’