Protektif

1157 Words
"Ini uang untuk menggantikan uang kamu" Satria menyodorkan uang sepuluh lembar berwarna merah pada Arjuna. "Nggak usah diganti Om, saya ikhlas." "Saya tidak ingin keluarga saya berhutang pada siapapun. Terima!" Satria tegas Arjuna menghela nafas. Ia melihat di atas meja uang itu dengan tidak semangat. "Dan ini komik Detektif Conan saya kembalikan.Satu lagi, saya harap kamu tidak lagi menemui Ayu." "Loh kok gitu Om?" "Ini untuk kebaikan Ayu." "Kalau Om khawatir saya p*****l, sumpah Om saya bukan p*****l. Saya rela dites sekarang juga oleh psikolog." "p*****l atau pun bukan saya hanya ingin melindungi Ayu. Ayu masih terlalu kecil. Permisi" Satria pergi begitu saja. Arjuna kesal bukan main. Ia menendang meja di ruang tamunya. "Argh!" Arjuna teriak. □■□■ "Ayu, jangan mudah menerima pemberian dari laki-laki ya?" "Iya bu" "Laki-laki itu kalau ngasih-ngasih kamu sesuatu itu ada maunya Yu. Ada yang dia harapkan. Nanti kalau suatu hari dia minta sesuatu yang berharga dari kamu, kamu jadi nggak bisa nolak." Daddy menjabarkan "Emangnya semua laki-laki jahat ya daddy?" "Ada yang baik ada yang jahat. Kalau belum kenal betul kan kita nggak tau dia baik atau jahat. Jadi Ayu mesti hati-hati sama laki-laki." "Kalau kak Juna?" "Termasuk Juna, kamu juga harus hati-hati. Kita belum kenal betul bagaimana Juna, bagaimana keluarganya. Waspada itu harus Yu." "Intinya kamu jangan nerima pemberian dari laki-laki yang tidak ada hubungan keluarga dengan kamu. Ngerti?" "Ngerti daddy" "Kamu harus seperti ibu, dulu ibu nggak pernah mau nerima pemberian daddy sampai daddy melamar ibu" "Bahkan daddy dulu sampai berkorban nyawa buat ibu baru ibu percaya sama daddy. Ayu inget nggak dulu daddy pernah dirawat di Rumah Sakit?" Tambah Sarah. "Iya inget." "Sekarang udah malam, kamu ke kamar terus tidur ya." "Ok" Ayu melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. "Mas, nggak terlalu kejam tuh ngelarang Arjuna ketemu Ayu?" "Sayang kamu inget nggak dulu aku pernah jahat banget ke kamu? Mas takut si Juna suatu saat bisa seperti itu." "Mas masih inget terus kejadian itu ya, aku udah maafin dari dulu loh." "Sampai sekarang kalau inget itu, mas nyesel banget. Mas nggak mau Ayu ngalamin hal buruk apapun" "Makasih mas sudah sayang Ayu seperti anak kandung mas sendiri" Cup! Sarah mengecup bibir Satria. Satria membalasnya dengan ciuman yang dalam. Sepasang suami istri yang sudah menikah lebih dari 5 tahun itu hanyut dalam gairah. Entah bagaimana prosesnya Sarah sudah ada di pangkuan Satria. Tangan Satria bergerilya di tubuh istrinya. "Mas jangan di sini nanti ketahuan anak-anak" "Hm...." mata Satria berkilat penuh gairah. Lalu ia berdiri memangku istrinya. Sarah melingkarkan kakinya di pinggang suaminya. Mereka menuju ke kamar. ■□■□■ Minggu pagi yang cerah. Sarah, Satria dan ketiga anak mereka melakukan jogging keliling komplek. Mereka berhenti sejenak di lapangan. "Daddy bisa main basket nggak?" Tanya Hana "Bisa dong, dulu daddy pas SMA paling jago basket." "Ajarin Hana daddy" "Hanif juga mau belajar main basket" Satria mengajari Hana dan Hanif mendribel bola dan mengoper bola. Saat memasukkan bola ke dalam ring Hana digendong ayahnya karena ring basket yang tinggi Hana kesulitan jika tidak digendong. Beberapa kali Hana dan Hanif memasukkan bola ke dalam ring. Arjuna memanaskan motornya. Ia bersiap-siap menuju sekolah untuk latihan basket. Pekan depan tim basketnya akan bertanding melawan sekolah lain. Arjuna melihat ke arah lapangan basket. Ia melihat Satria dan kedua anaknya bermain basket sementara Ayu dan ibunya duduk di pinggir lapangan memberi semangat. Gue punya ide. Seakan ada lampu menyala di kepala Arjuna. Arjuna menghampiri Satria. "Om tanding yuk! Siapa yang paling banyak masukin bola ke dalam ring dalam 15 menit menang. Gimana?" "Boleh" "Tapi kalau saya menang saya mau minta hadiah. Hadiahnya boleh ketemu Ayu." "Nggak, mending saya nggak usah tanding sama kamu." "Om takut? Yah wajar sih pria tua kayak Om pasti kalah sama anak muda kayak aku." "Apa? Kamu bilang saya tua?" "Emang Om udah tua kan? Stamina Om pasti udah jelek. Nge shoot bola beberapa kali juga ngos-ngosan." "Eh jangan sembarangan ya, usia boleh lebih tua dari kamu tapi Om rajin olah raga. Lari sepuluh kali keliling komplek ini juga Om masih kuat. Kalau cuma nge shoot beberapa kali doang sih kecil" "Jangan ngomong doang Om, ayo buktiin lawan saya!" Satria menengok pada Sarah. Sarah menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju. "Atau Om emang nggak bisa maen basket? Bukan cuma masalah stamina kan?" Arjuna tersenyum mengejek "Kamu merendahkan saya?" Satria mulai emosi. "Udahlah kalau Om nggak mau nggak pa-pa. Saya nggak mau maksa orang yang sudah tua." Arjuna mengejek. "Daddy ayo lawan kak Juna, daddy katanya jago main basket!" Kata Hana "Ayo daddy, Hanif pengen lihat!" "Ok, kita tanding. Ngalahin anak muda model kamu sih gampang." "Sip. Siap-siap ngijinin saya ketemu Ayu ya Om" "In your dream!" Arjuna menyerahkan Ponselnya pada Ayu. Ia sudah menyetel ponselnya untuk hitung mundur selama 15 menit. "Kamu jadi jurinya." Arjuna mengerling dan dibalas dengan wajah cemberut Ayu. Permainan pun dimulai, berkali-kali Arjuna berusaha melempar bola ke arah ring namun selalu dapat dihalangi Satria. Begitupun dengan Satria yang mengalami kesulitan memasuki bola ke dalam ring. Di pinggir lapangan Hana dan Hanif menyemangati ayah mereka dengan terikan-teriakannya. Sementara Ayu dan Sarah menatap tidak suka pada pertandingan itu. Pertandingan sudah berjalan 10 menit namun belum satu bola pun yang bersarang ke dalam ring. Keduanya sama kuat. Namun usia Arjuna yang masih muda akhirnya menjadi penentu. Saat Satria sudah mulai kelelahan Arjuna berhasil memasukkan bola ke dalam ring di detik-detik terakhir. Waktu sudah habis. Sarah menatap kecewa pada suaminya bukan kecewa karna kalah tapi kecewa karna mengiyakan ajakan bertanding Arjuna. Hana dan Hanif pun merasa sedih. Ayu pun memasang wajah kesalnya. "Sepertinya saya layak dapat hadiah ya Om" "Saya izinkan kamu ketemu Ayu dengan berbagai syarat. Pertama ketemu hanya seminggu sekali. Kedua bertemu hanya boleh di rumah saya tidak boleh membawa Ayu kemanapun. Ketiga selama kalian bertemu harus di bawah pengawasan saya ataupun istri saya. Keempat kalau Ayu menolak bertemu kamu harus pulang tidak boleh memaksa. Kelima tidak memberikan apapun untuk Ayu." "Ada lagi Om syaratnya?" "Nantangin kamu?" "Nggak Om, mana berani saya sama calon mertua." Arjuna terkekeh. Arjuna menghampiri Ayu yang masih cemberut. Ayu menyerahkan Ponsel ke tangan Arjuna. "Makasih ya udah jadi juri, sampai jumpa minggu depan. Biar cemberut aku tetap suka kok" Arjuna tersenyum penuh kemenangan. Keluarga Satria kembali ke rumah mereka dengan raut kecewa. Sepanjang perjalan tidak ada yang membuka suara. Sampai di rumah semua anggota keluarga langsung menuju kamar masing-masing. "Aku kecewa sama mas, bukan karena mas kalah tapi mas mempertaruhkan nasib anak di pertandingan konyol itu" "Maafin mas sayang, mas emosi." "Sama bocah ingusan aja kepancing." "Tapi mas kan sudah kasih banyak syarat sama Juna." "Bukan syaratnya tapi mas yang mengiyakan tantangan itu. Itu yang bikin aku kecewa. Boys will always be boys!" Blam! Pintu kamar mandi dibanting Sarah setelah ia masuk ke dalam. Satria berdiri di depan pintu kamar mandi. Terdengar suara gemericik air dan suara sikat yang beradu dengan lantai. Sarah memang selalu meluapkan kekesalannya dengan menyikat kamar mandi dan yang bisa dilakukan Satria adalah menunggu istrinya hingga emosinya mereda. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD