Membela Saudara

1096 Words
Hana duduk di depan kelasnya tepat di sebelah rak sepatu. Hana terlihat sedih, Hanif menghampiri. "Hana, pake sepatunya sebental lagi ibu jemput." "Hiks....hiks....hiks" "Hana kok malah nangis?" "Sepatu Hana ilang..." "Kok bisa ilang?" "Diumpetin Gilang" Gilang... awas ya! Hanif membatin "Ayo Hanif bantu caliin." Hanif dan Hana berkeliling mengecek tiap rak sepatu yang ada di sekolah itu. Akhirnya mereka menemukan sepatu Hana di rak sepatu milik kelas lain. Keesokan harinya seperti biasa mereka menunggu ibunya menjemput. Hana dan Hanif duduk di lobby sekolah. "Aaaa.... cepatu Gilang kotol banyak tanahnya." Teriak Gilang Hana dan Hanif mendengar teriakan Gilang dan menoleh. "Hehehe... lasain" Tawa Hanif pelan. □■□■□ "Hanif, tadi ibu dipanggil bu guru di sekolah kata bu guru kamu masukin tanah ke sepatunya Gilang. Betul begitu?" "Iya bu" "Kenapa Hanif berbuat begitu?" "Gilang umpetin sepatu Hana sampai Hana nangis ibu, jadi Hanif bales." "Kamu belain Hana sebagai saudara itu hal yang baik, tapi sebaiknya pas Hana nangis kamu lapor dulu ke bu guru biar bu guru yang hukum Gilang. Ya Hanif?" "Iya daddy" "Udah minta maaf ke Gilang?" "Udah" "Gilang juga udah minta maaf ke Hana" kata Hana. ■□■□■ Seperti biasa di sore hari Ayu menemani kedua adiknya bermain sepeda keliling komplek. Sampai di lapangan mereka melihat anak-anak kecil bermain sepak bola. "Hanif mau ikut maen bola kak Ayu." "Yaudah ke sana aja, kakak sama Hana nunggu di deket lapangan ya." "Ok" Hanif berjalan menghampiri anak-anak yang bermain bola. Hanif langsung bergabung dengan salah satu tim. Permainan berlangsung sangat seru. Tibalah saat Hanif menendang bola, ia menendang sangat keras sampai keluar kapangan dan masuk ke pekarangan rumah. Prang! Bola yang ditendang Hanif memecahkan kaca rumah itu. Seorang wanita tua keluar dari rumah itu. "Hei siapa yang nendang bola sampe kaca pecah? Ayo ngaku!" Wanita tua itu teriak dengan mata melotot. Anak-anak yang bermain bola gemetar. Wanita tua itu memang terkenal galak. Ayu menghampiri Hanif. "Hanif ayo mengaku, terus minta maaf." Ayu membisiki Hanif "Hanif takut kak" "Dasar anak-anak nakal, nggak ada yang ngaku juga! Saya lapor pak RT biar kalian nggak boleh main bola lagi!" Wanita tua itu teriak dari balik pagar rumahnya. "Hanif kata Daddy kalau berbuat salah harus minta maaf dan tanggung jawab. Ayo kakak temenin." Ayu menggandeng Hanif berjalan ke rumah wanita tua itu. Hanif berjalan tersendat-sendat. "Hanif ayo minta maaf!" Ayu berkata halus "Mm... Hanif ... minta...maaf nek. Hanif.. yang ...nendang bolanya." Hanif berkata takut. "O jadi ini biang keroknya?" "Maafkan adik saya nek, ia tidak sengaja." Kata Ayu "Kalau sudah begini ngaku tidak sengaja." Wanita tua itu marah. Hanif memegang tangan Ayu erat sambil menunduk. "Mohon maafkan adik saya, ia memang tidak sengaja. Kami akan tanggung jawab" kata Ayu. "Tanggung jawab? anak kecil kayak kamu emang punya duit buat ganti kaca yang pecah?!" Wanita tua itu sinis. "Kami akan pulang bilang pada ibu dan daddy untuk mengganti kaca nenek" Ayu menjelaskan. "Pulang? Sudah pecah gini mau pulang. Kabur itu namanya. Tanggung jawab dong!" "Tanggung jawab seperti apa yang nenek maksud?" Ayu bertanya. Air mata Hanif mulai mengalir. Hana yang ada di sebelah Hanif ikut menunduk. "Bersihkan semua kaca rumah saya!" "Maaf nek, adik saya hanya memecahkan 1 kaca saja. Kami akan membersihkan pecahan-pecahan kacanya. Kaca lain yang kotor bukan tanggung jawab kami!" Ayu berkata tegas. "Anak kecil pintar ngomong kamu! Bersihkan pecahan kacanya!" Wanita tua itu menunjuk sapu dan pengki yang ada di sudut halaman. Ayu, Hanif dan Hana membersihkan pecahan kaca yang berserakan. Ayu memungut pecahan kaca yang ada di sudut yang sulit dijangkau sapu. "Aww" jari ayu tergores pecahan kaca. Sebuah motor ninja kawasaki berhenti tepat di depan rumah wanita tua itu. Seorang remaja turun dari motornya lalu melepas helmnya. "Ayu, Hana, Hanif lagi ngapain?" Arjuna yang masih memegang helmnya bertanya. "Tadi Hanif mecahin kaca pake bola" Hana melihat ke arah Juna. Arjuna menaruh helmnya di atas motor lalu masuk menghampiri mereka. "Ayu, kamu ngapain?" "Bersihin pecahan kaca" Ayu menjawab tanpa melihat ke arah Arjuna. Arjuna lalu membantu memunguti pecahan kaca. "Nak ganteng ngapain?" "Ini Oma bantuin teman saya" teman yang dekat di hati. Lanjut Arjuna di hatinya. "Anak bandel nggak usah dibantu nak ganteng" "Oma mereka nggak bandel, Hanif ini pasti nggak sengaja mecahin kaca Oma." "Nggak bandel gimana, kaca Oma sampe pecah." "Tapi mereka tanggung jawab kan Oma, jadi mereka anak baik." "Mereka baru bersihin pecahan kacanya aja nak ganteng, belum bisa dibilang tanggung jawab wong kaca Oma belum diganti." Arjuna mengeluarkan sepuluh lembar uang berwarna merah yang baru saja diambilnya dari mesin ATM. "Segini cukup buat ganti jendela Oma yang pecah?" "Wah nak ganteng bukan cuma ganteng tapi baik hati." Oma menerima uang Arjuna lalu mencubit pipi Arjuna. Nenek genit. Batin Ayu "Kak Juna nggak usah bayarin biar nanti Daddy yang kasih uangnya ke nenek." Ayu menolak. "Saya ikhlas kok, nggak pa-pa. Uang saya masih banyak." Arjuna menunjukkan dompetnya. "Nggak usah kak kami nggak mau berhutang" "Itu bukan hutang Ayu, nggak usah diganti." Arjuna ngotot. "Nek, pecahan kacanya sudah selesai kami bersihkan dan sudah dibuang ke tong sampah. Kami pamit pulang." Ayu, Hana dan Hanif keluar pagar. Lalu menaiki sepeda mereka. "Aww!" Ayu meringis. Lukanya mengeluarkan darah saat jarinya menekan stang sepeda. "Kenapa Yu?" Arjuna mendekat. "Ng.. nggak pa-pa" "Jari kamu berdarah gitu kok nggak pa-pa. Ayo ke rumah tante Winda dulu aku obatin." "Nggak usah kak kami langsung pulang aja." "Kamu nggak akan bisa naek sepeda kalo berdarah gini" Arjuna memegang tangan Ayu. Lalu menarik Ayu menuju rumah tantenya yang ada di sebelah rumah wanita tua itu. "Bi, bikinin minum 4!" Arjuna memerintah asisten rumah tangga di rumah itu. "Aku ambil kotak P3K dulu, kalian duduk di sini dulu." Arjuna masuk ke dalam. Ayu, Hana dan Hanif duduk di sofa putih. Bibi datang lalu menaruh gelas berisi es sirop di hadapan mereka. Hana dan Hanif langsung meminum es sirop itu. Tidak lama Arjuna datang membawa kotak P3K. Ia membersihkan luka di jari Ayu lalu memasang plester. "Terima kasih kak. Nanti Ayu bilang Daddy supaya mengganti uang kakak." "Tadi kan sudah kubilang nggak usah diganti Ayu sayang." Ayu kaget dengan sebutan sayang yang keluar dari mulut Arjuna. "Hu...hu...hu..." "Hanif kenapa nangis?" Tanya Ayu " Hanif takut daddy malah. Daddy pasti malah kak, Hanif udah nakal." Ayu mensejajarkan dirinya dengan Hanif lalu menangkup wajah Hanif dengan kedua tangannya. "Daddy nggak akan marah, kakak akan bantu jelaskan ke daddy. Kakak jamin daddy nggak akan marah." Ayu meyakinkan Hanif. "Benel?" "Bener, kakak sayang Hanif." Ayu memeluk Hanif "Hanif juga sayang kak Ayu" Sama adik-adiknya aja dia sayang banget apalagi sama anak kami nanti. Anak kami? OMG pikiran gue udah kejauhan. Arjuna membatin. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD