“Raka.” Zefanya berdiri di ambang pintu dengan napas tersekat serta mata membulat terkejut. Di depannya, di dalam kamar mandi, Raka berdiri dengan ekspresi hampir sama. Menggenggam benda pipih dengan dua garis biru di tengahnya dengan tatapan nanar sekaligus bingung. “Ze, ini ... ini punya siapa?” Akhirnya, pertanyaan itu keluar dari mulut Raka. Matanya skeptis menatap Zefanya bergantian dengan alat tes kehamilan di tangannya yang ia temukan di tempat sampah barusan. “Ini tidak mungkin punya Cherry, kan? Atau ....” Zefanya menghela napas dalam, lalu memejamkan mata dengan lirih. Mungkin, ini saatnya ia harus jujur dan mengatakan semuanya pada Raka. Meski sejujurnya Zefanya tidak ingin hari ini, apalagi pada detik ini juga. Namun, dia tidak memiliki pilihan sekarang. Hidup sudah merampas

