Chapter 4

2056 Words
Aku melihat “dia” orang yang aku sukai. Ternyata yang membunyikan lonceng adalah "dia". Dia tepat berdiri hanya beberapa langkah didepanku. Dia tersenyum dan aku membalas senyumnya. "Aku melihatmu didalam kereta kemarin siang. Siapakah namamu murid baru?” tanya “dia” seraya berjalan kearahku dan menatapku lembut. "Namaku Lin Hao, siapakah nama kakak?" jawabku malu malu. "Perkenalkan namaku Shi Kang, panggil saja aku Kang,” ucapnya dengan lembut. Sepertinya mukaku mulai memerah. Gawat ini. Suaranya terdengar begitu gagah dan berwibawa. Wajahnya tampan. Maafkan aku Pengawal Chen, aku tidak bisa menjaga hatiku, aku menyukai dirinya. Jantungku berdegup kencang. Semoga dia tidak menyadari kalau wajahku memerah. "Lin Hao, ayo cepat, kita harus segera masuk kelas,” ajak Kang dengan suara lantang. Dengan sedikit kebingungan karena terlalu takjub, aku mengikuti langkahnya menuju ruang kelas. Kami duduk di meja yang bersebelahan di deretan tengah. Aku ingin memandangnya sekali lagi. Aku mencuri pandang untuk sekedar mengagumi dirinya. Tiba tiba Guru Liu memanggilku untuk maju kedepan dan memperkenalkan diri. Setelah memperkenalkan diri aku kembali ke mejaku. Hari itu pelajaran berlangsung cukup lama. Materi yang aku dengar hari ini telah aku pelajari sebelumnya. Waktu istirahat tiba, semua murid tiba tiba mengerumuniku, masing masing mereka memperkenalkan dirinya. Tapi ada satu orang yang cukup menarik membuatku bertanya tanya karena sekilas raut dan bentuk wajahnya mirip dengan Kang. Bahasa tubuhnya mengisyaratkan bahwa dia lebih dewasa dari Kang. Setelah selesai sesi perkenalan, Kang dan pria itu berjalan mendekatiku, lalu Kang mengenalkan aku pada pria tersebut. Ternyata dia adalah kakaknya Kang. Namanya Huang. Oh pantas saja mereka mirip batinku. Kemudian mereka mempersilahkan aku keluar kelas dan kami berjalan menuju aula ruang makan. Suara di aula terdengar sangat berisik dan riuh. Aku bergegas mengambil makananku dan menuju tempat duduk yang telah teman teman sediakan. Aku lihat Kang dan kakaknya duduk diujung. Mereka memisahkan diri, tapi ada beberapa pria yang duduk bersama mereka namun aku tidak melihat mereka di dalam kelas tadi. Sambil menikmati makan siang, tiba tiba beberapa dari temanku bertanya dengan suara yang cukup keras menurutku mungkin bisa terdengar hingga ke ujung aula. "Lin Hao, kudengar bahwa kau adalah tuan muda dari ibukota?" tanya salah seorang temanku. "iya,” jawabku percaya diri. Masih dengan rasa penasaran yang tinggi dia bertanya lagi " Kulihat postur tubuh, bentuk wajah, raut wajah dan suaramu tidak seperti pria pada umumnya. Kau terlalu imut untuk wajah seorang pria. Dan kau juga terlalu lemah gemulai. Apakah kau ini benar benar pria? atau kau adalah anak kesayangan ibumu sehingga kau dididik tidak seperti anak laki laki pada umumnya?" Kulihat semua mata tertuju padaku, tidak terkecuali Kang dan kakaknya. “Oh tidak ... apakah mereka menyadari penyamaranku. Apa yang harus kujawab?” (gumamku dalam hati). Sambil berpikir keras tiba tiba Kang menghampiri meja kami dan membantuku menjawab semua pertanyaan tadi. Dia berkata bahwa aku adalah benar benar pria, yang pertama adalah karena aku terlihat berdada rata, lalu yang kedua dia berkata bahwa mana mungkin seorang wanita akan bersedia masuk kedalam Perguruan Dao untuk belajar dan hidup sederhana jauh dari kenyamanan rumah. Akhir dari pembelaannya untukku diiringi dengan tawa yang keras oleh seisi ruangan. Lega sekali rasanya, untung saja penyamaranku tidak terbongkar. Terima kasih Kang, memang tidak salah aku menyukaimu. Setelah kejadian menghebohkan di aula makan beberapa saat yang lalu, aku langsung menghabiskan makan siangku dalam hitungan menit tanpa menoleh kiri dan kanan. Hatiku berdebar debar. Pikiranku kacau dipenuhi oleh satu pertanyaan yakni bagaimana jika penyamaranku terbongkar? Apa yang akan terjadi selanjutnya? aku harus lebih hati hati, tapi ini baru saja hari pertama. Bagaimana dengan hari selanjutnya?. Biarlah yang harus terjadi terjadilah, kuikuti kemana takdir akan membawaku. Pelajaran selanjutnya adalah permainan kecapi. Semua murid diminta membawa kecapinya masing masing dan berkumpul di Taman Barat. Aku bergegas kembali ke kamar dan segera mengambil kecapiku. Kulihat Pengawal Chen tetap mengawasiku dari jauh, Dong Mu duduk disebelahnya. Namun aku tidak melihat Dong Mei. Setelah aku memegang kecapiku, aku bergegas keluar kamar dan berjalan menuju Taman Barat. Kulihat semua murid sudah mengambil posisi duduknya masing masing. Lalu aku mencoba melihat sekeliling apakah ada tempat duduk yang masih tersisa untukku. Ketika sedang memantau sekeliling, aku mendengar seseorang memanggilku "Lin Hao, kemarilah, duduklah bersama kami,” seru Kang sambil melambaikan tangannya kearahku. Aku cukup terkejut dengan panggilannya. Tapi aku tidak menyembunyikan perasaan bahagia ini. "Baiklah aku kesitu,” jawabku. Lalu aku berjalan menuju kearahnya. Aku duduk disebelahnya, kuletakkan kecapi yang kubawa tadi tepat persis di sebelah kecapi Kang. Kutengok kearahnya dan aku mengucapkan terima kasih kepadanya. Kulihat Kakak Huang pun duduk disebelah Kang, dia menatapku dan tersenyum. Aku pun membalas senyumnya. "Bukankah kita ini sudah menjadi teman? sudah sepatutnya saling menolong diantara sesama teman, bukankah begitu Lin Hao?" Kang bertanya dan terlhat senyum simpul di wajahnya. "Ya kau benar, kalau kau butuh sesuatu jangan sungkan untuk memberitahuku,” jawabku "Baiklah,” jawab Kang. Kulihat Guru Liu sudah berdiri di hadapan kami semua, lalu beliau berkata pelajaran hari ini adalah mengenal nada dan melodi dari permainan kecapi. Semakin baik melodinya, maka semakin bagus nilai yang akan kami dapat. Mendengar hal tersebut, aku tersenyum simpul, ini hal yang tidak sulit pikirku, karena aku sudah mempelajari ini semua saat aku di dalam istana. Rasanya tidak sabar untuk segera menampilkan keahlianku. Kemudian Guru Liu berkata akan memanggil kami satu persatu untuk maju ke depan. Setelah beberapa orang murid maju dan menampilkan keahliannya masing masing. Tibalah saatnya Kakak Huang yang maju. Dia berdiri dan membawa kecapinya maju kedepan. Sesaat kemudian dia mulai memainkan kecapinya. Wah indah sekali. Dia seperti membawa kami semua ke area taman yang penuh bunga dan rasanya damai sekali. Kakak Huang memang luar biasa. Selanjutnya adalah giliran Kang untuk maju kedepan "Nikmatilah permainan kecapiku Lin Hao,” bisik Kang ke telingaku. "Ahh iya,” jawabku malu malu. Sepertinya wajahku memerah seketika, kupegang dadaku memastikan jantungku tetap pada tempat seharusnya, sebab aku merasa jantungku seolah melompat keluar dari dadaku. Suaranya begitu lembut. Serasa berada di kahyangan tingkat ketujuh, padahal aku hanya mendengar suaranya. Aku yakin inilah yang namanya jatuh cinta. Tidak lama terdengar alunan permainan kecapi Kang. Sungguh luar biasa, permainan kecapinya tidak kalah indah dari permainan kecapi Kakak Huang. Alunan melodinya sangat indah dan terdengar lembut. Dan Kang pun terlihat sangat tampan ketika sedang memainkan kecapinya. Lebih baik aku mengagumi sosoknya yang sedang bermain kecapi di hadapanku. Sepertinya wajahku memerah, kupegang pipiku dan itu terasa agak panas. Aku benar benar telah jatuh cinta. Akhirnya permainan kecapi Kang selesai. Giliranku dipanggil kedepan oleh Guru Liu untuk tampil. Aku berdiri, mengangkat kecapiku dan berjalan kedepan. Aku menaruh kecapiku di meja yang telah disiapkan di hadapanku. Lalu aku mulai memainkan kecapiku. Aku berharap mereka menyukai permainan kecapiku. Kupejamkan mataku sambil tanganku terus menyentuh senar senar dari kecapi sambil kubayangkan diriku sedang berada di sebuah taman bunga dimana aku dan Kang duduk di paviliun kecil sambil menikmati bunga teratai yang sedang mekar. Ditengah permainan kecapiku, aku melirik kearah Kang, kulihat dia sedang memperhatikanku. Ahh senangnya. Sesaat kemudian permainan selesai, aku kembali ke tempat dudukku. Lalu Kakak Huang dan Kang berkata kalau permainan kecapiku sangat indah. "Jangan memujiku lagi Kang, aku akan semakin menyukaimu setelah ini,” (gumamku dalam hati). Tidak terasa kelas berakhir juga. Guru Liu meminta kami untuk makan malam terlebih dahulu sebelum kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat. Tapi aku sudah lelah. Aku ingin mandi. Aku akan menyuruh Dong Mei untuk mengambilkan makanan untukku. Lalu aku pamit pada Kakak Huang dan Kang. Setibanya di kamar, Dong Mei langsung menyambutku. Aku memintanya untuk menyiapkan air mandi untukku. Tidak berapa lama bak mandi telah tersedia. Aku segera berendam, kusandarkan punggungku ke tepian bak, kupejamkan mataku, sambil menghela nafas aku membayangkan wajah Kang dan sosoknya saat dia bermain kecapi tadi. Entah kenapa semakin membayangkannya, hatiku semakin sakit melihat kemungkinan rasa ini kedepannya. Berbagai kemungkinan berkecamuk dalam pikiranku. Kalau aku tetap memaksakan kehedakku, itu artinya aku harus siap mati. Akan tetapi kalau aku tidak meneruskan rasa ini, kembali ke istana, menunggu datangnya lamaran dari Kerajaan Qin, lalu menikah dengan salah satu dari pangeran. Akahkah aku bahagia? Tidak adakah pilihan yang adil untukku? Jika aku memilih pilihan yang kedua artinya aku harus melupakan Kang, mengubur rasa ini dalam dalam. Ketika sedang menikmati berkecamuknya pikiranku, tiba tiba aku dikejutkan oleh suara Dong Mei yang berjalan kearahku. Dong Mei memberitahuku untuk segera keluar dari bak mandiku sebelum makan malamku menjadi dingin. Aku bergegas keluar dari bak mandi, mengambil pakaianku dan berjalan menuju meja makan. Aku melihat terhidang berbagai macam makanan seperti di istana. "Dari mana makanan ini?" tanyaku pada Dong Mei. "Tuan Muda, aku yang memasaknya sore tadi khusus untukmu, agar tuan muda senantiasa kuat dan sehat, dan lagi agar tuan muda tidak merasa merindukan rumah, maka aku memasak ini semua,” jawabnya. "Aduh, apakah kau tahu bahwa ini bisa berbahaya bagi kita semua? mereka akan berpikir bahwa aku seorang yang manja, dan mengkhususkan diriku dengan makanan yang lain daripada yang lain. Seharusnya kau mengambilkanku makanan yang ada di aula makan,” ujarku sedikit kesal. "Ah, maaf tuan muda. Dong Mei bodoh dan sungguh tidak berguna. Aku tidak dapat berpikir sampai sejauh itu. Maafkan aku tuan muda,” jawab Dong Mei sambil menangis. "Sudahlah, berdirilah, mari makan bersama sama. Panggillah Pengawal Chen dan Dong Mu untuk makan bersama kita. Jangan kau ulangi lagi kejadian seperti hari ini. Apakah kau mengerti Dong Mei?" tanyaku. "Aku mengerti, tuan muda,” jawab Dong Mei. Kemudian Dong Mei keluar dari kamar, kudengar suaranya saat memanggil Dong Mu dan Pengawal Chen untuk ikut makan bersamaku. Malam itu kami makan berempat. Aku tidak begitu banyak bicara. Suasana makan begitu hening. Tiba tiba keheningan di meja makan terpecah oleh pertanyaan Pengawal Chen kepadaku "Tuan Muda, tahukah anda bahwa aku mengamatimu?" tanyanya dengan tatapan tajam kearahku, sempat membuatku bergidik. "Aku tahu,” jawabku singkat. "Hari ini kulihat anda begitu dekat dengan pria yang bernama Kang itu. Tuan Muda, berhati hatilah. Aku hanya tidak ingin anda terluka. Kecil kemungkinan bagi anda untuk dapat bersama dengan orang yang anda sukai,” ucap Pengawal Chen. "Aku tahu, aku pun tidak terlalu berharap. Aku membiarkan diriku menikmati saat saat ini, menikmati apa yang masih bisa untuk dinikmati, sebelum aku dipanggil kembali ke istana. Aku berterima kasih atas perhatianmu Pengawal Chen,” jawabku. "Tuan Muda dapat mengandalkanku,” ucapnya. "Terima kasih Pengawal Chen,” jawabku. Setelah selesai makan, Aku naik keatas tempat tidur, kupegang plakat Giokku sewaktu aku di istana "Andai saja aku bukan seorang tuan putri,” (gumamku dalam hati). Kurebahkan diri diatas kasur, menghela nafas panjang, kubayangkan diriku tahun depan akan berada di Kerajaan Qin entah sebagai istri pangeran atau permaisuri. Berat rasanya hati ini. Lalu aku mendengar mereka pamit padaku dan memintaku untuk segera beristirahat. Tidak lama aku pun mulai mengantuk dan kupejamkan mata. Aku seperti dibawa ke alam mimpi. Kulihat Kang dihadapanku, wajah kami saling berhadapan begitu dekat. Dia memanggil namaku "Fei Er, aku mencintaimu" "Aku juga mencintaimu, Kang” Sedetik kemudian dia mendekatkan bibirnya kearah bibirku, kami berpelukan dan dia menciumku. Ciuman itu terasa manis dan lembut, dan itu terasa nyata. Aku dapat mendengar deru suara nafasnya. Nafas kami berdua terdengar berat. Kami berciuman cukup lama. Aku dapat merasakan lidahnya didalam mulutku. Lalu aku mendengar dia memanggilku Fei Er beberapa kali. Aku pun membalas panggilannya "Kang, tahukah kau kalau aku menyukaimu?" "Aku tahu Fei Er" Tiba tiba aku seperti mendengar suara ayam jantan berkokok diluar kamarku. Aku terbangun dan terkaget kaget. Kupegang bibirku dan teringat mimpi tadi malam. Oh tidak, aku pasti sudah gila, tidak mungkin itu terjadi. Apakah aku sebegitu mengiginkannya hingga dia terbawa dalam mimpiku? Fei Er, kau pasti sudah tidak waras. Tapi ciuman itu terasa nyata. Aku tersenyum senyum sendiri diatas tempat tidur, sedetik kemudian aku dikagetkan oleh Dong Mei. Dia mendekatkan wajahnya kearahku. Dia mulai menggodaku "Tuan Muda, muka anda memerah dan anda senyum senyum sendiri, pasti ada yang membuat anda begitu bahagia, apakah tuan muda mau menceritakannya kepadaku?" tanyanya penasaran. "Aku memimpikan Kang kemarin malam” "Mimpi yang seperti apa tuan muda?" "Apakah kau benar benar ingin tahu? Tapi jangan sampai Pengawal Chen dan Dong Mu mengetahui mimpiku, apakah kau setuju? jika kau setuju aku akan menceritakannya" "Baiklah aku berjanji tidak akan menceritakan ini kepada siapa siapa" "Aku bermimpi Kang menciumku. Wajah kami begitu dekat. Ciuman itu terasa nyata. Aku bahkan dapat mendengar suara nafasku sendiri" "Hah!!... anda tidak boleh begitu tuan muda" "Ah sudahlah lupakanlah apa yang barusan aku ceritakan padamu Dong Mei" "Ayo bantu aku bersiap siap,” ajakku pada Dong Mei
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD