Chapter 3

2265 Words
Tapi sejenak aku tersadar dan berpikir bukankah di Perguruan Dao semuanya adalah pria? Karena wanita tidak diperbolehkan pergi belajar ke sebuah perguruan. Pantas ayah memintaku menyamar sebagai laki laki. Bukankah itu sama saja artinya bagai "Perawan di Sarang Penyamun". “Kenapa harus aku yang dikirim belajar kesana? Mengapa bukan Kakak Yang Ping? tapi mungkin ini kesempatanku untuk belajar berbagai hal baru diluar sana. Lagipula aku tidak perlu takut karena ayah akan memberiku tambahan pengawal,” (gumamku dalam hati). Akhirnya hari yang dinanti nantikan tiba. Apalagi kalau bukan upacara kedewasaan. Aku bangun pagi sekali. Dong Mei membantuku mandi, dia menggosok punggungku. membasuh kepala dan badanku. Rasanya segar sekali. Selesai mandi Dong Mei dan beberapa pelayan wanita membantuku mengenakan pakaian, menata rambut, serta merias wajahku. "Tuan Putri Fei Er benar benar cantik dan imut. Jangan jangan tuan putri adalah titisan Dewi Chang Er. Sebab menurut kepercayaan masyarakat Wei, setiap 100 tahun akan ada 1 titisan dewa yang lahir ke dunia. Mungkin anda adalah salah satunya tuan putri,” ucap salah satu pelayan wanita. "Kalian terlalu memuji. Tapi terima kasih atas pujiannya,” jawabku dengan sedikit tersenyum. “Sejujurnya aku senang mendengar pujian kalian,” (gumamku dalam hati seraya menatap diri sendiri di kaca dan sedikit berbangga diri). Setelah selesai semua urusan merias diri. Aku, Dong Mei dan semua pelayan wanita bergegas menuju aula utama. Tidak berapa lama kemudian kami sampai di depan pintu aula utama. Kulihat semua anggota keluarga sudah berkumpul. Aku bergegas berjalan menuju ke tengah aula. Lalu membungkuk dan memberi salam kepada Ibu Suri, ayah, ibu, Selir Hu, Selir Lin, Kakak Xu dan Kakak Yang Ping. Berikutnya aku diminta bersujud ditengah aula tepatnya didepan patung Sang Buddha. Tidak berselang lama Biksu Kepala mengucapkan doa dan meminta berkat kepada Sang Buddha untukku dan juga untuk Kerajaan Wei. Selesai doa, semua anggota keluarga menghampiri dan memberikanku banyak hadiah, begitu juga dengan para pejabat yang hadir disitu, mereka ikut memberikan doa, ucapan selamat dan hadiah. Dapat dikatakan aku menerima banyak sekali hadiah yang indah dan menakjubkan. Betapa senangnya hati ini. Selesai upacara, seperti biasa dimulailah perayaan di halaman depan istana. Terdengar iringan musik nan indah, para penari, makanan yang beraneka macam dan tidak ketinggalan juga arak yang selalu ada dalam setiap pesta. Nampaknya semua orang begitu menikmati perayaan malam ini. Menjelang tengah malam, aku pamit untuk beristirahat meski pesta belum berakhir. Sesampainya dikamar tidur aku langsung merebahkan diri diatas tempat tidur. Rasanya lelah sekali. Kemudian dalam pikiranku terlintas kehidupan yang akan segera aku jalani diluar jauh dari kenyamanan istana. “Dapatkah aku bertahan hidup diluar sana? ah … lebih baik aku beristirahat sekarang daripada lelah berpikir. Aku akan menjalani apapun yang memang harus aku jalani,” (gumamku dalam hati). Hari keempat setelah upacara kedewasaan diselenggarakan. Tibalah hari dimana aku harus segera berangkat ke Perguruan Dao. Entah kenapa hati ini sedih sekali. Seharusnya aku bahagia tapi kenapa aku sedih. Kereta kuda menunggu di depan gerbang istana, semua barang dan keperluanku sudah dimasukkan kedalam kereta. Semua anggota keluarga mengantarku hingga depan gerbang istana. Dong Mu, Dong Mei serta Pengawal Chen pergi bersamaku ke Perguruan Dao. Kemudian aku berpamitan pada mereka semua dan bergegas menaiki kereta. Kereta kuda mulai berjalan perlahan dan mulai menjauh, aku hanya bisa melihat mereka dari kejauhan. Tanpa terasa air mata mengalir jatuh dari pelupuk mataku. “Aku harus bisa dan kuat. Ketika pulang nanti aku harus membuat ayah bangga padaku,” (gumamku dalam hati). Selanjutnya dari Ibukota menuju Perguruan Dao menempuh jarak yang sangat jauh, ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk tiba disana. Ini akan menjadi perjalanan yang melelahkan. 2 hari kemudian kami tiba di Perguruan Dao. Samar samar dari dalam kereta aku dapat melihat para murid yang sedang belajar. Pemandangan disini sangat indah. Udaranya sangat sejuk. Pohon pohon tumbuh tinggi menjulang. Namun ketika dalam posisi sedang menikmati indahnya alam, seketika mataku terarah menuju ke paviliun diseberang dari keretaku. Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat. Tampaklah beberapa orang pria sedang bercakap cakap di paviliun seberang. Sungguh aku hampir tidak percaya dengan penglihatanku, aku melihat sesosok makhluk ciptaan Yang Maha Kuasa yang begitu tampan, dan kurasa dia melihat kearahku dan menyadari kalau aku sedari tadi memandangi dirinya. Hatiku berdebar debar, jantungku berdetak kencang. Mata kami saling berpandangan lama sekali. Ingin rasanya aku meminta kepada penguasa waktu untuk menghentikan waktu sejenak saja agar kami dapat saling memandang. Sorot matanya yang tajam namun meneduhkan, helaian rambut hitamnya yang terkena tiupan angin, tubuhnya yang tinggi. Dia sempurna di mataku. Sambil memandang langit dan mengatupkan kedua tanganku tak lupa kumemanjatkan syukur pada Sang Buddha karena dibalik kesusahan dan kesulitan, Sang Buddha telah menyediakan penghiburan untukku (dialah laki laki tampan kedua setelah kakakku yang kulihat sepanjang 17 tahun ini). Mungkin inilah yang dinamakan "Ada pelangi sehabis badai". Tapi masalahnya adalah aku harus bertemu dengannya dalam kondisi aku sedang menyamar sebagai laki laki. Kini identitasku adalah Tuan Muda Lin Hao. Betapa kurang beruntungnya aku karena dia harus melihat diriku sebagai laki laki. Akhirnya kereta sampai di sebelah gedung Guru Liu. Aku bergegas turun dan memasuki ruangan tempat dimana Guru Liu berada diikuti oleh para pelayan. Guru Liu menghampiriku, aku membungkuk memberi hormat kepadanya "Salam tuan putri. Selamat datang di Perguruan Dao. Yang Mulia Kaisar telah memberitahukanku sebelumnya bahwa tuan putri akan datang kemari untuk belajar padaku, ini sungguh suatu kehormatan besar bagiku dan bagi Perguruan Dao. Aku akan membantu tuan putri sebaik baiknya. Tetapi karena tuan putri diminta untuk menyembunyikan identitas yang sebenarnya, maka aku akan memperlakukan tuan putri sama dengan para murid yang lain. Berhati hatilah menjaga identitasmu. Kamarmu dibagian paling kanan dari gedung asrama para murid. Bereskan dahulu barang barangmu dan beristirahatlah. Besok pelajaran akan dimulai,” ujar Guru Liu. Lalu aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada Guru Liu. Kemudian aku dan para pelayan, serta Pengawal Chen (untuk sekedar informasi Pengawal Chen adalah seorang wanita, tidak mungkin ayah akan membiarkan aku didampingi seorang pendekar pria) bergegas menuju kamar kami. Tanpa menunggu lama aku langsung berbaring ditempat tidur. Rasa lelah ini sungguh membuatku ingin lalu kealam mimpi. Samar samar aku mendengar para pelayan membereskan barang barangku. Tanpa terasa sepertinya aku tertidur cukup lama, aku membuka mata, beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela, kubuka jendela pelan pelan, lalu kulihat hari sudah malam. Langit sudah gelap hanya dihiasi indahnya bintang bintang yang bertaburan. Tidak berselang lama aku mendengar Dong Mei mengetuk pintu, aku mempersilahkan dia masuk. Dong Mei membawa air panas untuk aku mandi. Lalu dia menuangkan air itu kedalam bak mandiku. Aku segera masuk dan berendam menikmati malam dan air hangat ini. Kupejamkan mataku dan kubayangkan pria yang aku lihat siang tadi, dia begitu tampan, apakah ini artinya aku jatuh cinta padanya. Benarkah seperti ini rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama? tapi ..... aku tidak boleh jatuh cinta pada sembarang orang karena aku anggota kerajaan dan beban yang kupikul tidaklah ringan, sementara pria tadi sepertinya hanyalah seorang rakyat biasa. Ini benar benar tidak mungkin terjadi. Jika aku memaksakan kehendakku sama saja dengan mencari mati. Andaikan saja aku tidak dilahirkan sebagai seorang tuan putri. Tapi aku rasa menyukai seseorang bukanlah dosa. Setelah selesai mandi dan berpakaian, Dong Mei memberitahuku bahwa makan malam telah siap diatas meja makan. Lalu aku duduk di meja makan dan meminta Dong Mei untuk memanggil Dong Mu serta Pengawal Chen untuk makan malam bersamaku. Diluar terdengar sangat sepi, yang terdengar hanyalah suara jangkrik memecah keheningan malam. Mungkinkah semua orang sedang berada di dalam kamar mereka masing masing? Andai saja ini di dalam istana, tentu tidak akan sesepi ini. Tidak lama kemudian Dong Mu, Dong Mei dan Pengawal Chen masuk, mereka membungkuk memberi salam dan hormat, lalu aku mempersilahkan mereka untuk duduk dan makan bersamaku. Makanan yang dimasak Dong Mei sangat wangi dan terlihat menggugah selera. Sembari menikmati makan malam aku bertanya kepada mereka perihal beberapa orang laki laki yang aku lihat siang tadi di dalam paviliun seberang. Kemudian Dong Mu menjawab bahwa mungkin saja mereka adalah murid disini, sebab untuk apa tinggal disini kalau tidak untuk menimba ilmu. Itu pendapat Dong Mu. Lain halnya dengan Dong Mei, dia berpendapat bahwa sepertinya para laki laki tersebut memang murid disini tapi sepertinya mereka bukan dari kalangan rakyat biasa, mungkin saja mereka anak pejabat pemerintahan. Lalu aku bertanya pada Pengawal Chen apa pendapatnya tentang para laki laki tersebut. Ya harus kuakui memang Pengawal Chen bukanlah orang yang banyak berbicara, dia cenderung pendiam dan hanya berbicara seperlunya. Tidak lama Pengawal Chen menaruh mangkuk makannya keatas meja lalu memandangku seraya berkata : "Maafkan kelancangan hamba tuan putri, bolehkah aku bertanya sesuatu pada tuan putri?" "Silahkan Pengawal Chen bertanya,” jawabku. "Apakah tuan putri menyukai salah satu dari mereka?" tanyanya dengan tatapan muka yang serius. "Dari mana kau dapat menyimpulkan hal seperti itu?" jawabku penasaran. "Maafkan kelancangan hamba tuan putri, tapi itu semua terlihat dari raut wajah tuan putri. Wajah anda memerah, anda terlihat begitu bahagia ketika bertanya tentang mereka. Tuan Putri masih muda, begitu polos, tentu tidak dapat menyembunyikan perasaan didalam hati. Inilah yang kukhawatirkan sekarang. Identitas tuan putri saat ini adalah sebagai tuan muda bangsawan Wei. Kalau anda memiliki perasaan terhadap salah satu dari murid disini, tentu itu akan menimbulkan kecurigaan dan masalah nantinya,” ujarnya dengan mimik muka serius. Pengawal Chen melanjutkan bicaranya "Dengan wujud tuan putri yang menyamar sebagai laki laki saja saat ini mereka belum tentu mempercayai bahwa anda adalah seratus persen seorang pria karena anda terlalu cantik dan imut, kulit anda terlalu halus bagi seorang pria, postur tubuh anda pun adalah postur tubuh seorang wanita." Sambil menghela nafas panjang Pengawal Chen melanjutkan bicaranya "Hamba mohon tuan putri jagalah hati anda. Anda telah mempunyai calon suami, entah anda akan dinikahkan dengan putra mahkota atau pangeran. Jodoh anda telah ditentukan, dan itu adalah kewajiban anda sebagai anggota keluarga kerajaan. Anda tidak boleh sembarangan jatuh hati. Jika anda bersikeras takutnya ini akan membawa malapetaka pada diri anda sendiri. Untuk sekedar tuan putri ketahui dari apa yang hamba lihat, mereka bukanlah orang sembarangan. Postur tubuh mereka adalah postur tubuh orang yang memiliki keahlian bela diri. Pakaian dua orang dari mereka pun berbeda. Berhati hatilah tuan putri. Aku tidak mau anda terperosok dalam masalah". Seperti dugaanku Pengawal Chen bukanlah orang biasa. Lalu aku memberi jawab kepada Pengawal Chen. "Saranmu akan aku pertimbangkan Pengawal Chen, tapi aku tidak pernah jatuh cinta, aku juga tidak tahu seperti apa rasanya jatuh cinta. Baru hari ini aku tahu rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin bagi sebagian orang hal itu tabu atau terlarang. Tapi mungkin saja bagi sebagian lainnya itu tidak masalah sepanjang aku belum menikah dengan salah satu dari Pangeran Qin. Kita tidak dapat membohongi perasaan kita sendiri dan kita pun tidak dapat memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta" Aku melanjutkan bicara "Cinta adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa kepada setiap manusia. Tanpa cinta hidup akan terasa hambar dan tak berarti. Cinta dapat membuat hidup menjadi lebih indah namun cinta juga dapat mematikan semangat hidup seseorang, tapi itulah namanya Cinta. Aku tidak berpikir bahwa aku akan menyukai seseorang ketika aku keluar dari istana. Dan jikalau hari ini aku menyukai seseorang bukankah itu artinya takdir? dapatkah manusia menentang takdirnya?". Dengan menghela nafas panjang aku melanjutkan bicara "Pengawal Chen, aku mohon padamu rahasiakan hal ini dari siapapun. Hanya ada kita berempat didalam ruangan ini. Ijinkan aku menyukai seseorang. Aku tahu batasan batasannya. Aku tahu bahwa kalian mengkhawatirkan aku. Tapi aku percaya kita berempat akan saling menjaga. Percayalah padaku. (Sambil menggenggam tangan Pengawal Chen dan mimik muka memelas). Jika pada akhirnya aku tidak dapat bersama dengan orang yang aku sukai dan tetap harus menikah dengan salah satu dari Pangeran Qin, aku siap.” Kemudian Dong Mu, Dong Mei dan Pengawal Chen berkata bersama sama bahwa mereka mempercayaiku dan berjanji untuk saling menjaga satu sama lain. Setelah makan malam selesai, aku duduk didekat jendela, memandang kegelapan langit malam sambil berkata dalam hati. "Berkatilah jalan hidupku wahai Sang Buddha, jagailah aku dan para pelayanku selama kami tinggal disini. Jagailah ibu dan kakakku juga. Dan ijinkanlah aku untuk menyukai seseorang.” Tanpa terasa aku duduk cukup lama didekat jendela. Dong Mei menghampiri dan memintaku untuk segera pergi tidur. Dia berkata bahwa Pengawal Chen berjaga jaga diluar. Dong Mu sudah pergi tidur. Aku menuruti saran Dong Mei karena sepertinya mata ini sudah terlalu mengantuk. Pagi hari datang. Terdengar suara ayam jantan berkokok diluar kamarku. Kulihat dari sela sela jendela sepertinya matahari baru mulai terbit meski belum penuh. Aku bangun dengan hati bahagia dan penuh semangat. Aku memanggil Dong Mei untuk segera menyiapkan air mandi untukku. Dong Mei masuk dengan membawa seember air panas dan sekotak bunga mawar. Dia memasukkan semuanya kedalam bak mandiku. Aku melepas pakaianku lalu masuk kedalam bak mandiku. Ahh rasanya nyaman. Tidak lama Dong Mei berkata kepadaku dari arah meja makan kalau makan pagi telah siap. Aku memanggil Dong Mei untuk membantuku berpakaian. Pertama tama Dong Mei memakaikan kain penutup untuk dadaku, sungguh menyesakkan d**a, Dong Mei bilang agar buah dadaku tidak terlihat dan agar aku terlihat seperti pria sungguhan. Kemudian dia memakaikan baju seragam berwarna biru muda kepadaku. Tidak lupa Dong Mei mengikat rambutku hingga aku sudah menyerupai seorang pria. Sebelum berangkat ke kelas, aku menghabiskan sarapanku terlebih dahulu. Ditengah tengah sarapan terdengar bunyi .... Teng ... teng ... teng .... Ahhh .... aku harus segera masuk kelas .... Lonceng berbunyi tanda kelas segera dimulai. Hari ini adalah pelajaran ketatanegaraan. Aku sudah mempelajari itu semua di istana sebelum aku kemari, tapi yang namanya kewajiban adalah kewajiban. Aku harus semangat, lalu aku bergegas mengambil buku dan tintaku lalu berlari keluar kamar menuju ruang kelas. Kulihat murid murid disini cukup banyak. Sesaat kemudian aku sampai di anak tangga menuju ruang kelas, ketika sedang melangkahkan kaki menaiki anak tangga aku kaget sekali ternyata aku melihat .... 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD