Bab 1

1463 Words
Musik menggelegar dengan keras di sebuah rumah besar di komplek perumahan mewah, segerombolan wanita muda meliuk-liukan tubuh mereka mengikuti alunan musik yang memutar lagu khas tempat hiburan malam. Mereka tertawa lepas dengan tangan memegang gelas berisi minuman keras. Salah satu wanita bernama Shakila memberi kode dengan jari, DJ yang disewanya langsung mematikan musik dan Shakila mengisi lagi gelas yang sudah kosong miliknya dengan minuman baru. "Ladies, malam ini kita party sampai pagi!" Teriaknya dengan lantang. Beberapa wanita muda membalas dengan teriakan 'cheers' lalu meneguk minuman yang masih tersisa. DJ kembali memainkan musik saat Shakila memberi kode dengan tangannya lagi. "Bentar lagi elo jadi bini orang, good luck ya!" Teriak Shakila di telinga salah satu temannya bernama Utari, bukannya bahagia mendapat ucapan penuh kebahagiaan Utari malah mendengus kesal. "Sialan! Gue doain elo nyusul gue!" Teriaknya.     Dua wanita lain bernama Jessica dan Shanina pun tertawa terbahak-bahak, pesta ini diadakan Shakila untuk merayakan lepasnya masa lajang salah satu sahabatnya. Shakila Adiguna Sutowo, lahir dari keluarga kaya dan terpandang. Danny Sutowo, ayahnya merupakan salah satu pengusaha sukses dengan aset tidak terhitung jumlahnya. Perusahaan Sutowo Group tumbuh dan berkembang dalam bisnis eksport mineral seperti batubara, nikel, biji besi dan timah hitam. Sejak lahir Shakila dilimpahi semua materi oleh Danny, itu dilakukan Danny agar Shakila bahagia setelah Susan-ibunya meninggal saat Shakila baru berumur 10 tahun. Shakila tumbuh menjadi wanita dewasa dengan rambut ikal dengan warna hitam, wajahnya semi oriental karena Susan keturunan Chinese sedangkan Danny Indonesia tulen. Sejak lulus kuliah Shakila tidak pernah bekerja atau menghasilkan uang. Ia cukup meminta ke Danny dan dalam hitungan menit rekeningnya sudah terisi penuh. Hanya saja Danny lupa kalau kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan uang, Shakila berubah jadi anak manja dan suka menghambur-hamburkan uang untuk kesenangannya tanpa peduli dengan usaha dan kerja keras. Apapun yang diinginkannya harus segera ia dapatkan dan Danny tidak pernah bisa menolak keinginan Shakila.   Selain suka menghamburkan uang, kebiasaan jelek Shakila yaitu mengadakan pesta, mabuk dan beberapa sikap liar lainnya. Tentu saja Shakila lakukan tanpa sepengetahuan Danny. Pesta tadi berakhir saat jarum jam menunjukkan angka tiga dini hari. Shakila dan tiga temannya mulai tidak sadarkan diri di salah satu kamar yang ada di rumah Shakila, beberapa botol minuman berserakan di lantai. "Mbak, tuan sudah jalan pulang dari bandara!" Bisikan Yatmi-ART di rumah Shakila langsung membuat Shakila bangun dari tidurnya. "Mbok bilang apa?" Tanya Shakila dengan lantang. "Tuan Danny sudah jalan ke rumah dari bandara," ulang Yatmi dengan takut. Shakila langsung berdiri dan menendang pelan tiga temannya dengan kaki agar mereka segera bangun dan pulang sebelum Danny melihat rumah yang biasanya bersih kini berubah layaknya kandang ayam. "Bangun, bokap gue pulang! Bisa ditarik semua fasilitas kalau bokap tau gue mabok," teriak Shakila panik. Utari, Jessica dan Shanina langsung berdiri dengan tubuh oleng, mereka pun ikut panik dan mengambil tas serta barang-barang milik mereka.     "Mbok, suruh pak Tejo antar teman-teman aku ke rumah mereka ya," ujar Shakila memberi perintah ke Yatmi. Yatmi mengangguk pelan lalu mengikuti ketiga teman Shakila. Setelah ketiga temannya pulang Shakila pun bergegas ke kamarnya, membersihkan sisa makeup agar Danny tidak melihat penampilan lusuhnya sisa pesta tadi dan tentu saja menyeka mulutnya agar bau minuman tidak tercium oleh Danny. Shakila harus terlihat rapi saat Danny pulang agar ia dengan gampang meminta apapun yang diinginkannya nanti. **** Seharusnya Danny langsung pulang sesampainya ia di bandara tapi laporan dari asisten pribadinya tentang harga saham Sutowo Group yang semakin turun membuatnya gusar. Ia butuh suntikan dana untuk memperlancar eksport biji besi ke Tiongkok, sedangkan cadangan uang perusahaan di bank semakin menipis. "Pinjaman ke bank sudah ada jawaban?" Tanya Danny ke Yudha-asisten pribadi yang ikut menjemputnya ke bandara tadi. Yudha menghela napas lalu menyerahkan secarik kertas ke tangan Danny. Danny mulai membaca dan ternyata pengajuan kredit baru di bank ditolak karena kondisi keuangan Sutowo Group sedang goyah hingga beberapa pinjaman yang sudah jatuh tempo belum dibayarkan.   "Ya Tuhan! Berapa sisa kas perusahaan?" Tanya Danny dengan panik. "Tidak seberapa pak, kita benar-benar butuh penyandang dana atau kita bangkrut," ujar Yudha. Danny mengerutkan keningnya, kepalanya sakit membayangkan perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah sejak muda bersama Susan harus hancur dalam sekejap. Lebih penting lagi, Danny tidak sanggup memberitahu Shakila tentang kondisi perusahaan akan berakibat semua fasilitas mewah yang dinikmati Shakila dari lahir sampai sekarang harus ditarik. "Saya pusing, Yudha." "Semoga ada jalan keluarnya, pak." Yudha Semoga saja, gumam Danny dalam hati. **** Seorang laki-laki berjas, memakai kacamata hitam dan ditangannya ada sebuah map berjalan dengan tegap menyusuri lobby utama dengan gagah, ia tidak peduli beberapa mata melihatnya dengan tatapan kagum. Hari ini ia akan bertemu seseorang yang akan menolongnya untuk melakukan sesuatu yang akan mengubah jalan hidupnya.     Laki-laki itu berhenti tepat di depan ruang meeting. "Pak Danny sudah menunggu," Yudha membukakan pintu untuk laki-laki itu dan ia langsung masuk. Danny berdiri untuk menyambut tamu yang sudah ditunggu-tunggunya sejak tadi. "Selamat datang, Pak Davin." Ujar Danny dengan ramah. Laki-laki bernama Davin membuka kacamatanya lalu menjulurkan tangannya ke arah Danny. "Davin saja, saya lebih muda atau bisa dibilang saya seumur anak bapak," balas Davin dengan senyum seringai. Danny membalas uluran tangannya dan bergumam dalam hati kalau penyandang dana yang akan bertemu dengannya ternyata seumuran Shakila. Danny mempersilakan Davin duduk dan mereka mulai membahas kerjasama yang akan membantu Sutowo Group dari ambang kebangkrutan. "Saya berminat menanamkan dana ke  perusahaan ini," Davin mulai membuka perbincangan di antara mereka. Danny memberi kode dan Yudha pun mempresentasikan kelebihan dan kekurangan Sutowo Group termasuk beberapa kerjasama yang sedang mereka jajaki dengan beberapa pembeli dari luar negeri.     "Kami butuh modal sebesar 500 milyar agar kontrak kerjasama pembelian biji besi dengan perusahaan Chai Xiang bisa berjalan lancar," Danny mulai berterus terang tentang tujuannya meminta Davin menjadi penyandang dananya. Davin mengangguk lalu ia menautkan  sepuluh jarinya, ia melihat ke arah Danny dengan mata tajamnya tanpa berkedip. "500 milyar? Dana yang sangat besar sekali pak Danny." Danny pun paham tidak akan mudah mendapatkan pemegang dana yang mau mengeluarkan dana sebesar itu tapi Danny sudah sangat putus asa karena semua pinjamannya ditolak bank. "Saya tau, tapi hanya dengan dana sebesar itu saya bisa membuat perusahaan ini kembali stabil," balas Danny. Davin mengangguk tapi ia kembali melihat Danny masih dengan tatapan tajam, dingin dan tanpa ekspresi. "Jaminannya apa? Saya butuh jaminan kalau bapak benar-benar akan memberi saya keuntungan besar setelah perusahaan ini bisa stabil," senyum licik kali ini ia keluarkan. Tidak akan ada jaminan karena Davin tahu kalau Danny benar-benar sedang terpuruk.     "Jaminan?" Danny balik bertanya, ia lupa kalau semua asetnya sudah dijadikan jaminan ke bank dan kini ia hanya punya Shakila sebagai harta satu-satunya, "saya tidak punya," sambung Danny lesu. Jawaban barusan membuat Davin senang karena ada sesuatu yang bisa dijadikan Danny sebagai jaminan untuk mendapatkan dana darinya. "Tidak ada? Kalau begitu saya tidak bisa memberikan dana sebesar itu, ini sangat riskan dan sebagai pengusaha bapak tahu sendiri kalau kita akan menghindari resiko seminimal mungkin." Danny pun mengangguk karena ia paham dunia bisnis. Tidak ada hal gratis di dunia ini dan memberi dana sebesar itu tanpa jaminan sama saja bunuh diri. "Saya mengerti, tapi saya benar-benar butuh dana tambahan." Wajah Danny benar-benar sangat putus asa. Ini kesempatan emas, gumam Davin dalam hati. "Tapi ... Semua hal bisa didiskusikan, ya kan?" "I ... Iya, tentu saja." Danny mulai merasa ada jalan untuknya. Davin melihat ke arah Yudha dan Danny sepertinya paham kalau Davin ingin mereka berdua saja tanpa ada orang lain. Danny menyuruh Yudha keluar dari ruang meeting.   Setelah Yudha keluar barulah Davin mulai melakukan tujuan utama kedatangannya ke Sutowo Group. "Baratta Group akan memberikan dana tambahan sebesar satu triliyun,"  Davin mengeluarkan map yang dibawanya tadi. Map berlogo Baratta Group diserahkan ke Danny. Davin Oriza Baratta, putra tunggal Michael dan Laila Baratta yang dikenal sebagai milyader yang menguasai dunia dagang di Indonesia. Mereka mempunyai jaringan waralaba yang ada di seluruh Indonesia, selain itu mereka punya beberapa anak perusahaan dibidang pertambangan, ekonomi, bisnis dan entertaimen. Davin mempunyai bola mata coklat seperti Michael yang berkewarganegaraan Australia, kulitnya putih dan rambutnya hitam dengan rahang tajam mempertegas kalau Davin itu campuran asing dan Indonesia. Davin berusia 23 tahun saat harus menggantikan posisi Michael yang meninggal karena kecelakaan mobil. Sebagai satu-satunya keturunan Baratta mau tidak mau Davin harus menjaga semua harta peninggalan Michael dan juga harus menjaga Laila-ibunya. Danny mulai membaca isi perjanjian yang ada di dalam map, keningnya berkerut setelah membaca isi perjanjian yang secara kasat mata memang menguntungkan perusahaan tapi ada satu syarat yang membuat dirinya sebagai seorang ayah akan sangat tercela jika menerima perjanjian ini. "Apa-apaan ini!" Danny menyerahkan kembali map itu ke tangan Davin dengan tatapan geram. "Saya akan menanamkan dana sebesar satu triliyun, lebih banyak dua kali dari permintaan bapak tapi dengan satu syarat ... Shakila harus jadi istri saya," ujar Davin masih dengan wajah tanpa ekspresi. Ini tujuan Davin bertemu Danny, menjadi penyandang dana dan juga calon menantunya. Ia ingin Shakila menjadi miliknya dan ia tidak akan segan-segan menyerahkan uang sebesar satu triliyun agar Danny mau menyerahkan Shakila padanya. "Lebih baik saya bangkrut daripada menjual anak gadis saya! Keluar!" Usir Danny dengan lantang. Davin berdiri dan menyerahkan kembali map tadi kepada Danny. "Silakan bapak renungkan," ujar Davin sebelum meninggalkan ruang meeting. Davin yakin Danny akan segera menghubunginya. Bukankah uang sudah menjadi kesenangan untuk Shakila dan  ancaman menjadi miskin akan membuat Shakila menjadi miliknya. Tunggu saja Shaki ... sebentar lagi kamu akan menjadi milikku, gumam Davin dalam hati. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD