Chapter... 2 : Menuju Hutan Mati

1064 Words
Chu Xiang memulai harinya seperti biasa, hari ini dia akan pergi berlatih tanpa peduli apapun hasilnya. Dia mengingat kata pepatah, 'usaha tidak akan mengkhianati hasil'. Dia percaya dengan kalimat ini, meski dia sendiri tidak tahu kapan waktu baginya untuk bangkit kembali. Suasana klan tiba tiba menjadi ramai, banyak orang berkumpul lantaran sebuah kabar kedatangan salah satu klan besar. "Mereka telah tiba." Tak ada yang tak memberikan jalan ketika beberapa pria tua datang bersama seorang wanita muda yang cantik. Chu Xiang menatap wanita muda itu, dia mengenalnya, bahkan hubungan keduanya begitu dekat. Namun itu sebelum dia kehilangan basis kultivasinya. Sekarang tubuhnya tak dapat menyimpan Qi, merubahnya menjadi orang tak berguna. "Lin'er... " Mulutnya bergetar menahan agar tak berkata. Song Yalin, wanita muda itu dulu begitu lengket kepadanya, tapi sejak dia kehilangan kultivasi, menyapa pun seolah sebuah kesalahan. Chu Xiang tahu jelas akan maksud kedatangan Klan Song, tidak lain ingin membatalkan kontrak pernikahan yang seharusnya akan berlangsung satu tahun kemudian. Song Yalin yang berjalan menuju aula bersama dengan tetua klan serta ayahnya -- Song Dayi, tanpa sadar matanya menangkap sesosok pemuda. Wajahnya yang tampan begitu akrab di matanya, tapi seketika ekspresinya berganti dingin kala mengingat jika pemuda itu telah menjadi seorang sampah. Dengan kaki jenjangnya Song Yalin berjalan, dia tak menghiraukan keberadaan Chu Xiang yang sedari tadi menatap dari kejauhan. Chu Xiang hanya melihat punggung Song Yalin serta para tetua Klan Song menghilang dibalik pintu aula. Dia memutuskan untuk menuju aula pelatihan, tak ada gunanya dia meratapi suatu yang tidak berguna. Wanita? Dia dapat menemukan yang lebih baik selama memiliki kekuatan, sekarang tujuannya hanya satu, mencari kekuatan. Kota Wuhan terdapat lima klan besar, dua di antaranya adalah Klan Chu dan Klan Song, tiga lainnya masing masing ada Klan Lou, Klan Ling Serta Klan Qing. Masing masing dari kelima klan memiliki wilayah otoriter sendiri, begitu pun dengan Klan Chu yang membawahi tiga desa dan tiga klan kecil. Namun kekuasaan tertinggi terletak pada tuan kota, yang kedudukannya satu tingkat di atas kelima klan besar. ... Matahari yang semula bersinar menyejukkan berganti terik begitu hari menginjak siang. Chu Xiang yang berada di aula pelatihan tak menanggapi ekspresi mengejek yang terus dilemparkan pemuda Klan Chu lainnya. Dia terus menggeluti sebuah kitab usang yang ia dapatkan dari perpustakaan. Namun Tiba tiba saja cahaya untuknya membaca seolah padam terhalang sebuah perisai, wajahnya menengadah dan menjumpai seorang wanita berdiri di depan tempat ia duduk bersila. Chu Xiang baru saja akan bangkit, tapi wanita yang tak lain adalah Song Yalin itu merobek sebuah kertas di depan wajahnya. "Terima kasih karena telah membuang waktuku." Bugh! Song Yalin memberikan kertas yang merupakan kontrak pernikahan itu sembari menghantam dadanya. Semua yang ada di sana tertawa, menertawakan Chu Xiang yang memiliki nasib begitu menyedihkan. "Lihat, dulu dia adalah jenius yang sempat mengguncang kota dengan bakatnya. Namun sekarang dia tak lebih dari seorang sampah yang ditinggalkan." HAHAHAHAHA Suara tawa itu berputar dalam kepalanya, ucapan demi ucapan mulai terbayang kembali dalam ingatannya. Sampah, kamu adalah sampah! Mata Chu Xiang benar-benar memerah, dia marah semarah marahnya. Namun dia tak bisa membalas penghinaan itu, membuat kepala terasa akan pecah. Chu Xiang menatap telapak tangannya, yang memegang kertas kontrak pernikahan. "Lin'er, tak kusangka kau begitu kejam. Kau benar benar menggosok kontrak pernikahan ini ke wajahku." Chu Xiang melangkahkan kaki kembali ke gubuknya, dia tak lagi mempunyai wajah setelah dipermalukan sebegitu rendahnya. Selama ini ia bisa menerima penghinaan yang terus terlontar kepadanya, tapi yang dilakukan Song Yalin benar benar keterlaluan. .... Hari belum berganti, tapi seorang pemuda telah siap dengan bungkusan kain di punggungnya. Dia tak memiliki cincin penyimpanan setelah miliknya ia jual untuk kebutuhan sehari-hari. "Terima kasih Klan Chu, terima kasih ayah. Penderitaan ini, anggap saja sebagai balas budi karena telah merawatku. Setelah ini masalah kalian tak ada hubungannya denganku." Chu Xiang terseyum, ini adalah pertama kalinya dia tersenyum dengan begitu tenang setelah malam itu. Tanpa diketahui Chu Xiang, seorang pemuda mengetahui semua yang akan dilakukannya, bahkan niatnya yang akan pergi ke hutan mati. Setelah kepergian Chu Xiang, pemuda itu langsung melesat dan pergi ke kediaman patriark. Tok tok tok... Ketukan itu sama sekali tidak ramah, membuat pemilik kediaman membuka dengan marah. "Apa yang kau lakukan?!" Itu adalah Chu Kai, matanya menatap tajam pemuda di hadapannya. Chu Qu--putra tetua kedua itu mengambil nafas dengan gegabah, kemudian menghembus dengan cepat. "Sampah itu, dia--" "Ada apa dengannya?" Wajah Chu Kai nampak bersemangat, dia mengharapkan suatu yang buruk menimpa Chu Xiang. Chu Qu menghela nafas, kemudian berkata. "Dia pergi ke hutan mati." Netra mata Chu Kai terbelalak, tapi seketika berubah berbinar. "Hahahaha, dasar sampah, mungkin dia sudah lelah dengan hidupnya yang menyedihkan. Pergi ke hutan mati sama saja dengan bunuh diri." Chu Qu tersenyum, dia pun mengangguk. "Sekarang Klan Chu terbebas dari hama yang meresahkan. Seorang sampah sepertinya memang tidak pantas hidup di klan." Hari hari berlalu, malam pun telah berganti pagi. Dengan membawa sebuah buntalan kain, Chu Xiang berjalan ke arah timur. Tujuannya adalah hutan mati, hutan yang kabarnya banyak beast berkeliaran. Meski begitu tekadnya telah bulat, tak akan tergoyahkan walau badai menghantam. Beast sendiri terdiri dari tingkat satu, dua dan tiga. Kekuatan mereka tidak berbeda jauh dari pada kultivator, bahkan beast tingkat tiga mampu menghadapi seorang petarung grandmaster bintang lima yang merupakan keberadaan tertinggi di Kota Wuhan. Hanya ada dua orang yang berada di tingkat petarung grandmaster bintang lima, yakni tuan kota serta sesepuh Klan Song. Hal ini juga yang menjadikan Klan Song disegani di antara klan besar lainnya. "Setidaknya membutuhkan satu hari perjalanan untuk sampai di perbatasan hutan mati." Chu Xiang menghela nafas dalam dalam, dia sudah menghabiskan perbekalan, jika dia ingin makan harus mencari sendiri. Matanya mencari ke sekitar, apakah ada buah ataupun suatu yang dapat dijadikan pengganjal. Namun sayang, tak ada satupun yang dapat ia manfaatkan. Chu Xiang terus berjalan meski perutnya terus bergerenjal, sembari melangkah telinga terus berusaha menangkap suara, dia berharap akan ada sungai di dekatnya, meski tidak bisa makan, setidaknya hanya minum juga tak masalah. Memang langit masih menyayanginya, tak lama kemudian dia mendengar aliran air yang tenang tapi menghanyutkan. Tak tunggu waktu lama baginya untuk mempercepat langkah. Sampai di sebuah sungai, Chu Xiang langsung melepas pakaian atasnya, kemudian berjalan hendak mengisi wadah air. Namun baru beberapa langkah, air mengeluarkan riak yang semakin jelas. Chu Xiang spontan melompat menjauh, di hadapannya terlihat jelas seekor beast tingkat satu dengan ukuran menyamai seorang bayi, kulitnya kasar dengan sisik seperti ular, mempunyai kaki empat dengan moncong panjang. "Beast buaya air tawar!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD