Dedi Pov
Namaku Dedi.
Wajahku ini terlihat sangar. Badanku tinggi, kekar, warna kulit hitam manis lumayan pekat.
Aku adalah seorang pria yang belum lama ini bercerai dengan mantan istriku. Aku pun telah memiliki seorang anak darinya.
Aku berasal dari luar kota. Jauh dari desa yang saat ini baru aku tempati. Kedatanganku di Desa ini, untuk mengajar di Sekolah Dasar. Khsususnya mengajar di kelas enam.
Aku tinggal di desa ini pun, bukanlah di rumahku sendiri. Aku di berikan sebuah rumah oleh salah satu warga Desa ini, sebagai tempat tinggalku.
Rumahnya ini terlihat masih baru, lumayan besar, memiliki pintu gerbang, pekarangan halaman depan maupun belakang lumayan besar, di sertai dengan pohon-pohon dan bunga-bunga yang berjejer di samping pintu gerbang.
Di dalam rumah ini pun, sudah ada isinya. Baik sofa, kasur, maupun perabotan yang lainnya, sudah tersedia.
Aku ini sering berada di sekolah hingga larut sore. Di samping diriku sebagai seorang guru, aku pun memiliki tanggung jawab yang lainnya. Yaitu menjaga dan juga menyalakan lampu-lampu sekolah ketika hari sudah menjelang sore.
Dan dari situ lah aku melihat kalau perkataan Tuti ini memang benar dapat di buktikan. Aku sering melihatnya membersihkan rumah dan juga membersihkan halaman rumahnya. Tentu aku melihatnya, karena rumahnya ini terletak berada di depan sekolah yang belum memiliki pagar tembok ini.
Tepat di siang bolong yang terasa begitu panasnya ini. Aku baru melangkah keluar dari ruangan kantor. Aku langsung berhenti melangkah di depan kelas yang berada di samping kantor ini.
Aku melihat Tuti belum pulang dari sekolah. Dia masih berada di dalam kelas dan sedang merapihkan kursi-kursi di dalam kelas.
Aku hanya berdiri memperhatikannya dari depan pintu kelas ini.
"Ehem.." Aku berdehem sambil mengepalkan telapak tangan kananku di mulut. Sementara telapak tangan kiriku ini, berada di dalam saku celana coklat ketatku.
Tuti langsung memberhentikan kegiatan merapihkan kursi-kursinya itu. Dia menengok ke arahku.
"Tut?" Aku memanggilnya sambil tetap berdiri di depan pintu kelas ini.
Tuti segera melangkah ke arahku sambil menggendong tas ransel sekolahnya.
"Iya pak." Ucapnya terdengar pelan ketika sudah berada di hadapanku.
"Kenapa kamu belum pulang? Besok-besok, kamu langsung pulang saja ya? Kamu tidak perlu membereskan kursi-kursi itu dulu?" Ucapku.
"Baik pak. Tapi saya suka koq, untuk melakukannya." Ucapnya.
"Iya, kamu boleh rajin seperti itu. Tapi ini sudah bukan tugas kamu lagi? Kan bisa, di bereskannya besok hari lagi? Saat piket. Besok-besok, kamu langsung pulang saja ya?"
"Baik pak."
"Ya sudah. Mendingan sekarang, kamu pulang saja?"
"Baik pak." Telapak tangan kanannya langsung mendarat di telapak tangan kananku. Dia mencium telapak tangan kananku lalu melepaskanya kembali. "Mari pak. Salamu 'allaikum."
"Wa'allaikum salam."
Tuti melangkah santai meninggalkan sekolah ini, menuju ke rumahnya.
Sementara diriku, masuk kembali ke dalam ruangan kantor.
__
Tuti Pov
Aku baru saja sampai di depan rumah. Sejenak aku duduk di atas lantai, melepaskan sepatu sekolahku. Aku bangkit berdiri, melangkah, lalu menaruh sepatu sekolahku di samping pintu rumahku.
Ceklek!
"Salamu'allaikum.." Salamku setelah membuka pintu rumah.
"Waallaikum salam." Jawab salam ayahku terdengar dari pekarangan belakang rumah.
Aku menutup pintu rumah, melangkah masuk ke dalam rumah, menghampiri ayahku yang sedang berada di pekarangan belakang rumah.
Terlihat ayahku yang sedang duduk berjongkok memberikan pakan kepada ayam miliknya.
Aku melangkah mendekatinya.
"Pak?" Aku membungkuk, telapak tangan kananku menyodor meminta salam kepadanya.
Ayahku langsung mengelap telapak tangan kanannya itu di celana pendeknya, lalu menyalami telapak tangan kananku.
Aku menyalami lalu mendaratkan telapak tangan kanannya ke keningku.
Aku bangkit berdri "Sudah makan belum, pak?" Tanyaku.
"Sudah. Kamu saja sana, yang makan?" Ucap Ayahku.
Aku membalikkan badan, melangkah masuk ke dalam rumah, lalu masuk ke dalam kamar.
Sesampainya di dalam kamar ini, aku menggantung tas ransel sekolahku di tembok bilik kamar ini.
Aku segera melucuti seluruh pakaian seragam sekolahku, lalu menggantungnya di tembok bilik.
Aku membuka lemari pakaian, mengambil pakaian santai lalu memakainya. Pakaianku ini tidaklah banyak. Aku hanya memiliki beberapa helai pakaian santai saja. Aku lebih suka memakai bawahan rok rumbai panjang dengan atasan kaos oblong.
Aku melangkah keluar dari kamar, menuju ke arah dapur. Terlihat ada beberapa piring dan mangkok kotor di atas meja. Yang tidak lain itu adalah bekas sarapan pagi dan juga bekas ayahku makan siang, saat aku belum sampai ke rumah ini.
Aku segera mengambil piring, menuangkan nasi, sayur dan juga tempe. Dan makanan inilah yang sering kita makan. Aku melangkah ke ruangan tamu, aku duduk di kursi, lalu makan.
Ayahku melangkah masuk ke dalam rumah. Ia berhenti berjalan di depan pintu kamarnya "Tut, nanti sehabis makan, tolong buatkan kopi hitam untuk Bapak ya?" Pintanya.
Ya ampun! Aku lupa untuk menawarkan membuatkannya kopi barusan.
Aku berhenti sejenak melakukan kegiatan mengunyah makanan ini "Baik pak. Maaf ya pak, tadi saya lupa untuk menawarkan kopi untuk Bapak?"
"Tidak apa-apa Tut." Ucap ayahku lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
Aku melanjutkan kegiatan makanku.
Ayahku melangkah keluar dari kamarnya. Ia melangkah ke halaman belakang rumah kembali. Ia memang sangat suka di belakang rumah. Karena di belakang rumah ini, adalah sebuah kebun yang benar-benar teduh. Bahkan seringkali, dirinya tertidur di atas balkon yang ada di halaman belakang rumah ini.
Aku telah selesai dari kegiatan makanku. Aku bangkit berdiri, melangkah ke arah dapur, menaruh piring bekas makanku ke dalam baskom.
Aku meraih gelas lalu membuatkan kopi hitam untuk ayahku. Aku melangkah keluar rumah, menuju ke halaman belakang sambil membawa segelas kopi, menghampiri ayahku yang sedang duduk di atas balkon.
"Ini pak, kopinya?" Aku menaruh kopi di sampingnya.
"Terima kasih Tut."
"Sama-sama pak."
Aku membalikkan badan, melangkah masuk ke dalam rumah. Aku segera mengangkat baskom yang berisi piring-piring dan juga perabotan kotor ini. Aku pun segera mencucinya.
Tak berapa lama kemudian, kegiatan mencuci piringku pun telah selesai. Aku bangkit berdiri, lalu menata perabotan-perabotan ke rak piring yang terbuat dari pohon bambu ini. Setelahnya, aku mencari sapu lantai. Aku menyapu rumah dan juga teras rumahku.
Selesai dari itu semua, aku melangkah menghampiri ayahku yang sedang tiduran diatas balkon di halaman belakang rumah.
"Mau di cariin tidak pak, kutunya?" Ucapku ketika aku sudah berdiri di hadapannya. Hal ini juga sering aku lakukan kepadanya.
"Tidak perlu. Mendingan, kamu pergi main saja, sama teman-temanmu." Ayahku berkata sambil tetap tiduran diatas balkon.
"Ya sudah deh kalau gitu." Ucapku.
Aku melangkah masuk ke dalam rumah, lalu pergi keluar dari rumah. Aku melangkah ke salah satu rumah temanku, yang terletak tidak jauh dari rumahku ini. Sesampainya aku di rumah temanku, aku pun bermain bersama dengannya.