Dedi Pov.
Hari-hari terus berlanjut.
Tiba saatnya, akan di laksanakannya sebuah kegiatan les tambahan kepada murid-muridku.
Aku sudah merencanakan, dimana tempat les tambahan sekolah ini akan di laksanakan. Aku akan meminta kepada murid-muridku, untuk les di rumah yang aku tempati.
Aku memang sengaja merencanakannya seperti itu, biar sekalian rumah yang aku tempati ini, dapat di bersihkan dan juga di rapihkan oleh murid-muridku.
Pagi ini, aku sedang berdiri tegak di hadapan murid-muridku. Aku berdiri tegak ini, memakai seragam coklat yang lumayan ketat. Kedua telapak tanganku, selalu berada di dalam kedua saku celana.
"Baik anak-anak. Tiba saatnya, kita harus memulai untuk melakukan les tambahan. Saya minta, mulai sore ini kita akan memulai les tambahan. Bagaimana anak-anak?" Ucapku.
"Setuju pak. Tapi kalau saya boleh tahu, kita akan les dimana ya pak?" Ucap salah satu murid.
"Kebetulan, rumah yang saya tempati lumayan cukup luas. Teras rumah cukup luas. Saya rasa, tempatnya lumayan cukup untuk menampung kalian. Jadi, les tambahan ini akan di lakukan di rumah yang saya tempati." Ucapku.
"Maaf pak. Tapi saya belum tahu rumah yang Bapak tempati itu?" Ucap salah satu murid.
"Sangat dekat koq dari sini. Hanya melewati sembilan rumah saja. Bila perlu, sepulang dari sekolah ini, kalian mampir ke rumah yang saya tempati dulu. Kebetulan, saya belum sempat merapihkan dan juga belum sempat untuk membersihkannya. Jadi, saya ingin sekalian meminta tolong kepada kalian, untuk membereskan dan juga membersihkannya dulu. Tentu, hal ini juga, akan ada penilaian tambahan untuk kalian." Ucapku.
"Baik pak, setuju." Ucap seluruh murid tersengar sangat gembira.
_
Ketika jam sekolah telah selesai. Aku membawa murid-muridku ini ke rumah yang aku tempati. Sesampainya di rumah, seluruh muridku langsung membereskan, membersihkan lantai dan juga merapihkan teras rumah.
Tentunya, mereka membersihkan, merapihkan dan juga menata teras rumah yang aku tempati ini, atas arahan diriku.
Aku pun memperhatikan satu per satu. Baik watak dan juga sifat dari mereka. Baik yang laki-laki maupun yang perempuan, aku perhatikan.
Dari sekian murid yang aku perhatikan, hanya ada satu murid yang benar-benar sangat berbeda. Yaitu Tuti.
Bukan hanya polos dan penurut saja. Akan tetapi dia terlihat sangat kalem. Berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya. Teman-temannya yang lain, terlihat selalu ceria. Namun Tuti, meskipun tersenyum, ia terlihat sangat kalem.
Disitu aku berfikir, Tuti memang benar-benar sangat berbeda. Cara berfikirnya terlihat sudah lumayan dewasa.
Tepat ketika kegiatan les tambahan sekolah ini akan berakhir. Aku bertanya kepada seluruh murid-muridku.
"Anak-anak, saya ingin bertanya kepada kalian?" Ucapku.
"Setelah lulus dari sekolah ini, kalian ingin melanjutkan sekolah kemana?" Sambung ucapanku.
"Kalau saya, mau lanjut sekolah ke SMP N 1 Pak."
"Kalau saya, mau lanjut sekolah ke SMP N 2 Pak."
"Kalau saya, mau lanjut sekolah ke SMP N 3 Pak."
Seketika gemuruh murid-murid yang ada di dalam kelas ini pun terdengar lumayan menggema. Mereka ingin melanjutkan sekolah ke SMP N 1, 2 dan 3.
Namun Tuti, terlihat diam saja. Aku tidaklah langsung menanyakannya.
"Baik anak-anak. Di karenakan ada beberapa syarat yang harus kalian penuhi untuk ke Sekolah yang tuju itu. Sebaiknya kalian menulis di selembar kertas. Kalian tulis nama, kelas, serta tulis sekolah mana yang ingin kalian inginkan, untuk melanjutkan sekolahnya tersebut. Kalian tulis sekarang dan di kumpulkan sekarang ya?" Ucapku.
"Baik pak." Ucap seluruh murid di dalam kelas ini.
Aku melangkah lalu duduk di kursi kebesaranku.
Di dalam kelas ini pun seketika hening. Seluruh murid-muridku menulis apa yang aku minta barusan.
Tuti pun ikut menulis. Namun ia tidak menulis di selembar kertas. Ia hanya sekedar menulis mencorat-coret di buku catatannya.
Tentu aku mengetahui akan hal itu. Karena ketika seluruh murid di dalam kelas ini menulis, aku pun melangkah berkeliling, melihat-lihat mereka.
Ketika aku melangkah melewati Tuti. Dengan segera Tuti menutup sampul buku namun tetap berpura-pura menulis.
"Saya sudah selesai pak." Ucap beberapa murid.
"Silahkan, kumpulkan saja di atas meja." Ucapku sambil duduk di kursi yang berada di paling belakang.
Satu per satu muridku bangkit berdiri, berjalan, lalu menaruh kertas selembar itu di atas meja.
"Ayok Tut? Kita kumpulin sekarang?" Ucap temannya Tuti yang duduk sebangku dengannya.
"Kamu saja dulu? Nanti aku menyusul." Ucap Tuti.
Temannya itu pun langsung bangkit berdiri, berjalan lalu menaruh kertas selembar itu di atas meja.
Namun ketika seluruh murid, telah mengumpulkan selembar itu di atas meja, aku tidaklah melihat Tuti berjalan mengumpulkannya.
Aku segera bangkit berdiri, melangkah ke depan, lalu berdiri tegak di hadapan murid-muridku.
"Baik. Karena jam sekolah sudah selesai. Kita langsung pulang saja. KM, tolong pandu untuk berdoa." Ucapku sambil berdiri tegak di hadapan mereka.
"Baik pak." Ucap Ketua Murid di dalam kelas ini.
Aku melangkah santai lalu duduk di kursi kebesaranku.
Ketua Murid di dalam kelas ini langsung memandu berdoa.
Setelahnya, satu per satu muridku bangkit berdiri lalu melangkah, menyalami telapak tangan kanan, dan juga berpamitan pulang kepadaku.
"Tut, kamu jangan dulu pulang ya? Kamu tunggu saya di depan kelas dulu?" Ucapku ketika Tuti menyalami telapak tangan kananku.
"Baik pak." Ucap Tuti lalu melangkah keluar dari kelas dan menungguku di depan kelas.
Aku masih duduk menyalami murid-muridku yang berpamitan, hingga seluruh murid yang ada di dalam kelas ini terlihat kosong.
Aku bangkit berdiri, telapak tangan kananku mengambil tumpukkan selembaran kertas dari murid-muridku. Aku melangkah keluar dari kelas.
"Kamu tunggu dulu sebentar ya? Saya masuk ke dalam kantor dulu?" Ucapku.
"Baik pak." Tuti menungguku di depan kelas.
Aku segera melangkah masuk ke dalam kantor. Sesampainya di dalam kantor, aku mengambil tas ransel, lalu memasukkan selembaran kertas dari muridku ke dalam tas ransel.
Tentunya di sela-sela aku mengambil tas maupun saat memasukkan selembaran kertas tersebut, di sambi sambil mengobrol dengan para guru yang belum pulang ke rumahnya.
"Pak, saya pergi keluar dulu sebentar? Kalau Bapak ingin pulang, tolong di kunci saja? Saya membawa kunci duplikatnya koq." Ucapku kepada temanku di dalam kantor ini.
"Baik pak." Ucap temanku.
Aku melangkah keluar dari kantor, menghampiri Tuti.
"Mari Tut? Saya ingin mampir ke rumah kamu." Ucapku.
"Baik pak." Ucap Tuti.
Aku dan Tuti melangkah menuju ke rumahnya.
Secepat kilat, aku dan Tuti telah sampai di rumahnya.
"Assallamu allaikum." Ucap salamku.
"Waallaikum salam." Ucap salam Ayahnya Tuti dari dalam rumah.
Ayahnya Tuti terlihat tergesa-gesa ketika melihat keberadaanku di depan rumahnya.
Tuti menyalami telapak tangan kanan Ayahnya.
"Tut, sekalian tolong bikinin air buat Bapaknya ya?" Ucap Ayahnya Tuti dengan nada berbisik.
"Baik pak." Ucap Tuti lalu melangkah masuk ke dalam rumahnya.
"Mari pak, silahkan masuk?" Ucap Ayahnya Tuti.
"Terima kasih Pak." Ucapku.
Sejenak aku melepaskan sepatuku, lalu melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Aku dan Ayahnya Tuti duduk di kursi yang ada di ruangan tamu.