episode 4

1321 Words
After School Bab 4   Deo berhenti di halaman parkir sekolah, wajahnya terlihat begitu bersinar. Ada rona kebahagiaan di matanya, ketika ia tersenyum. Dilihatnya Cindy turun dari motornya itu, dengan tersipu malu gadis itu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terimakasih. “Deo, aku duluan?” tanya Cindy. “Eh, bareng dong,” Deo buru – buru turun dari motornya, meletakkan tas ransel itu di sebelah kanan bahunya. Kemudian berjalan di samping Cindy. “Deo,” kata Cindy lirih, Deo menoleh menatap Cindy yang lebih pendek darinya. “Ya?” jawab Deo lembut. “Kalau Celine lihat kita jalan begini, bagaimana?” “Ah, biarkan saja. Apa salahnya dengan itu, aku sama sekali ngak punya hubungan dengannya. Kalau dia menyukaiku, itu bukan urusan kita.” Jawab Deo acuh. “Sudah sampai, sana masuk.” Deo berhenti di depan kelas Cindy, setelah gadis itu duduk, iapun berjalan menuju kelasnya sendiri. “Cin, itu tadi Deo?” tanya Gea heran. “Hmm, iya.” “Kemarin karena hujan, hari ini karena apa?” tanya Gea lagi. Cindy hanya diam, mengacuhkan Gea yang memang selalu ingin tahu semua yang ia lihat. “Ge, kau ingat ngak, aku pernah bilang kalau Deo itu sepertinya suka sama Cindy?” kata Dania ikut menimpali. Gea mengangguk setuju, keduanya menatap Cindy yang masih terlihat acuh. Gadis itu masih diam, tak lama kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. “ini.” Cindy menunjukkan gawai itu kepada dua sahabatnya. “Wow, kau beli?” teriak Gea, membuat guru yang sedang memberi catatan di whiteboard menoleh dan membulatkan matanya kepada Gea yang hanya menyengir. “Kau gila, ya? Kecilkan suaramu!” kata Dania berbisik. “Maaf, aku terkejut. Itu bukan ponsel murahan.” Kata Gea yang juga berbisik. “Apa itu punyamu?” tanya Dania yang tak kalah penasaran dengan Gea. Cindy mengangguk, “apa yang harus kulakukan dengan ini?” tanya Cindy. “Astaga, tentu saja isi dengan nomor kami!” kata Gea senang. “Tunggu, kau beli ponsel ini? Atau kau menang lotre?” tanya Dania yang masih merasa heran dengan gawai itu. “Kau tidak akan percaya kalau aku membelinya apalagi menang lotre, karena itu memang tidak mungkin.” Jawab Cindy. “SO?” “Deo memberikan ponsel ini.” Kata Cindy perlahan. “What? But why?” tanya Dania semakin merasa heran. “Oh, aku tahu. Beberapa hari yang lalu Deo datang ke rumahku, dia meminta nomer handphone Cindy. Lalu aku bilang kalau Cindy ngak punya ponsel, kurasa itu sebabnya.” Jelas Gea. “Wow, luar biasa.” Kata Dania. “Apa kau berpikir tentang sesuatu, Ge?” Gea mengangguk, “sepertinya sama dengan yang kau pikirkan, Dania.” “Apa?” tanya Cindy. “Dia suka sama kau, Cindy...apa nga ngerasa?” kata Gea gemas. “Tapi Deo itu orang yang disukai Celine. Kemarin Celine...” Cindy tiba – tiba diam. “Kenapa, Cin?” tanya Dania. “Ngak kok, bukan apa – apa.” Kata Cindy dan kembali pada buku catatan di hadapannya. “Ssttt, Dania...” panggil Gea memberi isyarat kepada Dania. Dania mengedikkan bahunya, kemudian kembali diam dan menyelesaikan catatannya. ......................................   “Cindy mana, Ge?” tanya Dania, melihat ke sekelilingnya. Begitu kelas usai, Dania langsung mengemas tasnya dan keluar begitu saja dari ruang kelas. Tidak biasanya ia begitu, ia selalu menunggu Gea dan Dania yang memang lebih lambat dari dirinya ketika harus menyelesaikan catatan sekolah. Gea mengedikkan bahu, “entahlah, aku kira dia menunggu di depan kelas seperti biasa, tapi ternyata tidak, atau mungkin dia terburu – buru karena harus mengambil uang ke warung itu.” “Oh, apa kita coba ke warung itu, siapa tahu dia masih di sana.” Ajak Dania. “Ayo, sekalian aku mau minum, haus banget,” jawab Gea yang mempercepat langkahnya. Hanya sekitar tujuh menit utuk sampai ke warung itu, warung yang letaknya di seberang sekolah. Kedua gadis itu masuk, dan hanya menemukan pemilik warung yang terlihat masih sibuk membuat minuman, serta lima orang laki – laki yang asyik mengobrol sambil menyantap makan siang. “Ngak ada, Dania,” kata Gea yang mendapat anggukkan dari gadis di sebelahnya. “Ehm, Bu, Cindy belum datang, ya?” tanya Dania sopan. “Oh, Neng Cindy baru saja pulang sama pacarnya.” Jawab Wanita setengah baya itu sembari tersenyum. “Pacarnya?” kedua gadis itu saling pandang, heran. “Iya, sudah dari kemarin Neng Cindy diboncengin motor sama pacarnya, ganteng banget. Semoga mereka awet, ya?” kata wanita itu, membuat Dania dan Gea semakin heran. “Dania....” Gea memberi isyarat kepada Dania untuk keluar. Setelah berpamitan kepada wanita itu, merekapun berjalan keluar. “Aneh gak, sih?” tanya Gea. “Ho-oh,” jawab Dania dengan logat jawa-nya. “Menurutmu siapa?” tanya Gea lagi. “Ah, aku juga ngak yakin. Apa mungkin Deo?” jawab Dania. “Masa, sih?” “Yah, mana kutahu. Aku Cuma nebak. Kayaknya selama ini Cuma si Deo yang berusaha deketin Cindy. Pakai memberi ponsel segala lagi,” kata Dania. “Aku juga berpikir gitu, sih. Cuma kalau benar si Deo kok rasanya aneh aja gitu.” Dania menoleh, menatap Gea, “karena dia playboy? Dan Cindy gadis pendiam yang lugu?” “He-em, kira – kira begitu. Atau jangan – jangan Deo punya niat gak baik sama Cindy? karena Cindy itu polos jadi mudah dipermainkan?” kata Gea. “Aduh, aku kok jadi ngeri dengarnya, Gea.” Balas Dania. “Jadi, enaknya gimana?” tanya Gea. “Kita ke rumahnya, kita harus pastikan Cindy baik – baik saja.” Ucap Dania penuh semangat. “Sekarang?” tanya Gea, melirik jam tangan merah muda yang melingkar di pergelangan tangannya. “Kenapa?” “Aku ada janji sama mamaku, sih, mau antar  belanja ke supermarket.” Jawab Gea menyesal. “Oh, kalau gitu aku sendiri aja dulu, nanti aku kabarin.” Kata Dania, melemparkan senyum kepada Gea. “Ngak pa-pa?” “Iya, santai aja.” “Kalau gitu, aku pulang duluan, ya.” Gea membalas senyuman Dania, kemudian berjalan mendahului Dania yang melambaikan tangan padanya. ...............................   Dania turun dari angkot, tepat di depan jalan arah menuju rumah sahabatnya itu, ketika ia hendak melangkah, ia melihat Deo dan Cindy berboncengan sepeda motor, memasuki gang kecil itu. Dania mempercepat langkah, bahkan gadis itu mulai berlari mengejar mereka. Sambil mengatur napas, Dania berhenti. Dilihatnya motor itu sudah terparkir di depan pintu rumah Cindy. Karena rasa penasaran yang begitu besar, Dania memutuskan untuk mengintip ke dalam. Deo yang sedang duduk di ruang tamu, sementara Cindy entah berada di mana. Apakah sebaiknya aku masuk? Pikir Dania, karena dengan begitu ia akan mengetahui apa yang sedang terjadi diantara Deo dan sahabatnya itu. “Deo...” kata Dania, sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Deo yang terkejut menoleh, dilihatnya Dania berdiri dengan napas yang tak beraturan, sementara keringat mulai membasahi kening gadis itu. “Oh, kau datang?” tanya Deo. “Ah, aku ingin meminjam buku catatan Cindy.” “Dia ada di dalam, sepertinya sedang ganti baju.” Jawab Deo, yang kemudian kembali asyik dengan ponselnya. Dania yang duduk di hadapan Deo terus menatap bocah lelaki itu, dan merasa tak sabar ingin tahu apa yang terjadi. “Sssstttt,” panggil Dania. Deo mendongak, “apa?” “Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Dania ketus. “Hah? Rencana? Aku ngak ngerti?” jawab Deo dengan senyum mengambang di bibirnya. “Aduh, ngak usah pura – pura. Kau punya niat ngak baik, kan?” “Dania, kau ini....” “Dania, kau di sini?” Cindy keluar dengan segelas es teh di tangannya, dan memberikannya kepada Deo. “Akan kubuatkan juga untukmu, Dania.” “Cin, ngak usah. Aku Cuma mau pinjam catatan tadi. Lagian tumben kamu main ngilang aja, ngak tahunya pulang bareng Deo sampai lupa sama sahabat sendiri.” Protes Dania dengan wajah cemberut. “Maafin aku, Dania. Aku janji besok kita pulang bareng lagi.” “Loh, kan besok kamu sama aku, Cin?” protes Deo. “Kayaknya aku bareng teman-temen aja, Deo. Lagian ngak enak juga kalau kamu harus anter aku tiap hari.” Ucap Cindy dengan lirih. “Ah, oke. Tapi jangan abaikan teleponku, ya?” Deo meneguk minumannya, meletakkan gelas itu di atas meja, “aku pulang, Cin.” “Hati-hati, Deo.” Cindy mengantar Deo sampai ke depan pintu. Deo yang terlihat kesal dengan kedatangan Dania berusaha tersenyum di depan Cindy.   “Cin, kau kenapa, sih?” tanya Dania begitu Deo meninggalkan rumah itu. Cindy menatap Dania heran, “Aku? Aku baik – baik saja.” “Bukan itu, maksudku kau pacaran ya sama si playboy itu?” “Pacaran? Jelas ngaklah. Kita cuma temen, sama kayak aku, kamu, dan Gea.” Cindy duduk, diikuti Dania yang semakin penasaran. “Masa, sih?” Cindy menghela napas, “kenapa kalian bilang kalau Deo itu playboy? Setahuku Deo itu anak yang baik, dia sopan juga pintar.” “Ini, nih, sepertinya kau memang sudah terpengaruh sama cowok itu. Dengar, ya, semua orang di sekolah tahu siapa itu Deo. Dia suka deketin cewek terus ditinggal gitu aja, dan kurasa dia sedang mencoba deketin kau, Cin. Sebagai sahabat, aku ngak mau kamu kecewa, terluka, atau apalah.” “Bisa saja, kan, Deo bukan bermaksud untuk ninggalin mereka? Tapi karena merasa ngak cocok aja. Lagian di usia kita ini masih bebas memilih, kita harus berteman dengan sebanyak mungkin orang.” Dania menelan sativanya, dan hanya bisa diam sambil menatap Cindy heran. “ngak  ngerti deh, Cin. Aku pulang, ya?” “Lah, katanya mau pinjam buku catatan?” “Ngak jadi.” Sahut Dania yang keluar tanpa menoleh lagi.                            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD