3

1411 Words
"Apakah kau mengenal Adelard Maxwell?" tanya Leandra pada Kevin yang saat ini berada di kediamannya. "Apakah yang kau maksud putra bungsu keluarga Maxwell?" Kevin balik bertanya. "Benar." "Kenapa kau menanyakan tentang pria itu? Apa kau tertarik padanya?" tanya Kevin hati-hati. Pria ini telah mengenal Leandra untuk waktu yang cukup lama, dan ia belum pernah melihat Leandra tertarik pada pria mana pun. Ada banyak gosip yang menyebar tentang Leandra yang berkencan dengan berbagai pria, tapi semua itu tidak benar. Kevin bahkan tahu bagaimana dinginnya Leandra terhadap lawan jenisnya. Leandra seperti tidak ingin terlibat hubungan apapun dengan pria. Ada banyak pria yang mencoba mendekati Leandra, tapi semuanya menyerah. Tidak ada yang bisa menaklukan hati Leandra. Mendengar Leandra menanyakan tentang pria diluar tentang pekerjaan terasa sedikit mengejutkan untuk Kevin. "Kau mengenalnya atau tidak?" Leandra menatap Kevin seksama. Tatapan Leandra yang seperti ini terkadang membuat Kevin merasa ngeri. Leandra benar-benar tipe wanita dengan wajah menawan dan aura mengerikan. "Aku tidak terlalu mengenalnya. Namun, aku pernah beberapa kali bertemu dengan pria itu di pesta. Tidak sulit mencari tahu tentang Adelard. Putra bungsu keluarga Maxwell itu tidak terjun ke dunia usaha melainkan menjadi seorang seniman jalanan. Pria itu sangat mencintai kebebasan. Dan mengenai kehidupan percintaannya, dia sama saja dengan pria-pria penerus keluarga elit. Adelard bergonta-ganti pasangan layaknya mengganti pakaian. Dari yang aku dengar, dia akan mencampakan wanita setelah bosan. Aku rasa mungkin kau pernah melihat pria itu di berbagai majalah karena dia sering tertangkap berhubungan dengan model atau aktris," jelas Kevin berdasarkan pengetahuan yang ia miliki dan apa yang ia dengar di sekitarnya. Adelard tidak begitu asing di mata Leandra karena beberapa kali rekan seprofesinya digosipkan berhubungan dengan pria itu. Untuk pertemuan secara langsung, Leandra belum pernah bertemu dengan Adelard. Leandra bukan tipe orang yang menyukai pesta, ia lebih memilih menghindari acara-acara yang mungkin sering didatangi oleh pria-pria kaya seperti Adelard. Bukan karena Leandra benci keramaian, tapi karena ia tidak suka bersosialisasi dengan orang lain. Ia tipe wanita yang tertutup dan tidak banyak bicara, jadi ketika ada orang asing yang mencoba untuk bicara dengannya ia cenderung bersikap acuh tak acuh. "Apa kau memiliki informasi lebih banyak tentang pria itu?" tanya Leandra. "Jika kau ingin mengetahuinya aku akan mencari tahunya," balas Kevin. "Tidak perlu. Biar aku yang mencari tahu sendiri," seru Leandra. "Kenapa kau ingin tahu tentang pria itu, Lean?" tanya Kevin. Ia sedikit penasaran. "Pria itu mungkin penyebab kematian Xaviera." "Apa?" Kevin berseru tidak percaya. "Xaviera pernah menjalin hubungan dengan Adelard. Ada kemungkinan Xaviera bunuh diri karena dicampakan oleh Adelard." Kevin diam sejenak. Ia sedikit terkejut mendengar kata-kata Leandra. Jika benar seperti yang Leandra katakan, maka Xaviera telah jatuh cinta pada orang yang salah. "Apa yang ingin kau lakukan pada pria itu jika dia benar-benar penyebab Xaviera bunuh diri?" tanya Kevin setelah beberapa saat diam. "Pria itu harus merasakan apa yang dirasakan oleh Xaviera. Patah hati hingga ingin mati," seru Leandra. "Adelard bukan tipe pria yang sentimentil seperti itu, Leandra. Dia menjalin hubungan dengan wanita hanya karena kebutuhannya sebagai pria dewasa. Pria seperti Adelard tidak percaya pada cinta." "Aku tidak percaya aku tidak mampu membuat pria itu jatuh cinta padaku, Kevin." "Lean, jangan melibatkan dirimu dalam permainan seperti ini. Kau mungkin akan mengalami kekalahan." "Leandra tidak diciptakan untuk sebuah kekalahan." Leandra menjawab dengan dingin. Yang ada di pikirannya saat ini hanya membalas dendam. Menginjak-injak perasaan Adelard di bawah kakinya. Leandra sangat yakin bahwa Adelard akan bertekuk lutut padanya. "Bagaimana jika kau jatuh cinta pada Adelard seperti yang terjadi pada Xaviera?" tanya Kevin cemas. Kevin tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia sangat mengenal Leandra, jika wanita itu sudah bertekad maka tidak akan ada yang bisa mengubah pemikirannya. "Kau sudah mendengar tentang Xaviera?" tanya seorang pria pada pria lainnya yang saat ini sedang menggoreskan kuasnya pada kanvas. "Aku tidak terlibat apapun dengan kematiannya," seru pria yang tidak lain adalah Adelard. Pria berambut sebahu itu sudah mendengar tentang mantan kekasihnya yang melakukan aksi bunuh diri. "Namamu ikut terseret dalam kematiannya, Adelard. Entah bagaimana hubunganmu dan Xaviera yang sudah beberapa bulan berakhir kini menjadi bahan pembicaraan." "Aku tidak begitu peduli akan hal itu, Travis. Terserah bagaimana orang ingin berkata. Aku tidak harus meladeni mereka." "Kau tidak ingin memberikan klarifikasi?" tanya Travis yang merupakan sepupu Adelard. "Tidak," balas Adelard singkat. Travis menatap seksama sepupunya, jika ia yang jadi bahan pembicaraan orang lain sudah pasti ia akan murka. Adelard memang terlalu tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan di belakangnya. Travis melihat ke jam tangannya, pria yang mengenakan setelan rapi itu kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Aku akan kembali ke perusahaan sekarang." Adelard hanya membalas dengan dehaman, lalu sepupunya itu keluar dari galeri seni miliknya yang tidak begitu besar untuk ukuran anak pengusaha sukses seperti dirinya. Seperginya Travis, Adelard tetap melanjutkan kegiatannya, tidak terganggu sama sekali dengan yang terjadi saat ini karena yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian Xaviera bukanlah dirinya, tapi orang lain. Adelard tahu benar siapa orang yang berhubungan dengan Xaviera setelah ia mengakhiri hubungannya dengan Xaviera. Dan sialnya, orang itu adalah kakak kandungnya sendiri. Bagaimana bisa Adelard menjelaskan pada orang lain bahwa pria yang membuat Xaviera mengakhiri hidupnya adalah kakaknya yang saat ini sudah menikah dan sudah memiliki satu orang putra. Nama besar keluarga Maxwell akan hancur karena skandal perselingkuhan kakaknya. Bukan hanya itu, keponakannya yang masih berusia enam tahu akan menjadi korban. Di sini Adelard menyalahkan Xaviera, wanita itu sudah tahu bahwa kakaknya memiliki istri tapi tetap saja mau menjalin hubungan dengan kakaknya. Jika Xaviera bunuh diri karena dicampakan oleh kakaknya itu adalah kesalahan Xaviera sendiri. Wanita itu terlalu banyak berharap pada pria yang sudah beristri. Adelard bukan orang suci, tapi dia cukup memiliki moral untuk tidak mengusik rumah tangga orang lain. Dengan wajah tampannya, wanita yang sudah bersuami pun akan rela meninggalkan suami mereka untuk bisa berhubungan dengannya, tapi Adelard memiliki prinsip ia tidak akan pernah berhubungan dengan kekasih orang lain apalagi istri orang lain. Ia menganggap Xaviera adalah wanita yang bodoh. Bodoh karena memilih mati hanya karena dicampakan. Di dunia ini ada banyak pria bukan hanya kakaknya saja, dengan wajah cantik yang Xaviera miliki wanita itu bisa mendapatkan pria lajang dari kalangan atas. Ponsel Adelard berdering. Pria itu menghentikan kegiatannya dan menjawab panggilan itu. "Ada apa?" tanya Adelard tanpa basa basi. "Aku ingin meminta maaf padamu karena kau terseret ke dalam kasus kematian Xaviera." "Kau rupanya tahu cara meminta maaf setelah membuat kesalahan." Adelard mencibir orang yang menghubunginya. "Aku meminta maaf karena membuat kau terlibat dalam urusan pribadiku, Adelard. Tapi, aku tidak menyesali apa yang sudah aku perbuat. Jatuh cinta bukan sebuah kesalahan." "Salah, salah karena kau jatuh cinta di waktu yang tidak tepat!" seru Adelard kesal. "Kau tidak akan mengerti sampai kau benar-benar jatuh cinta pada seorang wanita, Adelard. Dengar, cinta itu tidak bisa dikendalikan." "Terserah kau saja. Lagipula semuanya sudah berakhir. Aku tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentangku jadi kau tidak perlu memikirkan aku." "Kau benar, semuanya sudah berakhir." Nada suara kakak Adelard terdengar hampa. "Berhenti memikirkan orang yang sudah tiada. Pikirkan anak dan istrimu yang sudah kau khianati!" tegur Adelard. Terkadang Adelard sangat ingin meninju kakaknya. Apa sebenarnya yang ada di otak pria yang ia kenal cerdas itu ketika melakukan perselingkuhan. Selama ini ia mengenal kakaknya sebagai pria yang bertanggung jawab dan setia, tapi apa yang sudah kakaknya lakukan membuat penilaiannya berubah. Pada akhirnya kakaknya tetap tergoda oleh wanita lain meski sudah memiliki istri. "Aku akan mengakhiri panggilan ini. Terima kasih sudah berkorban untuk keluarga Maxwell." Adelard tidak menjawab, ia hanya membiarkan kakaknya memutuskan sambungan telepon itu. Pria itu menghembuskan napas gusar. Sepertinya kakaknya benar-benar jatuh cinta pada Xaviera, dan sekarang pria itu pasti merasa kehilangan Xaviera. Bagaimana bisa kakaknya jatuh cinta untuk yang kedua kalinya pada wanita yang berbeda. Adelard tidak mengerti cara orang mencintai. Ayahnya mencintai ibunya yang sudah tiada sampai saat ini. Pria itu tidak menikah lagi padahal ketika ibunya sudah tiada usia sang ayah baru tiga puluhan tahun. Dengan usia muda seperti itu ayahnya bisa menikah lagi, tapi ayahnya malah memilih menjaga cinta untuk wanita yang sudah pergi. Adelard bukannya menyalahkan ayahnya yang terlalu setia, tapi hidup dalam kesepian seperti itu hanya menyiksa diri sendiri. Seharusnya ayahnya membuka hati untuk wanita lain. Yang sudah pergi tidak akan kembali. Namun, yang ditinggalkan harus tetap melanjutkan hidup. Bangkit dan bahagia, bukan tetap terkurung dalam kehilangan dan kesepian. Adelard menghela napas sekali lagi. Sudahlah, untuk apa ia memikirkan hal seperti ini. Yang pasti mencintai diri sendiri lebih baik daripada mempercayakan hati pada orang lain. Ditinggal mati atau dikhianati, Adelard tidak ingin merasakan hal seperti itu. tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD