Home

1155 Words
5 tahun lalu Malam semakin larut, namun hiruk pikuk di bandara Kingsford-Smith masih tak jauh berbeda dengan tadi siang, tempat ini seakan tak pernah tidur terus menggeliat. Seorang gadis muda sedari tadi duduk di kursi tunggu bandara, di sampingnya terdapat sebuah koper besar berwarna abu-abu beserta tas ransel hitam yang isinya nampak sangat penuh, sebentar-sebentar matanya melirik ke arah papan penunjuk keberangkatan. Gadis muda berusia dua puluhan dengan rambut panjang sebahu di cat warna deep brown,, wajahnya cantik dan lembut dengan sepasang mata sipit dengan tatapan mata yang tajam tajam. Gadis itu bernama Shi Hui. ia sedang duduk di salah satu kursi tunggu bandara sembari mendengarkan lagu-lagu yang mengalun merdu melalui earphonenya, sudah dua jam ia duduk di kursi tunggu bandara, jari-jarinya memainkan ponsel yang ada di genggamannya untuk sekedar membunuh waktu sembari membaca novel online kesayangannya. Ia duduk di tengah hiruk pikuk manusia yang terus berseliweran, bukan karena pesawat yang ditumpangi mengalami delay, tapi Shi Hui sendiri yang memilih untuk berangkat beberapa jam lebih awal karena saking bersemangatnya ia hari ini, khawatir kalau-kalau tertinggal pesawat. “Aku sudah di bandara, sebentar lagi aku terbang.” terdengar suara seorang pemuda yang sedari tadi menelpon dengan bahasa mandarin, mengakhiri pembicaraan telepon. Shi Hui memperhatikan seorang pemuda berkacamata yang duduk tak jauh dari tempatnya berada, wajahnya nampak gelisah sesekali ia menundukkan kepalanya. Ia tak berbicara dengan kencang tapi kurang lebihnya Shi Hui paham apa yang pemuda itu bicarakan, meskipun bertahun-tahun tinggal di Aussie dan terbiasa menggunakan bahasa inggris namun ia masih luar kepala dengan bahasa itu. sepertinya ada keluarganya yang sakit parah, pikir Shi Hui menyimpulkan apa yang ia dengar dari pembicaraan pemuda itu. Sayup-sayup terdengar suara pengumuman pesawat keberangkatan Sydney-Beishan. Ah itu bukan pesawat yang akan kutumpangi. Pemuda berkacamata disampingnya itu spontan berdiri dan segera berjalan menyeret kopernya, saking terburu-burunya tak sengaja tas kopernya menubruk koper Shi Hui. Brukk! “Ah sorry sorry nona, aku tidak sengaja, “Katanya dengan sopan sembari membetulkan kembali koper Shi Hui. “It’s okay..it’s okay tak usah pedulikan ini kau pasti sedang terburu-buru, pergilah.” Jawab Shi Hui dengan sopan juga. Setelah membetulkan posisi koper Shi Hui pemuda berkacamata itu pamit dan segera berlari melesat ke arah pintu keberangkatan. Suasana kembali menjadi sunyi di antara keramaian itu. Setengah jam kemudian sebuah burung besi berwarna putih jurusan Sydney - Xianhu yang akan membawanya pulang tiba. Pulang... Setelah dua belas tahun lamanya ***** Shi Hui menyandarkan punggungnya ke kursi pesawat, meregangkan badannya yang mulai terasa pegalnya, sedari kemarin ini ia sangat bersemangat menyiapkan berbagai keperluan untuk kepulangannya, mondar mandir kesana kemari, mengurus dokumen-dokumen, membeli oleh-oleh untuk anak panti. Perjalanan masih panjang dan sepanjang perjalanan yang terlihat dari jendela pesawat hanyalah gelap dan gerombolan awan yang terlihat samar membuatnya lama-lama merasakan kantuk yang tak bisa ditahan, SHi Hui ingat betul, dulu saat pertama kali ia naik pesawat dua belas tahun lalu ia merasa sangat excited, rasa-rasanya seperti tubuhnya melayang-layang di atas gumpalan awan, dan bentangan samudra yang nampak sangat jauh sepanjang perjalanan ia terus membuka mata memperhatikan gumpalan-gumpalan awan yang nampak seperti kapas. *** “Aku pasti akan kembali, tunggu aku ya.” Seru Shi Hui kepada An Na dan anak-anak panti saat itu. Memori-memori masa lalu tanpa sadar terputar kembali di dalam mimpinya. Siang itu saat pulang dari sekolah anak-anak dihebohkan oleh sepasang suami istri yang datang ke panti, mereka datang hendak mengadopsi seorang anak. tetapi bukan itu yang menimbulkan kehebohan, bagi anak panti melihat orang-orang datang dan pergi untuk mengadopsi anak sudah menjadi hal yang sangat biasa dalam kehidupan mereka. tapi yang membuat heboh karena pasangan suami istri itu adalah orang asing dengan rambut pirang, kulit putih kemerahan dan mata biru, seumur-umur baru kali pertama ini mereka melihat bule, maklum saja panti asuhan mereka letaknya cukup terpencil dan jauh dari pusat kota. Setiap kali calon-calon orang tua asuh itu datang anak-anak ini selalu bertanya-tanya siapa yang akan di adopsi, diadopsi dan memiliki keluarga pastilah adalah impian anak-anak itu. Di sisi lain Shi Hui sama sekali tak berminat untuk diadopsi, ia sudah terlanjur nyaman dengan tempat ini, tapi hari ini secara tak di duga pasangan suami istri itu Tuan dan nyonya Smith ternyata memutuskan untuk mengadopsi dirinya. Sebuah pilihan yang sama sekali tak pernah Shi Hui bayangkan. “Shi Hui...bukankah ini kesempatan baik untukmu, mereka sepertinya sangat menyukaimu, mereka pasti akan memperlakukanmu dengan baik.” An Na duduk disamping SHi Hui sambil menepuk pundaknya. “Kesempatan apa, aku tak mau pergi!” Shi Hui menjawab dengan ketus, semenjak Wang Ayi memberitahunya kalau dirinya akan di adopsi ia terus murung. Hei kudengar Aussie tempat yang sangat indah, kau pasti akan sangat menyukainya.” “Seindah apapun tak akan bisa menggantikan Chenguang.” Shi Hui tetap pada pendiriannya. Dua belas tahun lalu saat usianya empat belas tahun, ia berangkat ke Aussie bersama pasangan suami istri itu, pindah ke tempat yang benar-benar asing baginya, ia tak mengerti bahasa yang diucapkan orang-orang di sekitarnya. Sebuah tempat yang pastinya sama sekali asing baginya, Shi Hui kecil saat itu benar-benar tak tahu apa itu Sydney yang ia tahu hanyalah tempat itu sangatlah jauh dari panti dan sekali ia berangkat kesana ia tak tahu kapan bisa menginjakkan kaki di kota ini lagi, dan memang benar setelah dua belas tahun barulah Shi Hui bisa pulang ke kampung halamannya terutama setelah melalui berbagai hal. sebuah keputusan yang berat karena ia harus meninggalkan panti Chenguang dan orang-orang yang sudah menjadi seperti keluarganya sendiri semenjak kematian kedua orang tuanya, namun di Sydney Shi Hui malah lagi-lagi harus menelan pil pahit kekecewaan, nyatanya kehidupan bahagia dengan orang tua utuh yang ia impikan tak pernah terwujud, ia justru harus menyaksikan pasangan yang ia panggil dengan mom-dad itu terus-terusan bertengkar, dan ketika mereka pada akhirnya memutuskan untuk bercerai lima tahun kemudian. lagi lagi Shi Hui harus merasakan lagi perasaan terabaikan dan sendirian, Saat itu usianya sudah sembilan belas tahun, Shi Hui memutuskan untuk keluar dari rumahnya dan berusaha hidup mandiri. Bibi Wang, kepala Panti chenguang berkali-kali menawarinya untuk pulang dan kembali ke chenguang, namun Shi Hui merasa bahwa bahwa dirinya sudah cukup dewasa, bagaimanapun ia harus mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Daripada kembali dengan tangan kosong ia memilih untuk melanjutkan kuliahnya di negara itu, sembari bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupnya sendiri, nyaris semua pekerjaan paruh waktu sudah pernah ia cicipi. menjadi pencuci piring di resto-resto, menjadi penjaga toko hingga menjadi tukang antar s**u, setelah beberapa tahun ia akhirnya lulus dan bekerja sebagai wartawan di sebuah majalah entertainment yang cukup terkenal di Sydney. Dan kini setelah bertahun-tahun berada di Sydney akhirnya ia memutuskan untuk kembali, sebuah keputusan besar tentunya, apalagi mengingat karirnya sudah cukup baik di tempat ini, namun senyaman apapun Shi Hui selalu merasa bahwa tempat ini bukanlah rumahnya, keputusannya untuk pulang ke negaranya kali ini sudah bulat, apalagi di sana ada An Na sahabatnya sejak kecil yang selama bertahun-tahun ini selalu setia mendengarkan segala keluh kesahnya lewat saluran telepon, kali ini mereka sudah sepakat untuk meniti karir bersama sebagai jurnalis di Kota Beishan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD