Pria itu membantu Poni dari toko bahan makanan hingga mengantarnya ke apartemen adiknya. Poni baru saja mengucapkan terima kasih dan dia sudah pergi begitu saja. Jangan-jangan dia mungkin tidak mendengar ucapan terima kasih Poni tadi dan buru-buru masuk ke mobil dan mengebut seperti orang marah. “Jika marah, kenapa mau menolongku...” Poni menggerutu. Padahal dia sudah menolak Ansel terus menerus akan tetapi pria itu yang bersikeras mengantarnya sampai ke sini. Huft, pikiran Ansel sulit ditebak Poni. Dan Poni terlalu lelah untuk membaca pikiran pria itu. “Oi!” Suara dari ponselnya membuat Poni tersadar jika dia masih menghubungi adiknya. Dia dengan cepat membawa ponselnya ke telinganya. “Oh aku kira kau sudah mematikan panggilanku.” “Kau berbicara dengan siapa tadi?” Poni mengerjapkan

