Duduk di kursi taman sendirian, Ansel yang masih mengenakan seragam SMP-nya menatap beberapa keluarga kecil yang sedang bermain bersama anak mereka. Seketika bayangan masa lalu terlintas di benaknya. Dulu, Ansel yang masih kecil sering kemari bersama keluarganya. Dulu, dia dan Al sangat rukun. Dulu, Al dan dia sering berlari di sini. Dulu juga, Al selalu menemaninya ke manapun Ansel ingin pergi dengan wajah penasarannya.. Tapi sekarang, entah sejak kapan kakaknya berubah. Semenjak dia mulai terjun ke bisnis Völker? Entahlah... Dia mulai menjadi kakak yang menyebalkan bagi Ansel sejak kecil. Dia bahkan dengan teganya mengirim orang yang ia kagumi ke Amerika. “Dia yang ingin pergi, bukan aku.” Itu adalah perkataan Al yang tertawa ringan seolah semuanya bukanlah salahnya. “Aku hanya memberi

