Ghost 2

1023 Words
Dua bulan kemudian. Tidak ada yang tahu bahwa Dayu seorang indigo. Bahkan orangtuanya sekali pun. Andai saja mereka tahu, pasti tidak akan menganggap Dayu stres karena mantan pacarnya menikah dengan sepupunya. "Yu!!" panggil Mama setelah sepuluh menit dihabiskannya waktu untuk memperhatikan Dayu yang terus memalingkan wajahnya ke arah kanan sambil mengangguk-angguk, mengerutkan kening, menggerakkan bibir, dan mengerjapkan matanya seolah sedang berinteraksi dengan orang lain. Padahal jelas-jelas di sana hanya ada Mama dan Dayu. Kalaupun ada makhluk lain yang hidup, hanya si Ayam yang dari sejak Dayu pulang kuliah dan duduk di ruang tengah karena Mama memanggilnya, terus mondar-mandir memancing perhatian Dayu. Belum kapok juga si Ayam meski sudah sering diusir agar menjauh oleh Dayu. "Mmhh ... apa Mam?!" sahutnya, mengalihkan pandangan pada Mama. "Kamu itu anak Mama satu-satunya, kalau kamu stres atau gila, siapa yang bakal ngewarisin harta Mama sama Papa yang segini banyaknya ini?!" tanya Mama dengan efek drama yang lebay. "Hah ... ?! Emang siapa yang stres?!" respon Dayu cengo. "Ya kamu ... masa si Ayam!!" omel Mama menyebutkan nama kucing kesayangannya itu yang menjadi musuh bebuyutan Dayu. Dayu menghela nafas panjang, mendengar nama si Ayam membuat darahnya berdesir. "Tega banget sih ngatain anak sendiri gila." Rutuk Dayu. Lagian Mama tuh tega banget piara kucing padahal tahu Dayu tidak suka semua jenis hewan. Kalau ingat itu, rasanya Dayu pengen pergi aja dari rumah. Biar Mama tahu, kalau Dayu lebih berharga daripada kucing, atau hewan apapun. Tapi biarpun keinginannya sekuat hasratnya untuk bertemu dengan Song Kang, tapi Dayu belum berani minggat dari rumah selama dia masih kuliah. Karena dia belum bisa mencari uang sendiri. Akhirnya terpaksalah Dayu bertahan di rumah Mama meski harus berbagi atap dengan si Ayam. Mama adalah penyuka kucing, sudah banyak sekali jenis kucing yang pernah menjadi peliharaannya di rumah. Si Ayam sendiri adalah kucing kesekian dari jenis ragdoll yang didapatnya dari sahabatnya yang pindah ke New York. Karena si Ayam sudah betah dengan lingkungan di Indonesia, dan sangat menyukai daging ayam lokal -makanya diberi nama ayam- jadilah dia diberikan pada Mama yang dengan senang hati menerimanya. Kesenangan Mama, derita bagi Dayu. Mengenai nama si Ayam, meski Dayu selalu tak acuh padanya, namun dia merasa kasihan karena bertentangan dengan rasa keperihewanannya. Dayu sudah pernah mengajukan protes pada Mama untuk mengganti nama kucing itu dengan nama yang tidak bertentangan dengan makhluk yang memiliki bulu berwarna orange.Namun Mama tidak mengindahkannya dengan alasan sudah merupakan amanat dari pemilik sebelumnya untuk tidak mengganti nama si Ayam. "Yeee ... Mama, orang nanya baik-baik juga. Emang kenapa sih, akhir-akhir ini Mama sama Papa lihat Dayu tuh kayak yang aneh, jangan Mama pikir Dayu ngga tahu ya, kalau kemarin Mama suka diem-diem bicarain Dayu sama Papa. Warning Mam, I watch you!!" tukas Dayu sambil menunjuk matanya dan mata Mama. "Pake warning segala!! Terserah kamu tahu juga, nih ya sekalian aja Mama bilangin. Mama tahu kamu patah hati karena si Andreas nikah sama Cella, iya kan?!" tunjuk Mama yang langsung dibalas Dayu dengan tawa yang keras. "Mama ... Mama ... kalaupun iya, itu kan udah lama, sekarang Dayu udah move on Mam. Dayu senang akhirnya Cella dapetin Andreas, mereka ... pasangan yang cocok!" Setengah menerawang Dayu berkata. "Kamu ngga lagi pura-pura kan Yu?!" selidik Mama masih curiga. "Nggalah ... woles aja. Masih banyak ikan di lautan. Ya udah deh Mam, Dayu ke kamar dulu. Gerah banget nih, pengen mandi." Ucap Dayu cepat sambil beranjak dari ruang keluarga menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Sampai kamar, niatnya untuk langsung mandi tertahan setelah melihat kasurnya yang terbungkus sprei berwarna mustard yang seakan melambai kepadanya. Direbahkannya tubuhnya di atas tempat tidur yang empuk dan wangi. Dan tak butuh waktu lama dia pun jatuh tertidur. Dan Dayu bermimpi ... Suasana malam yang dingin terasa hangat saat seseorang mendekati dan memeluknya dari belakang, menutupi punggungnya yang terbuka. Tube dress yang dikenakannya terasa membelit dadanya, membuatnya sesak. Dayu menyesal, kenapa harus mendengarkan Athaya untuk memakai gaun kekecilan yang tidak pas dengan ukuran dadanya yang besar. "Kamu ngga kedinginan?" Dayu merasa lega mendengar pertanyaan itu. Meskipun dia masih ingin berada lebih lama lagi dalam pelukan cowok itu, namun dia tidak dapat menahan walaupun untuk sebentar saja ketidaknyamanan yang dirasakannya akibat salah kostum. Lagipula apakah Athaya tidak tahu jika cowok itu akan mengajaknya naik kapal pesiar? "s**t!" rutuk Dayu dalam hati. "Dingin sih ... " lirih Dayu, dengan suara mulai bergetar. "Kenapa ngga bilang dari tadi? Ayo, masuk!" ucap cowok itu sigap, dengan tangannya yang hangat menggenggam tangan Dayu. Di dalam, cowok itu langsung menutupi bahu Dayu dengan selimut tipis dan menghangatkan tangan Dayu dengan cara menggosok-gosokkannya menggunakan tangan. Setelah tangan Dayu terasa hangat, cowok itu menggenggam tangannya, lalu mengecupnya dengan mesra. Tatapan matanya yang tajam terasa menembus jantung Dayu, membuatnya melemah namun terasa membuncah penuh kebahagiaan. "I love you." Mantra itu terucap dari bibir penuhnya yang merah, terlalu merah untuk ukuran seorang pria. Dayu tersipu mendengarnya, tak tahu lagi harus bersikap bagaimana. Cowok itu tak berhenti membuatnya bahagia dari sejak dia datang meminta ijin pada orang tuanya dan memperlakukannya bak seorang putri. "Maukah kamu menikah denganku?" Sesaat Dayu merasa waktu seakan berhenti, tubuhnya terasa melayang ke langit ke tujuh. Momen yang dinantinya akhirnya tiba, lamaran romantis dari pria yang dicintainya, yang kemarin hanya berupa harapan tanpa mimpi yang entah kapan akan terwujud. Tapi Tuhan begitu menyayanginya. Ketika dia berharap mendapatkan pacar yang setia dan menyayanginya, namun Tuhan memberinya bibit unggul dengan kualifikasi tinggi yang bahkan tidak pernah sekalipun berani dia impikan. "Sayang, kok diam aja? Kamu ngga mau nikah sama aku?" Dayu baru saja hendak mengatakan "ya" namun sesuatu terasa menghalangi suaranya, lidah menjadi kaku, dan tiba-tiba ... kegelapan melingkupinya. Dayu pingsan. "Yu! Dahayu?!" panggilan disertai guncangan di bahunya membuat matanya terbuka. "Akh ... apa sih Ma, gangguin aja ... " dengan mata memicing Dayu mengenali siapa yang sudah mengganggu mimpi indahnya. "Kamu itu jadi anak gadis jangan jorok, baru pulang malah tidur bukannya bersih-bersih dulu, ganti baju, makan ... " omel Mama. "Aaahh ... Dayu lagi ngga mood." "Ini bukan soal mood atau ngga mood, tapi soal kebersihan. Ayo bangun, jangan malas-malasan!" Enggan berdebat lagi, Dayu menyudahi tatap mukanya dengan Mama dan mengalah demi kelangsungan hidupnya di rumah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD