Chapter 03

2094 Words
"Jadi... ada yang mau lo ceritain?" Aldan menatap Kara yang tengah duduk di kasur sambil memeluk lututnya. Pandangan cewek itu terlihat kosong, membuat Aldan sedikit khawatir pada keadaannya. Tadi, sewaktu Aldan datang menjemput Kara ke rumahnya, cewek itu benar-benar dalam kondisi yang jauh dari kata baik. Rambutnya berantakan dan matanya sembab. Kara memang enggak mengatakan apapun, tapi Aldan tahu betul kalau sesuatu yang buruk telah menimpa cewek itu. Untungnya, Mama Aldan nggak menyerbu Kara dengan seribu pertanyaan begitu mendengar Kara akan menginap di rumahnya malam ini. Beliau cukup memaklumi kebiasaan Kara menginap di rumah Aldan sewaktu ia dan ayahnya sedang bertengkar. Hening cukup lama sebelum akhirnya Kara menghela napas panjang dan menjawab, "lo tau aja kalau ada banyak hal yang harus gue ceritain." Aldan terkekeh. "Tiga taun kita bareng-bareng terus, Kar. Apa sih yang nggak gue tau?" katanya santai sembari berputar-putar di kursi belajar yang ia duduki. "Gue berantem lagi sama bokap," ucap Kara memulai ceritanya. "Karena hal yang sama?" "Yap." Kara mengangguk. "Gara-gara basket." "Terus?" "Gue nggak ngerti deh, Dan. Kenapa sih bokap sebegitu nggak sukanya kalau gue ikut basket?" lanjut Kara dengan wajah jengkelnya. "Mungkin dia takut sekolah lo keganggu," ujar Aldan. "Nggak! Gue bukan anak kecil lagi! Gue udah gede! Gue bisa ngatur waktu," tandas Kara. Cewek itu menggigiti guling yang ada di dekatnya karena kesal. Aldan meringis lalu menarik paksa guling tadi dari tangan Kara. "Jangan digigitin! Entar gue kena rabies dari lo!" Tanpa menggubris perkataan Aldan barusan, Kara menarik kembali guling cowok itu lalu menggigitinya lagi sebagai pelampiasan emosi. "Iih, sebel!" "Ini guling kesayangan gue! Baru di cuci dua hari yang lalu gara-gara ada bekas gigitan lo!" Aldan menarik lagi gulingnya dari pelukan Kara. Kara cuma balas mencebikkan bibir tanpa melakukan perlawanan lebih lanjut. Cewek itu merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar Aldan. Bagi Kara, kamar Aldan adalah kamarnya juga. Entah sudah yang keberapa kalinya cewek itu tertidur disana. Yang jelas, Kara nggak pernah sekalipun menganggap kamar Aldan adalah kamar orang lain. Kamar Aldan terasa nyaman senyaman kamarnya sendiri. Melihat Kara yang kembali bengong, Aldan dengan sigap langsung ambil tindakan. Cowok itu segera bersuara agar Kara tak terlalu larut dalam lamunannya. "Gak usah dipikirin, Kar. Besok juga bokap lo bakalan nyusulin kesini terus minta maaf." Kara tertawa sumbang. "Besok dia nggak akan kesini..." Aldan mengerutkan keningnya. "Kenapa?" "Kata bokap, gue bukan anaknya lagi," lirih Kara. Cewek itu masih memandangi langit-langit kamar Aldan dengan senyum kecut. "Dan gue... sendirian. Gue nggak tau harus tidur dimana malem ini kalau nggak ada lo." Aldan langsung tertegun begitu mendengar ucapan Kara. Cowok itu menatap sahabatnya dengan tatapan tak percaya. "Lo... diusir?" Kara tertawa hambar lalu mengangguk. "Gue nggak punya rumah lagi." "Pantesan pake bawa koper gede segala," gumam Aldan, cukup keras untuk bisa didengar oleh Kara. Kara bangun dari rebahannya di kasur lalu menatap Aldan penuh harap. "Dan, lo mau bantuin gue buat cari tempat kosan yang murah, nggak?" Kedua alis Aldan bertaut bingung. "Buat?" "Buat gue tempatin lah. 'Kan nggak mungkin kalau gue terus-terusan numpang disini." "Oh iya," gumam Aldan sembari manggut-manggut setuju. "Uang sewanya gimana?" Kara menjetikkan jarinya dengan senyum lebar. "Gue bisa pake tabungan gue dulu. Sementara itu, nyokap lo punya usaha catering kue 'kan? Nah, gue bantuin nyokap lo buat bikin kue. Entar, nyokap lo ngasih gue upah. Berapapun deh, terserah. Gimana?" "Lo bisa rundingin itu sama nyokap gue nanti." "Oke!" seru Kara dengan satu jempol terangkat. "Jadi, gimana? Lo ada temen yang punya kos-kosan, nggak?" "Hmm..." Aldan memutar kursinya menghadap meja belajar lalu meraih ponselnya yang ada di dekat tumpukan buku. Cowok itu langsung menempelkan ponselnya ke telinga setelah memencet beberapa digit nomor telepon. "Anjir! Seriusan ada? Lo punya temen yang nyewain kos-kosan?!" pekik Kara heboh begitu melihat Aldan sedang menelpon seseorang. Mendengar suara melengking milik Kara barusan, Aldan refleks meringis lalu menempelkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan agar cewek itu tetap tenang ditempatnya. "Halo?" Aldan mulai membuka pembicaraan di telepon. Sementara itu, Kara kembali sibuk menggigiti guling saking gemas sekaligus senang begitu tahu kalau Aldan punya teman yang rumahnya bisa dijadikan kos-kosan oleh dirinya. Aldan tertawa sebentar sebelum akhirnya bicara, "Nggak, bukan. Gue bosen menang mulu." Kara memberengut bingung, tapi tak urung tetap mendengarkan pembicaraan Aldan dengan temannya di sebrang sana. "Eh, temen gue boleh ya, numpang di kontrakan lo? Tenang aja, entar dia bayar uang sewanya kok. Jadi, itung-itung lo patungan sama dia buat bayar kontrakan," ucap Aldan, to the point. Cowok itu sempat melirik Kara yang tengah menatapnya penuh harap. Semoga boleh, semoga boleh, semoga boleh! Kara terus berdoa dalam hati. "Elah, lumayan kali, lo jadi ada temen ngobrol," kata Aldan sembari melemparkan senyum menenangkan ke arah Kara. Namun detik berikutnya, cowok itu tiba-tiba berdecak."Yakali, lo lebih demen ngobrol sama nenek-nenek daripada sama orang yang umurnya nggak beda jauh dari lo?" Kara mengatupkan bibirnya rapat-rapat, berusaha mencegah agar tawanya tak menyembur keluar. "Temen gue anaknya asik kok. Lo bisa ngobrolin banyak hal sama dia. Bola, PS, pelajaran, tinju, game, gosip, semuanya dijabanin. Gimana?" DUGG! Tanpa disangka-sangka, Kara malah memukul kepala Aldan dengan guling yang ada di tangannya. Kontan Aldanpun melotot sembari kunyem-kunyem nggak jelas, merutuki aksi Kara barusan. "Lo mau bantuin gue nyari kos-kosan apa mau ngejual gue?!" desis Kara. Cewek itu membalas pelototan dari Aldan. "Ssshh!" Seolah tak menghiraukan perkataan Kara barusan, Aldan menjauhkan ponselnya dari telinga sesaat sambil menempelkan telunjuk di bibirnya lagi. Setelah dirasa Kara cukup tenang tanpa membuat suara sedikitpun, Aldan kembali menempelkan ponselnya di telinga. "Ya? Halo? ...Gimana? ...Bisa? ...Beneran? ...Deal!" Melihat senyum sumringah menempel pada wajah Aldan, tak urung Karapun ikut menyunggingkan senyum lebarnya. "Aldan! Gimana? Apa katanya? Boleh 'kan? Uang sewanya murah? Rumah dia dimana?" cerocos Kara panjang lebar setelah Aldan memutuskan sambungan telepon dan menaruh ponselnya di meja. Aldan sempat meringis kecil lalu menampilkan cengirannya. "Iya, boleh. Besok gue bakalan bantuin lo pindahan, deh." "Anjrit! Bilangin makasih ke temen lo dong, Dan!" "Dia sepupu gue." "Sepupu?" Kara mengedip bingung. Aldan mengangguk. "Iya. Sepupu gue ini, santai aja." Mata Kara mendadak berkaca-kaca. Cewek itu menyusut air mata yang sempat menetes di mata kanannya, membuat Aldan menatap Kara dengan raut wajah bingung sekaligus panik. Kenapa Kara malah nangis?! "Ke--kenapa, Kar? Lo pengennya ngekos di rumah temen gue? Nggak mau di sepupu gue?" Kara tertawa kecil lalu menggeleng. "Nggak, bukan itu. Gue terharu punya sahabat sebaik lo." "Oh." Aldan tersenyum kikuk lalu menggaruk kepalanya yang nggak gatal. Cowok itu mendadak gugup sendiri setelah mendengar pujian dari Kara. Untuk menghilangkan suasana yang tiba-tiba terasa canggung itu, Aldan refleks menoyor kepala Kara lalu mendengus geli. "Hah! Muji kalau lagi butuh. Biasanya juga lo ngatain gue!" Kara tertawa. "Gue mujinya tulus, loh.Dan--Oh! Sebagai ucapan terimakasih, gue rela deh nemenin lo latihan futsal sampe selesai! Gimana?" "Bisa, bisa. Sekalian beliin gue minum sama ngelapin keringet gue, mau?" "Mau!" Mendengar jawaban antusias dari Kara, Aldan refleks tertawa geli. Cowok itu bangkit dari kursi lalu berjalan keluar kamar. Tapi tiba-tiba saja, suara Kara dengan cepat menahan langkah cowok itu yang telah mencapai ambang pintu. "Aldan!" "Hmm?" "Biar gue aja yang tidur di kamar tamu, lo disini. Gue nggak enak kalau harus selalu tidur di kamar lo setiap kali nginep," ucap Kara sedikit sungkan. Aldan menatap Kara lama sebelum akhirnya menjawab. "Gak apa-apa. Daripada lo nggak bisa tidur di kamar tamu, mending lo disini aja. Gue ngerasa nyaman kok tidur disana." "Yaudah, nih, lo bawa ini. Lo nggak bisa tidur tanpa ini 'kan?" tanya Kara seraya menyodorkan guling kesayangan Aldan yang tadi sempat digigitinya. Aldan melihat gulingnya sekilas lalu melepas tawa kecil. "Lo juga nggak bisa tidur tanpa itu 'kan? Tenang, guling kesayangan gue, berarti guling kesayangan lo juga. Pake aja." Kara kembali menatap Aldan dengan pandangan haru. Cewek itu berpura-pura menyeka air matanya lagi, membuat Aldan langsung berdecak geli bercampur risih. "Udah ah, gue ngantuk. Lo cepetan tidur sana. Entar kalau lo telat, gue juga telat," kata Aldan seraya berjalan keluar kamar lalu menutup pintunya rapat. "I heart you, Aldan! Makasih banyak, ya!" seru Kara dengan riang. • • • "Ini koper isinya baju atau batu, sih?!" gerutu Aldan sembari meletakkan koper Kara di lantai teras kontrakan sepupunya. Sepulang sekolah, mereka berdua langsung melesat pergi menuju kontrakan sepupu Aldan untuk mengurus pindahan Kara. Berhubung cewek itu membawa ransel dan koper besar, Aldan terpaksa harus membawa mobilnya ke sekolah agar semua barang Kara bisa langsung di bawa tanpa perlu bolak-balik ke rumahnya. "Cupu banget sih, baru bawa segitu juga," ledek Kara. Cewek itu sibuk mengubek-ngubek isi backpacknya, mencari kunci duplikat yang diberikan Aldan sewaktu di sekolah tadi. Aldan mencibir. "Cepet buka pintunya. Gue pengen balik, nih." "Iya, iya! Bawel banget." Sambil bersungut-sungut, Kara terus mencari kuncinya. Setelah benda logam tersebut ditemukan, Kara langsung menariknya keluar lalu memasukannya ke dalam lubang kunci dan memutarnya. Terdengar bunyi klik, pertanda bahwa pintu tak lagi terkunci. Kara menarik handel pintu perlahan dan melangkah masuk ke dalam. Ruangan dengan nuansa biru laut langsung menyapa indra penglihatannya. Terdapat tiga buah sofa berwarna putih mengelilingi sebuah meja kaca. Kara menduga bahwa itu adalah ruang tamu. Selain itu, di sisi kiri dan kanan ruangan, masing-masing berjejer dua buah pintu dengan warna cokelat mahoni. Di belakang salah satu sofa, terdapat setengah sekat tipis sebatas pinggang yang dihiasi dengan aneka pajangan dan frame foto. Karena pendeknya sekat tersebut, Kara bisa melihat sebuah jendela besar yang menjadi pembatas antara ruang TV dengan halaman belakang. "Kosong?" Suara Kara terdengar menggema. Mata cewek itu menyisir sekitar, mencari kemungkinan adanya seseorang di rumah. "Kalau ada orangnya, nggak mungkin gue nyuruh lo buat buka pintu tadi pake kunci duplikat," ucap Aldan sambil berjalan menuju pintu di sisi kiri ruangan dengan ransel dan koper di tangannya. Cowok itu tak menghiraukan Kara yang masih terpaku ditempat, sibuk mengamati benda-benda di sekitar. "Sepupu lo mana, Dan?" tanya Kara. "Masih sekolah kali," jawab Aldan cuek. Cowok itu menghilang dari balik pintu lalu kembali muncul beberapa detik kemudian dengan tangan kosong, tanpa membawa ransel dan koper besar tadi. Kara tampak sedikit terkejut. "Sepupu lo masih sekolah? Kelas berapa? Cewek atau cowok?" "Liat aja entar," balas Aldan dengan seringai tipisnya. Kara melotot lalu menepuk lengan Aldan. "Gue serius! Ini bakalan menentukan masa depan gue, tau!" Ditepuk sekeras tadi oleh Kara, Aldan kontan meringis sambil mengusap-ngusap lengannya. Cowok itu sempat menggerutu sekilas sebelum akhirnya membalas perkataan Kara. "Lo nggak bisa ngomong tanpa mukul, ya?" sindirnya. "Tenang aja, dia anak baik-baik, kok. Lo nggak bakalan diapa-apain. Lagian, lo juga bukan tipe dia." "Kampret! Lo beneran ngajak ribut, ya?!" "Eeh, iya, iya! Ampun!" Aldan mengangkat tangannya tinggi-tinggi, berniat untuk melindungi kepalanya dari pukulan Kara. Tapi untungnya, cewek itu sama sekali tak melayangkan pukulannya untuk Aldan. "Sekali lagi lo melenceng dari topik, bakalan ada kaca yang melayang. Ngerti?!" ancam Kara sambil menuding ke arah Aldan. "Jadi, sepupu lo itu cewek atau cowok? Kelas berapa?" Aldan berjalan menuju salah satu sofa lalu duduk di atasnya. Cowok itu menyandarkan punggungnya dengan nyaman. "Dia kelamin ganda, Kar," ucap Aldan, lagi-lagi asal. Melihat Kara telah memasang kuda-kuda untuk siap menerjangnya, Aldan buru-buru meralat, "maksud gue, dia cowok." "Lo ngebiarin gue berduaan bareng cowok?!" "Dia nggak kayak gitu," tukas Aldan. "Dia seriusan anak baik. Lagian, lo nggak cuma berdua disini. Ada Si Bibi, kok. Kebetulan dia lagi keluar, bentar lagi juga balik." Kara melangkahkan kakinya mendekati sofa lalu duduk di sebelah Aldan. "Orangtuanya kemana?" "Om sama Tante lagi dinas diluar kota. Karena nggak mau pindah sekolah, akhirnya dia ngontrak sendiri disini." Kara manggut-manggut mengerti. Cewek itu kembali mengedarkan pandangan, ingin sekedar memerhatikan lebih detil lagi benda-benda di sekitar. "Lo nggak usah khawatir, Kar. Gue udah bilang sama sepupu gue, kalau sampe dia berani megang lo, gue nggak bakalan segan buat ngerontokin giginya," tandas Aldan tiba-tiba, dengan sukses membuat Kara menoleh ke arahnya dan tersenyum tulus. "Gue nggak tau lagi gimana caranya gue harus berterimakasih sama lo..." ujar Kara pelan. Cewek itu menatap Aldan dengan mata yang mendadak berkaca-kaca. Melihat Kara yang kembali menatapnya dengan tatapan haru, Aldan memutar kedua bola matanya lalu mendengus. "Dengan cara lo nggak usah ngutang pake nama gue lagi. Itu cukup, kok." "Beneran? Oke! Besok gue lunasin semua utang gue, deh!" seru Kara, tiba-tiba bersemangat. Aldan mengernyit. "Caranya? Mulai besok 'kan lo nggak bakalan dapet uang saku." Masih dengan senyum cerianya, Kara menggeleng. "Tenang aja, gue 'kan udah bilang. Gue masih punya tabungan. Dan itu pure uang tabungan gue selama empat tahun. Jadi, bokap gue nggak bakalan berani ngeblokir ATM gue." Mendengar penuturan Kara barusan, Aldan langsung menghela napas lega. Cowok itu sedikit mengkhawatirkan keadaan Kara saat ini. Masalahnya, cewek itu benar-benar akan tinggal sendirian tanpa mendapatkan bantuan apapun dari ayahnya. Dengan kata lain, dia harus berjuang untuk dirinya sendiri. Dan Aldan yakin, kalau hidup Kara yang sekarang takkan sama lagi dengan yang dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD