BAB 1 Milena dan Keonaran (2)

1225 Words
Di balik tumbuhan semak belukar yang rimbun, sebuah kota peri tak kasat mata dipenuhi oleh peri-peri kecil yang lalu lalang di udara. Antrian terjadi di sisi pohon raksasa, di bawah pohon itu tampak peri perempuan dengan wajah galak, tubuh gempal, dan bibir tebal tampak mengoceh membaca perkamen panjang di tangannya. Ia melirik peri-peri yang baru saja datang dan masuk ke antrian. Mulutnya mengerucut, tampak tak puas. "Kalian di sana! Tim Senja! Buah arbei kalian tampaknya kurang satu! Jatah makan malam kalian akan dikurangi separuh selama seminggu!" dia berteriak. Tim Senja yang baru datang tersebut tampak kecewa, merekapun tak bisa protes dan hanya bisa menelan ludah pahit. Di belakang Tim Senja, Lucinda, yang merupakan Tim Mawar, tersentak kaget, ia memandang Grace dengan tatapan galak. Grace hanya menampiknya dengan cengiran. Mereka nyaris menjadi tim yang terkena hukuman, untung saja Frida selalu memetik buah arbei lebih dari yang seharusnya. Frida hanya terkekeh melihat kedua anggota timnya saling melempar raut wajah aneh satu sama lain. Selesai menyetor hasil kerja mereka, keempat peri itu bersantai di sebuah kedai minuman yang tak jauh dari pohon tersebut. Mereka meminum jus sari bunga yang terkenal di kedai itu, warnanya kuning keemasan dengan krim putih diatasnya, rasanya manis dan menggigit, krimnya lembut dan lumer seketika di dalam mulut. "Kita hampir mendapat masalah!" bisik Lucinda. "Yah, harusnya itu sudah kalian pikirkan sebelum melakukan tindakan bodoh tadi. Pengurangan jatah makan malam itu hanyalah hal teringan yang pernah kudengar. Yang paling berat malahan pernah mendapat hukuman memetik buah langka di hutan terlarang!" seru Alfred dengan nada suara berbisik yang tegang. Lucinda tampak mematung saking kagetnya. Hutan terlarang adalah sisi hutan yang jarang di dekati oleh makhluk-makhluk berpikiran rasional, segala macam hal buruk bisa kau dapatkan di sana. Tak ada cerita baik manapun tentang hutan terlarang di seluruh dunia ini. Selalu berakhir dengan hal-hal jahat dan mencekam.Wajah Lucinda kini memucat, jus sari bunga yang diminumnya dengan tergesa-gesa membuatnya tersedak tak karuan, matanya melotot, tangannya menarik-narik ujung baju Alfred. "Apa yang kau lakukan? Lepaskan!" Alfred berusaha melepas tarikan Lucinda yang nyaris membuat bajunya sobek. "Ini-sa-lah-mu!" ucapnya terbata, terbatuk-batuk seraya memukul-mukul dadanya. "Kau baik-baik saja, Lucinda?" Frida menghampirinya, berusaha menolong dengan menepuk-nepuk punggung Lucinda. "Sebaiknya kau minum air putih saja. Miringkan kepalamu ke kanan belakang sambil meneguk airnya." Saran Grace, ia tampak santai meski dia nyaris mencelakakan timnya sendiri. Lucinda menuruti nasihat itu, ia tak tersedak lagi. Ia menghela napas panjang, bersandar di sisi meja sambil menelungkupkan separuh badannya. "Rasanya aku seperti mau mati saja tadi" keluhnya. "Kau harus berterima kasih pada Frida, berkat dia kita selamat dari hukuman. Aku tak menyangka kalau Nyonya tua itu akan menghitung hasil petikan kali ini. Kudengar musim dingin ini akan menjadi musim terpanjang yang pernah ada." Alfred duduk bertopang dagu, melirik tajam pada Grace. "Yah. Yah. Aku tahu." Dia hanya mengedikkan bahu, tak peduli selama mereka tak terkena hukuman. "Ini pesanan kalian! Pai bunga lili dengan toping sirup jagung dan keju!" seorang peri laki-laki datang menghampiri mereka, di tangannya ada sebuah pai ukuran besar yang menggoda. Peri yang baru saja datang itu berotot dan brewokan, di kepalanya terpasang topi chef kebanggaannya. "Oh! Gustraf! Aku sayang kau!" puji Frida, mata mengedip-ngedip dengan cepat. "Yah, terima kasih, sayang. Kalian pantas mendapatkannya setelah seharian bekerja. Kalian itu adalah tim kesukaanku. Tim lain sangat payah, bahkan kudengar Tim Senja mendapat hukuman setelah hasil petikan mereka kurang dari yang seharusnya. Musim dingin ini akan menjadi musim terpahit yang pernah kita hadapi. Jika persediaan kita tak cukup, entah apa yang akan terjadi pada kita." Gustraf menghela napas panjang, ia menaruh pai di atas meja dan mulai memotong-motongnya. "Jangan khawatir, Gustraf! Kami sudah mengumpulkan banyak buah dan biji-bijian selama dua minggu ini! Kau tak perlu khawatir kekurangan bahan! Serahkan pada kami!" Alfred memukul dadanya dengan rasa bangga. Gustraf adalah salah satu koki di kedai terkenal di dunia peri itu, penampilan fisiknya yang bak binaragawan sangat bertentangan dengan hatinya yang begitu lembut dan penyayang. Ia sangat menyukai hal yang berkaitan dengan masak memasak, hal yang membuatnya bahagia adalah ketika seseorang dengan bahagianya mengatakan bahwa makanan buatannya sangat enak. Jika persediaan mereka tahun itu tak memenuhi kuota, maka dengan sangat terpaksa, Gustraf harus mengurangi jatah memasaknya di dapur, itu sungguh membuat hatinya sedih. Mereka menyantap pai buatan Gustraf dengan sangat lahap, pai yang manis dan lumer di dalam mulut itu akan membuat siapapun merasa bahagia dua kali lipat. Gustraf memang terkenal dengan pai-nya yang super duper enak di dunia peri, bahkan pihak kerajaan memberinya gelar bangsawan koki. Gustraf sempat mendapat tawaran menjadi koki istana, namun ia lebih memilih menjadi koki kedai di tempatnya bekerja, di sana ia bisa bertemu keempat peri kesukaannya tiap hari. Baginya, mereka berempat sudah seperti keluarga sendiri. "Aku dengar tadi kalian mengatakan hutan terlarang." Gustraf mengeryit tak senang. "Kau mendengarnya?" Alfred terkejut. "Bisik-bisik kalian itu seperti teriakan pengumuman di saat kedai hening seperti ini." Gustraf menyapu pandangannya ke sekeliling mereka, para peri yang ada di sana, tampak penasaran dengan mereka berlima. "Kita memang tim yang populer!" seru Grace congkak. "Grace! Ya, ampun!" Frida menepuk jidatnya sendiri. Raut wajahnya memerah karena malu. "Tapi, serius, jangan sampai kalian terkena hukuman kesana. Selain hutan itu berbahaya, kudengar akhir-akhir ini ada penyihir kegelapan yang sedang berkeliaran di sepanjang jalan utama menuju hutan terlarang. Jika kalian tertangkap oleh penyihir itu, aku tak tahu akan jadi apa kalian." Gustraf berusaha membuat suaranya sekecil mungkin, akan tetapi peri-peri yang ada disekitar mereka tanpa disadari mendekati meja mereka. "Penyihir itu katanya sedang mencari bahan sihir langka yang ada di hutan terlarang, tapi aku tak yakin apa yang sebenarnya ia lakukan di sekitar jalan utama. Tak biasanya ada penyihir kegelapan yang menampakkan dirinya secara gamblang seperti itu." Gustraf terkejut melihat sekelilingnya sudah menjadi kerumunan padat. "Lanjutkan ceritamu, Gustraf!" bisik seorang peri laki-laki setengah berteriak entah darimana. "Oh! Baiklah! Tapi, ingat! Kalian tanggung sendiri akibatnya mendengar cerita ini. Aku tak menjamin kalian akan tidur nyenyak malam ini." Gustraf tampak serius. Mereka semua hanya mengangguk serius. "Dikatakan bahwa penyihir kegelapan ini terkadang memburu peri sebagai salah satu bahan ramuannya. Mungkin itulah sebabnya ia berkeliaran di jalan utama. Dunia peri memiliki mantra pelindung terkuat yang pernah ada, sehingga kita bis aman dari hal-hal yang di luar sana, namun jika kalian keluar dari batas pelindung dunia peri, sang penyihir memiliki indra yang sangat kuat dalam mendeteksi keberadaan peri. Aku tak tahu itu benar adanya atau tidak, tapi!" Gustraf menancapkan pisau ke pai dihadapannya sehingga isian buah arbeinya muncrat keluar, mereka tersentak kaget, Lucinda nyaris pingsan dibuatnya, namun Frida menahan tubuhnya. Gustraf melanjutkan, "beratus-ratus tahun yang lalu banyak peri yang hilang entah kemana, mereka dikaitkan dengan penyihir hitam yang sering muncul pada masa itu. Para tetua dan pihak kerjaan pusing tujuh keliling dibuatnya, masa-masa itu adalah masa-masa kelam dunia peri. Hampir separuh populasi peri berkurang. Hingga para tetua memutuskan memakai mantra pelindung kuno yang ada saat ini. Mantra pelindung saat ini adalah mantra kuno tertua dan terkuat yang pernah ada. Kalian boleh bernapas lega, tapi sang penyihir kegelapan terkenal akan sifatnya yang tak kenal lelah dalam memburu buruannya. Sebaiknya kalian mulai sekarang berhati-hati dalam mengumpulkan persediaan. Pihak kerajaan belum mengumumkan hal ini secara resmi, katanya untuk menghindari kehebohan yang tak perlu. Tapi kurasa mereka terlalu egois, bagaimana jika ada korban saat ini?" Mereka mulai ribut-ribut satu sama lain, wajah mereka terlihat serius dan tampak pucat. Lucinda kini nyaris pingsan dengan pertahanan terakhirnya. Alfred mengelus-ngelus dagunya, memikirkan sesuatu, matanya melirik keluar jendela, cemas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD