BAB 8 Keinginan Milena, Cermin Kejujuran, Dan Kalung Zamrud 1

959 Words
Milena membolak-balik buku panduan itu berkali-kali sejak senja berlalu. Ia nyaris frustasi. Waktu yang dimilikinya semakin sedikit dan di buku itu sama sekali tak ada mantra atau ramuan yang bisa menolongnya. Wajah Milena memucat. Apa yang akan dilakukannya sekarang? Matanya menyapu ke seluruh penjuru ruangan. Ia bisa saja menggunakan sesuatu dari milik sang penyihir, tapi bersinggungan dengan benda kegelapan bukan ide yang baik saat ini. Ia harus melakukan sesuatu, namun otaknya serasa buntu. Amarah mulai menguasai dirinya, Milena berdiri dan membanting buku panduan P3K miliknya. "Dasar tidak berguna!" umpatnya marah. Sesaat, ia ingin mencabik-cabik saja lembaran buku itu. Tapi, akal sehatnya masih jalan. Tindakan gegabah jika ia merusak satu-satunya kemungkinan jawaban atas masalahnya saat ini. Ia memungut buku itu, memasukkannya ke dalam ransel. "Setidaknya ini adalah satu-satunya hal yang bisa aku andalkan." katanya cemberut. Matanya tiba-tiba tertuju pada meja yang ada di seberang. Dua buah kotak tadi masih ada di sana, entah mengapa Katrina sampai tak bisa menyentuhnya. Jika karena perjanjian yang mereka buat, apakah ada hubungan antara dirinya dan cermin kejujuran? Mungkinkah karena cermin itu adalah milik para bangsa peri, sehingga sumpah mereka ikut terjalin dengan cermin itu? Ekspresi wajah Milena terlihat aneh—Ia mengerutkan wajah dengan kening terangkat sebelah seraya mengelus dagu dengan tangan kanan. Masa bodoh, ah! pikirnya. Ia tak akan menemukan jawaban apapun hanya dengan berasumsi tak jelas sendirian. "Sebaiknya aku memeriksanya. Toh, aku kebal terhadap apapun sekarang. Besi bukan masalah besar saat ini." Ucapnya pada diri sendiri, ia menggantung ranselnya di pundak sebelah kanan, kemudian berjalan perlahan menuju kotak besi, rasa penasaran menggelayut di hatinya. Ia berbalik sejenak memeriksa ke arah tangga, takut-takut Katrina kembali ke ruangan itu dengan tongkat mengerikannya. Ia menghela napas berat, jantungnya berdebar hebat sekali. Belum pernah ia merasakan sensasi seperti ini sebelumnya, takut, penasaran, was-was, gelisah, dan perasaan bersemangat yang meluap-luap di hatinya. Milena mengamati setiap sisi dari kotak besi itu. Sangat kokoh dan begitu rapat. Mustahil ia bisa membukanya tanpa mantra seperti yang dilakukan oleh Katrina. Ia menendang kotak besi itu dengan perasaan dongkol. Tindakan bodoh, kakinya kini malah berdenyut hebat, kebal terhadap apapun memang iya, tapi tidak dengan sensasi denyut bertubi-tubi di ujung jempol kaki kanannya. "Yeah... Hebat!" erang Milena kesal. Ia mengamati jempolnya yang kini tampak kemerah-merahan. Matanya melirik ke arah buku mantra. Dengan kaki tertatih, ia berjalan menuju buku tersebut. Ekspresi tak suka terpampang di wajahnya. Pentagram yang dilihatnya sewaktu masuk kemarin, kini terlihat jelas. Ia mengenali pentagram itu. Ada banyak macam mengenai pentagram yang pernah ia baca di perpustakaan kerajaan. Dan pentagram satu ini, masuk dalam kategori buku-buku seksi terlarang. Pentagram yang tergambar di buku itu berbeda dengan pentagram lainnya, ada beberapa simbol aneh dan huruf rune kuno serta huruf peri yang tertera di sana. Ini jelas-jelas buku terlarang. Ceroboh sekali meletakkan buku seberbahaya itu di atas meja. Setahu Milena, siapapun dengan niat jahat, akan rela melakukan apapun untuk mendapatkan buku itu. "Buku Alkemis? Apa yang penyihir itu coba ciptakan?" ucapnya tanpa sadar. Perasaan Milena menjadi benar-benar tak enak. Ia menelan ludah gugup. Jantungnya kini berdegup lebih kencang, rasanya seperti akan lompat dan lari meninggalkan tubuhnya. Tangan gemetar hebat. Entah suatu keberuntungan atau kesialan yang menimpanya bertemu buku terlarang. Apa yang diharapkannya di dalam rumah seorang peyihir kegelapan? Milena terkekeh sinting. Dengan tangan masih gemetar, ia menyentuh halaman buku itu. Keringat dingin menuruni lehernya. Kalimat-kalimat dengan huruf-huruf aneh tertulis di halaman sebelahnya. Ia mengernyitkan kening. Ini Rune yang tak diketahuinya. Agak berbeda dengan huruf Rune yang ia ketahui, namun ia yakin itu huruf Rune. Beberapa goresan yang ia lihat menyerupai huruf Rune, namun agak asing. Ia membalik halaman berikutnya. Ada lebih banyak lagi kalimat yang tertulis di sana, dan beberapa gambar mengenai instruksi sebuah ramuan. Ini tidak bagus, katanya dalam hati. Jika saja ia bisa membaca apa yang ada di dalam buku itu, ia bisa tahu apa yang sebenarnya yang Katrina rencanakan. Percuma membolak-balik sebuah buku tanpa tahu isinya. Ia menggerutu kesal. Mencuri buku alkemis itu sepertinya mustahil. Terlalu berat. Jika ia mencuri buku itu, mungkin bisa memperlambat rencana apapun yang dipersiapkan oleh Katrina. Aku akan jadi pahlawan, bukan? Penduduk desa akan segan padaku! Pikir Milena bersemangat. Lalu, ia menyeringai puas. Detik berikutnya wajahnya muram. Bagaimana ia melakukan hal itu? Sementara ia tak tahu meloloskan diri. Isi perutnya serasa terbalik. "Mungkin kalau aku membakarnya saja!" seru Milena kegirangan. wajahnya berseri-seri dengan ide briliannya. "Sekalian saja aku membakar ruangan ini!" ucapnya dengan menyeringai lebar. "Tapi, apa yang harus kulakukan untuk keluar dari sini? Aku bukan tipe pahlawan yang rela mengorban dirinya! b******k!" Milena membanting halaman buku itu hingga menutup. Hatinya benar-benar kesal. Tak ada sama sekali hal yang bisa diperbuatnya. Ia teringat akan satu kotak aneh lagi. "Apa, sih, isi kotak itu? Mungkin aku bisa melihat isinya. Lagian, tak perlu sebuah mantra untuk membukanya." Ia mengerucutkan mulut, matanya menyipit. Kotak itu terlihat tak berbahaya. Di antara semua benda yang ada di ruangan itu, kotak itu satu-satunya tanpa mantra pelindung. Ia agak sedikit ragu, tapi ekspresi Katrina sewaktu membukanya membuat Milena penasaran. Ia mengerang kesal. Dia benci dengan sifat rasa ingin tahunya, sifatnya itu yang mungkin akan membuatnya kehilangan nyawa. Seperti keadaannya saat ini. Jika ia tak bisa keluar, maka tamat sudah riwayatnya. Siapa yang bilang punya sifat rasa ingin tahu yang besar itu bagus? Dengan perasaan was-was, Milena mendekatkan tangan kanannya. Ketika menyentuh kotak itu, jantungnya terasa berhenti sesaat. Perlahan, ia membuka penutup kotak itu, sebuah kilauan hijau menyilaukan matanya selama beberapa detik. Milena panik, mengira dirinya telah buta. Saat matanya normal kembali, ia mengomel panjang lebar tak jelas. Mengutuki hidupnya dan para penduduk desa yang membencinya. Milena terdiam ketika melihat isi kotak itu dengan saksama. Sebuah kalung indah tergelak di dalamnya. Liontin zamrud dari kalung itu yang tampaknya membuat kilauan yang sempat membutakan Milena beberapa saat lalu. "Ini indah sekali," katanya tanpa sadar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD