Part 2

1275 Words
Part 2   Sakha membereskan buku-buku di meja kerjanya. Baru saja ia meninggalkan kelas Adira, rasanya ada rasa yang tak bisa dijelaskan melihat mahasiswi cantik dan sederhana itu sudah resmi menjadi istri orang. Sakha tak tahu pasti apakah dia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu atau tidak. Yang pasti, banyak pertanyaan mengendap di kepala. Kenapa Adira menolaknya di saat banyak perempuan mengharapkannya? Apa yang kurang darinya? Kenapa Adira memilih Axel, mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata, tengil, dan belum mapan. Ia menduga perjuangan Axel dalam memeluk agama Islam yang membuat Adira tersentuh. Satu pesan w******p masuk. Pesan dari Danang. Sakha, Minggu ada acara, nggak? Temani aku ketemuan sama cewek. Sakha membalasnya. Insya Allah. Setelah itu, dia mengecek update-an status di w******p. Ia terbelalak melihat status Alea yang memajang foto seksinya. Alea tengah menatap lautan, difoto dari belakang, pakaiannya terbuka di bagian punggung, ada dua utas tali yang terikat di punggung. Punggung ya mulus itu terpapar sempurna, menggiurkan. Sakha menelan ludah. Astaghfirullah. Ia segera membalas status w******p Alea. Aurat.. aurat.... Tak lama setelah itu Alea membalas. Dinikmati saja... Sakha menggeleng. Alea ini sering sekali menggodanya. Ia membalas kembali. Astaghfirullah. Tak lama kemudian datang balasan dari Alea. Jangan dilihatin terus fotoku. Aku jamin nanti malam kamu mimpiin aku. Lagi-lagi Sakha menggeleng. Nggak sudi mimpi ketemu kamu. Baru saja ia mau melangkah keluar, ponselnya kembali berbunyi. Alea kembali membalas. Iya, nggak sudi kalau Cuma mimpi ketemu. Maunya lebih dari itu. Sakha tertawa kecil. Alea itu cewek paling berani dan agresif yang pernah ia kenal. Otaknya mulai konslet. Sakha melihat foto Alea sekali lagi. Dia beristighfar berkali-kali. Terlambat, pikirannya mulai kacau. Ia membayangkan mengusap punggung Alea dengan minyak khusus pijat. Astaghfirullah.. Satu pesan Alea datang lagi. Aku yakin kamu lagi bayangin yang iya-iya sama aku. Bah, bagaimana bisa Alea bisa menebak jalan pikirannya? Dia membalas pesan Alea. Aku pingin ketemu, di es krim Brasil. Sakha yakin, Alea tak akan menolak. Entah kenapa dia ingin mencurahkan isi hatinya pasca Adira menikah. ****** Sakha dan Alea duduk berhadapan dengan dua porsi es krim Brasil di depan mereka. Nama Brasil ini bukan berarti dari negara Brasil tapi artinya berhasil, seperti harapan pemilik kedai. Bisa dibilang es krim Brasil ini salah satu kuliner legendaris Purwokerto yang sudah berdiri sejak 1969. Dulu semasa kecil, mama Nara sering mengajak Sakha ke sini. “Temben ngajak ketemuan. Pasti langsung kepikiran gara-gara lihat fotoku.” Alea menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya. Ada nada bangga terdengar dari caranya bicara. Sakha tersenyum sinis, “Jangan narsis. Aku lagi galau. Adira sudah menikah. Dulu aku ajak ta'aruf mikirnya kelamaan, ternyata karena mencintai Axel.” Alea terdiam sejenak. Ia tatap Sakha tajam. Kadang ia bertanya, kapan Sakha bisa memahami sedikit perasaannya. Di depannya ia masih saja berani menceritakan ta'arufnya yang ditolak Adira atau calon-calon pasangan ta'aruf lainnya yang tak memenuhi kriterianya. Alea tak habis pikir, pria di depannya ini selalu saja mencari orang lain. Namun dia berjanji, di hadapan Sakha, ia tak akan menunjukkan kelemahannya. “Artinya dia bukan jodohmu, simple, kan?” balas Alea santai. Sakha mengembuskan napas. Tatapannya menyapu segala penjuru. Bahunya mengendik saat ia lihat ada sosok laki-laki menatap Alea dengan begitu lekat. Sebagai laki-laki ia tahu, pria itu tengah menyasar paha Alea yang terpapar bebas karena mengenakan celana pendek. Ia semakin kesal karena laki-laki berkali-kali menajamkan penglihatannya. Ketika tatapan laki-laki itu bertabrakan dengan mata Sakha, laki-laki langsung beringsut, tak berani mencuri pandang ke arah Alea lagi. “Kalau ke tempat umum, pakai baju yang sopan, Lea. Jangan pakai celana pendek,” ujar Sakha tegas. “Kamu selalu protes caraku berpakaian,” gumam Alea sembari mengerucutkan bibirnya. “Tadi cowok yang duduk di sudut sana ngliatin kamu terus.” Sakha menegaskan kata-katanya. “Kenapa emangnya? Kamu nggak rela ya aku dilihatin cowok lain? Kamu jealous?” “Astaghfirullah... Ini semua demi kebaikanmu.” Sakha semakin kesal kala melihat pria berbeda yang duduk di sudut lain memperhatikan Alea dengan tatapan penuh arti. “Lebih baik kita pulang sekarang.” Sakha beranjak dan menarik tangan Alea untuk bangun. Tanpa sadar Sakha menuntun Alea keluar. “Ciyee... Pegang-pegang non mahram.” Alea meledek dan tersenyum menatap genggaman jari-jati Sakha di tangannya. Sakha tersadar dari kekeliruannya. Dihempaskan tangan Alea hingga genggamannya terlepas. “Nggak sengaja,” tukas Sakha datar. Saat Sakha hendak membuka pintu mobil, Alea mengikuti dari belakang. “Kamu ngapain? Kamu bawa mobil sendiri, kan?” “Aku ke sini naik ojek. Anterin aku ke butik, ya.” Alea menyunggingkan senyum manis sekaligus manja. “Naik ojek saja lah,” ketus Sakha. “Ih, gitu banget. Kamu tega aku panas-panasan naik ojek? Aku baru aja creambath, nanti rambutku rusak. Lagian kamu yang ngajak aku ketemuan, kok nggak tanggung jawab nganterin aku pulang?” Sakha menghela napas, “Tadi kamu ke sini naik ojek, masa sekarang nggak mau naik ojek lagi, dasar manja!” “Pokoknya aku mau ikut.” Alea mendelik dan berkacak pinggang. Sakha akhirnya menyerah. Ia biarkan Alea naik ke mobilnya. Sepanjang jalan, fokus Sakha terusik karena paha mulus Alea terkapar menggiurkan di depan matanya. Sekuat tenaga ia mencoba fokus menyetir tanpa melirik wanita seksi di sebelahnya. Namanya laki-laki, disuguhi pemandangan indah, maka naluri terdalamnya ingin menikmati. Ia beristighfar berulang kali. Baginya Alea jauh lebih menakutkan dibanding setan. Iya menakutkan... Ia takut khilaf. Alea melirik Sakha yang terlihat tak tenang. Seperti ada gelagat gelisah yang mendominasi air mukanya. Alea bukan anak kemarin sore yang tak bisa membedakan mana cowok gelisah menahan pipis, mana cowok gelisah menahan..... Sekalipun dia tak pernah agresif ke cowok lain, bahkan belum pernah menjalin hubungan dengan cowok manapun, ia cukup agresif jika sedang berdekatan dengan Sakha. Sejak mengenal jatuh cinta, di hatinya hanya ada satu nama, Sakha. Baginya menggoda Sakha hingga laki-laki itu kalah adalah prestasi tersendiri untuknya. Alea mengangkat sebelah kakinya lalu menyilangkannya di atas kaki yang satunya, mengeksplore kemulusan pahanya dan tampak semakin memikat di mata Sakha. Kilau mulusnya seperti porselen. Lagi-lagi Sakha menelan ludah. Istighfarnya semakin kencang seolah suara batinnya meronta, selamatkan aku dari devil betina macam Alea. Sakha berusaha bersikap setenang mungkin. Ia tak akan tergoda akan tingkah Alea yang seakan sengaja menggodanya. Sakha mengibaskan selembar kertas ke lehernya. Mendadak ia merasa gerah. “Kegerahan, ya, Pak?” Alea terkekeh. Ia merasa menang. “Kamu bikin tambah gerah,” cetus Sakha tanpa menoleh Alea. “Akhirnya mengakui. Nggak usah muna jadi cowok, Pak. Kalau tertarik, jangan ditutupi,” celetuk Alea. Sakha menggeleng pelan, “Dasar cewek m***m!” Sakha bisa bernapas lega setelah mereka tiba di depan butik Alea. Alea tersenyum penuh arti menatap pria 27 tahun itu. “Makasih, Beb.” Gadis itu turun dari mobil lalu berjalan dengan gayanya yang centil. Sakha merutuki diri sendiri saat ia menyadari, celananya seolah menyempit. Shit..! ****** Sakha bersandar di dinding. Pandangannya menyisir pemandangan di luar balkon yang terlihat hijau. Renungannya buyar kala derap langkah seseorang mengagetkannya. Alea? Bagaimana ia bisa masuk? Apa mama Nara yang mengizinkannya masuk. Sakha terperangah melihat Alea berpakaian minim. Kali ini lebih berani. Tak hanya mengumbar paha, tapi juga belahan dadanya yang menggoda. Sakha beristighfar berkali-kali. Alea berjalan mendekat ke arahnya. Anehnya ia tak bisa menghindar ataupun menolak. Bahkan ketika gadis itu mengalungkan tangannya ke lehernya, Sakha tak bisa berkutik. Entah siapa memulai, keduanya berciuman dengan begitu dalam, membuat Sakha panas dingin tak menentu. Otaknya sudah tak bisa berpikir jernih. Ia nikmati apa yang ada di hadapannya sekarang. Tangannya sudah menjelajah ke mana-mana, menikmati setiap jengkal tubuh Alea. “Sakhaaa.....” Sakha mengerjap. Panggilan mama Nara membangunkannya dari tidurnya yang dihiasi mimpi panas. Ia merutuk kesal. Pasalnya mimpinya belum sampai klimaks tapi mamanya sudah terburu membangunkannya. Dia mengembuskan napas dan mengaturnya agar kembali stabil. Dia berpikir satu hal, jomblo berkepanjangan itu nggak enak! Sepertinya dia harus segera menikah! ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD