Sebuah Pilihan

1454 Words
Seth tertegun saat melihat seorang wanita berjalan ke arahnya. Pandangannya mengamati tubuh wanita itu. Dengan pakaian model off-shoulder top yang dipadukan rok mini yang menutupi sebagian paha putihnya, wanita itu nampak begitu seksi. Seth menyambut kedatangannya dengan senyum manis yang dimilikinya. Dia bangkit berdiri ketika wanita itu berhenti tepat di depan mejanya. "Dillon Robels," Seth memperkenalkan diri menggunakan nama yang dipakai untuk situs online pelatihan cinta. Dia mengulurkan tangan kanannya. Wanita itu mengabaikan uluran tangan Seth. Dirinya lebih memilih menarik kursi dan duduk di hadapan Seth. Sedang Seth tersenyum masam lalu menyusul duduk. "Dengar, aku datang kemari bukan untuk menyetujui pelatihan konyolmu itu. Aku hanya menepati janji pada teman-temanku." Valaria mendesah pelan setelah mengucapkan pernyataannya. Bahkan dia memalingkan wajahnya seolah enggan menatap sosok pria asing di hadapannya. "Janji apa maksudmu?" tanya Seth merasa penasaran. Apakah dirinya salah mengira bahwa wanita itu kliennya? Bukankah wajahnya sangat mirip dengan foto yang dia dapat di email. "Yang mendaftarkanku di situs online sialanmu itu bukan aku. Tapi dua temanku yang bodoh itu. Jadi kita akhiri saja pelatihan anehmu itu hari ini. Bukankah itu hanya berlangsung satu hari?" Seth justru berdecak mendengar ucapan Valaria. Dirinya mulai berpikir jika wanita di depannya justru merasa malu padanya karena mendaftarkan dirinya di situs online miliknya. Sehingga menuduh kedua temannya yang melakukan itu. "Miss Gregory, tidak bisakah kau menghargai situsku? Setidaknya, kau harus jaga ucapanmu yang selalu mengumpat padaku," Seth mengalihkan pembicaraan. Dirinya justru merasa tidak nyaman dengan ucapan Valaria. Valaria mendesah pelan, "Baiklah, terserah kau saja. Sekarang coba kau tunjukkan padaku pelatihan cinta sial..." Valaria berdehem mendapat tatapan Seth, "Pelatihanmu itu," sambungnya. Seth pun tidak ingin lebih lama berbasa-basi dengan Valaria karena sikapnya. Dia langsung mengeluarkan sebungkus kartu remi dan mengocoknya. Sedangkan Valaria melihatnya dengan penuh rasa penasaran. Nampak jelas jika Valaria ingin bertanya maksud Seth mengocok kartu itu, namun dirinya menahan niatnya. Satu menit kemudian kartu remi itu berbaris saling menumpuk di atas meja. Semuanya terbalik sehingga warnanya menjadi sama rata. Valaria masih diam sembari menatap penuh tanya pada Seth. "Semuanya berjumlah tiga puluh kartu. Di sana sudah tertulis angka yang menunjukkan berapa lama pelatihanku akan berlangsung," jelas Seth lalu menyeruput minumannya. "Sebagai contohnya, kau pilih satu." "Haruskah menggunakan cara seperti ini? Bukankah jangka waktu ditentukan dariku?" "Kau harus membaca surat kerjasama dengan seksama, Miss Gregory." "Baiklah," pasrah Valaria dengan nada enggan. Tangan kanan Valaria terulur ke depan, mengambil satu dari tiga puluh kartu itu. Dirinya pun langsung membalikkan kartu miliknya tanpa meminta persetujuan lebih dulu dari Seth. "Lima," ucap Valaria ketika mendapatkan sebuah kartu bergambar spade dengan angka tiga. Angka lima terletak di gambar spade dengan ukuran besar sehingga dirinya berpikir jika kartu itu berangka lima. "Itu maksudnya pelatihan berlangsung lima hari," Seth kembali menjelaskan. Punggungnya kini bersandar di kepala kursi. "Carilah angka satu jika kau ingin pelatihannya satu hari, Miss," ucap Seth dengan nada meremehkan. Seolah membalas nada bicara Valaria padanya. "Itu mudah," Valaria berdecih sembari memperhatikan rentetan kartu remi di hadapannya. "Oh ya, hanya satu kali pilihan, Miss Gregory." Valaria mengabaikan ucapan terakhir Seth. Dirinya nampak berkonsentrasi menatap kartu-kartu di hadapannya. Dia harus berhasil menemukan angka satu sehingga bisa lebih cepat pergi dari hadapan Seth. Dua menit kemudian Valaria berhasil memutuskan pilihannya. Dia mengambil kartu ke enam dari arah kanan. Di dalam hati Valaria berharap jika kartu itu mempunyai angka satu. Dengan sangat pelan, Valaria mulai membalik kartu yang mempunyai ukuran panjang hampir mencapai sembilan senti. Namun dewi keberuntungan tidak berpihak padanya. Hingga membuat Valaria membelalakkan kedua matanya melihat hasil kartu pilihannya sendiri. Dua angka itu membuat Valaria meruntuki dirinya sendiri. Bahkan dia membanting kartu itu tepat di hadapan Seth. "Tiga puluh?" gumam Seth dengan nada mengejek hingga membuatnya mendapat tatapan tajam dari Valaria. Namun Seth mengabaikan tatapan itu. Dirinya justru tertawa melihat kekesalan yang nampak jelas dari raut wajah Valaria. "Selamat Miss Gregory. Pilihanmu adalah yang aku inginkan," ucap Seth berterus terang. Dia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Sedetik kemudian perhatiannya terpusat pada layar ponsel. "Jadwalnya sudah aku kirim ke nomer teleponmu," sambung Seth lalu mengambil kartu remi miliknya dan meninggalkan Valaria seorang diri di kafe. Valaria menggeram kecil sedang kedua tangannya mengepal untuk menyalurkan rasa kesalnya. Dirinya mendesah pelan. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri. Mengapa harus sampai tiga puluh hari?! Valaria memang tidak pintar dalam hal menebak kartu. ~ Sudah dua hari berlangsung sejak pertemuannya dengan Seth. Perhatian Valaria teralihkan. Dia meletakkan pena yang berada di genggamannya. Dirinya justru meraih ponsel yang letaknya tak jauh dari desain gaun miliknya. Rasa penasaran sejak kemarin menghantui dirinya. Dia ingin membuka pesan yang didapat dari Seth. Masih nomer telepon tanpa nama karena Valaria tidak berniat untuk menyimpan nomer baru tersebut. "Apa ini?" gumam Valaria melihat Seth justru mengirimkan sebuah gambar yang berisi kotak-kotak dengan penjelasan di setiap harinya. Valaria mengetuk layar ponselnya untuk memperbesar gambar itu. Dirinya menggeser gambar menuju ke tulisan "Day 1". Kedua matanya langsung terbelalak membaca isi dalam kotakan itu. Tanpa keinginannya, wajahnya berubah merah padam. Dia langsung menekan layar utama untuk keluar dari gambar. Jantungnya berdegup sangat cepat meskipun baru membaca di hari pertama pelatihan cintanya nanti dengan pria yang dia kenal dengan nama Dillon. Valaria terperanjat ketika mendengar ketukan pintu. Sontak dia menoleh ke arah dinding pintu yang perlahan terbuka. Jeanne—asistennya muncul dari balik pintu. "Ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda, Miss." "Tamu? Siapa?" tanya Valaria. Dirinya mengernyit bingung. Pasalnya hari ini tidak pertemuan dengan para klien. Kedua sahabatnya pun tidak mungkin datang ke butiknya di waktu jam kerja seperti sekarang ini. "Namanya Dillon Robels. Dia mengatakan kalau hari ini sudah membuat janji dengan Anda," jelas Jeanne ragu. "Dillon?" tanya Valaria memastikan. "Suruh dia masuk," ujar Valaria lalu menutup buku desainnya. "Baik, Miss," jawab Jeanne dan sedetik kemudian dirinya pun berlalu dari hadapan Valaria. Valaria merapikan meja kerjanya. Hingga beberapa menit kemudian dirinya kembali dikejutkan oleh ketukan pintu. Berpikir jika itu adalah Seth yang dikenalnya dengan nama Dillon, Valaria menatap dinding pintu itu. Perkiraan Valaria benar. Pria berpawakan tinggi tegap itu mulai memasuki ruangan. Senyum manis yang membuat wajahnya semakin terlihat tampan itu membuat Valaria mematung. Wajahnya kembali memanas mengingat apa yang akan dilakukannya dengan pria itu di hari pertama pelatihan cintanya. Valaria mengalihkan tatapannya saat tidak mampu bertatapan langsung dengan pria bermata tajam itu. Sorot mata beriris biru itu seolah mampu menghipnotis jika bertatapan langsung lebih lama. Dalam diam Valaria mengutuk dirinya sendiri karena bereaksi berlebihan. Ini adalah drama, pelatihan cintanya hanya bagaikan karya fiksi di dalam novel-novel yang dia baca. Tapi mengapa jantungnya mampu berdegup cepat setiap kali segelintir kalimat di dalam gambar itu muncul kembali di otaknya? "Apa aku mengganggu waktumu?" tanya Seth memperhatikan meja kerja Valaria. "Hanya sedikit pekerjaan. Aku harus merapikan desain gaun," jawab Valaria. "Sayang sekali, sebenarnya aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Bagaimana menurutmu?" Seth menaikkan sebelah alisnya saat memberi tawaran pada Valaria. "Setelah aku menyelesaikan pekerjaanku," jawab Valaria dan mendapat anggukan dari Seth. "Baiklah. Aku akan menunggu," pandangan Seth mengitari ruangan yang nampak sepi, "Apa aku boleh duduk di sofa?" "Iya, tentu," jawab Valaria. ~ Waktu berjalan cukup lama untuk Valaria. Terlebih dirinya harus di awasi oleh Seth. Meskipun pria itu nampak duduk dengan tenang sembari menikmati game di ponselnya, sebenarnya Valaria merasa sedikit gugup. Valaria menoleh ke arah Seth. Pria itu tertidur lelap di sofa. Dengan kedua kakinya lurus, Seth menekuk kedua tangan dan menggunakannya sebagai bantal. Valaria pun bangkit berdiri dan menghampiri Seth. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Dengan perasaan tidak enak hati, Valaria menggerakkan tubuh Seth pelan untuk membangunkan pria itu. Valaria memang tidak menyukai Seth. Karena pria itu membuatnya berubah gugup hari ini. "Bangun. Sudah jam dua belas siang," ucap Valaria. Saat Valaria hendak menjauh dari Seth, dirinya justru merasa lengannya ditarik tiba-tiba. Tubuhnya pun kini menubruk Seth. Menindih tubuh Seth dengan kedua tangannya bertumpu di d**a pria itu. Sedangkan kedua lengan Seth memeluk pinggang Valaria. "Apa yang kau lakukan?!" gertak Valaria. Merasa tidak senang dengan perlakukan Seth. Dirinya bahkan menarik diri untuk menjauh dari tubuh pria itu. "Buaknkah untuk tiga puluh hari ke depan kita adalah sepasang kekasih?" tanya Seth sembari membuka kedua matanya perlahan. "Itu hanya sebuah pelatihan cinta, kau tahu! Kita bukan sepas—" Valaria membelalakkan kedua matanya. Dirinya terkejut saat bibir hangat dan lembut pria itu menempel sekilas pada bibirnya, "Apa yang—b******k! Lepaskan aku!" Seth tersenyum. Dia pun melepas pelukannya membuat Valaria bangkit dari tubuhnya. Wanita itu nampak mengais-ngais tubuhnya sendiri seolah membersihkan debu-debu di tubuhnya, lalu mengusap bibirnya kasar. Seth mulai bangkit duduk dan berdiri di hadapan Valaria. "Jangan seenaknya menyentuhku!" sentak Valaria sembari mengacungkan telunjuk kanannya ke arah wajah Seth. "Apa salahnya aku mencicipi bibir manismu itu? Bukankah besok pagi kita akan melakukan seks panas?" tanya Seth dengan nada penuh kemenangan. "Dalam mimpi sialanmu!" gertak Valaria lalu pergi lebih dulu meninggalkan Seth di dalam ruangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD