Part 1

1474 Words
Sebuah buku diary dengan sampul bermotif bunga tulip tergeletak begitu saja diatas meja dengan sebuah pena berada diatasnya. Sang pemilik, Lily Kim sedang sibuk pada tugasnya sebagai seorang istri, yaitu membuat sarapan. Lily memasak dengan sepenuh hati, mengabaikan apa yang akan ia terima jika sudah selesai masak. Sedangkan dari lantai atas, terlihat David Cho sedang menuruni tangga sambil menenteng jas kerjanya. Begitu sampai di bawah, David menatap sejenak Lily. Jangan kira David akan memberikan tatapan penuh cinta pada Lily, itu tidak akan pernah terjadi. David memberikan tatapan bencinya pada sosok istri yang harus diberi kasih sayang. Sekilas tidak ada yang berbeda dari wanita itu, tapi kenyataannya dia bisu dan itu menjadi masalah bagi David. “Kapan ini berakhir?” gumam David, sebab ia benar-benar ingin Lily menjauh dari hidupnya atau ia menjauh dari Lily, tapi itu tidak semudah yang terlihat. Meski terlihat sedang sibuk memasak, Lily menyadari kehadiran David dan segera menghampiri sang suami. Lily ingin bicara dalam bahasa isyarat, namun David lebih dulu bicara, lebih tepatnya membentak. David berkata, “Aku tidak akan pernah memahami bahasa isyarat. Jadi, berhentilah mencoba berkomunikasi denganku!" bentak David, kemudian pergi tanpa rasa bersalah sedikit pun. Ini bukan yang pertama atau kedua kalinya Lily menerima bentakan, ini sudah kesekian kali sejak setuju untuk menikah dengan David. Ketika ini terjadi, Lily hanya bisa menangis kemudian menulis di buku diary yang selalu menjadi temannya. Hanya pada buku diary Lily bisa mencurahkan semua tekanan dalam yang ia terima, karena sulit bagi Lily untuk berbagi cerita pada orang lain. Lily meraba perutnya, tempat di mana anaknya sedang tumbuh. Kalau ada yang bilang jika anak dalam rahim Lily hadir karena cinta, maka itu kesalahan besar. Anak suci itu hadir karena David terpaksa menghamilinya. Semua demi ayah David, yang sangat menginginkan kehadiran seorang cucu saat kesehatannya semakin memburuk. Lalu, bagaimana Lily dan David bisa menikah? Tentu karena perjodohan, tanpa cinta diantara Lily dan David. Tapi, Lily menerima dengan ikhlas perjodohan ini, sekaligus menerima David apa adanya. Sayangnya, David tidak bisa bersikap seperti apa yang Lily lakukan. “Enam bulan lagi, Sayang. Semoga saat kau lahir, sikap ayahmu akan berubah dan kita bisa hidup dengan bahagia. Jika tidak, ibu sudah membulatkan tekad bahwa kita akan pergi. Hanya kita, tanpa orang ayahmu,” ujar Lily dalam hati, sembari terus meneteskan air mata. Lily bukan hanya takut David tidak akan pernah bisa bersikap baik padanya, melainkan juga takut kalau David akan membenci calon anak yang tengah tumbuh di rahimnya. •••• Senyuman Lily tak pernah sekali pun memudar saat melihat bunga tulip di hadapannya. Tulip adalah bunga yang paling Lily sukai, karena tulip melambangkan cinta yang tidak bisa ia ungkapkan pada orang di sekitarnya. “Berhentilah menatap tulip dan tatap aku.” Suara ini sedikit merusak kegiatan Lily, tapi tidak membuat Lily marah atau kesal. Pandangan Lily beralih pada wanita cantik berambut panjang bernama Elsa Kim itu. Lily berbicara dalam bahasa isyarat, sebab Elsa memang bisa memahami bahasa isyarat. Tentu bisa, karena Elsa adalah kakak Lily dan salah satu orang yang bisa memahami perasaan Lily. “Aku senang Kakak kembali ke Korea. Aku harap Kakak tidak pergi lagi.” Inilah yang Lily katakan, hingga membuat Elsa tersenyum dan mengangguk. Sejak Lily menikah dengan David, Elsa memang tinggal di Australia untuk menenangkan diri. Elsa butuh waktu agar terbiasa tanpa David, sebelum memutuskan kembali ke Korea setelah merasa lebih baik. “Mulai sekarang, aku tinggal di Korea,” ucap Elsa dan seketika ia mendapat pelukkan hangat dari Lily. Elsa akan menahan rasa sakit hatinya karena pernikahan ini, sebab semua ini terjadi karena keputusannya sendiri, jadi tidak boleh lagi menyembunyikan diri. Elsa ingin menjaga Lily setelah mendengar dari seseorang tentang perlakuan buruk David pada Lily. Lily sudah berkorban hingga ia masih bisa bernapas sampai detik ini. Sekarang, Elsa yang akan membalas semua hal baik yang telah Lily lakukan untuknya. Elsa ingin memberikan kebahagian untuk Lily. “Elsa?” Suara David memecah kebersamaan kakak beradik itu. Lily dengan sigap melepas pelukkannya, kemudian menatap David. Sedangkan Elsa tidak kunjung memfokuskan pandangan pada sosok pria yang masih dicintainya. “Aku pulang dulu. Jaga kandunganmu baik-baik.” Elsa tersenyum pada Lily, tidak lupa mengusap lembut rambut Lily sebelum pergi tanpa peduli pada David. “Elsa ...” David mencoba menahan kepergian Elsa dengan memegang tangan wanita cantik itu, namun Elsa menepis tangan David dengan kasar. Lagi dan lagi, Lily hanya bisa terdiam melihat David begitu peduli pada Elsa, bahkan sampai mengejar Elsa. Tidak seperti dirinya yang selalu saja dianggap sumber masalah dan melenyapkan semua kebahagian David. Menyedihkan memang, namun inilah takdir yang tidak bisa dihindari. Satu hal yang tidak Lily pahami. Kenapa hubungan kakaknya dan David harus berakhir jika masih ada cinta. Lily ingin tahu, tapi tidak enak jika harus menanyakan sesuatu yang sangat pribadi pada kakaknya. Lily ingat kakaknya mengatakan baik-baik saja saat dirinya harus menikah dengan David karena hubungan mereka sudah berakhir akibat ketidakcocokan, dan itu yang membuat Lily yakin untuk menerima perjodohan ini. Tapi sepertinya masih ada cinta di hati David untuk Elsa, kakaknya. Dan semua usaha David sia-sia, sebab Elsa sudah terlanjur pergi, untuk menghindari David. Ini yang membuat David semakin muak pada pernikahannya dengan Lily. Elsa menjauh demi wanita bisu yang telah membuat hidupnya menderita. Kalau terus seperti ini, David takut akan dirinya akan menjadi gila. David selalu bertanya-tanya, kenapa harus ia yang terlahir menjadi suami Lily? Dan kenapa Elsa memilih memutuskan hubungan dengannya? Setelah gagal menahan Elsa, David kembali ke dalam rumah dan membanting bunga tulip di tangan Lily. “Kenapa kau tidak mengirim pesan padaku?! Seharusnya kau katakan kalau Elsa datang!" bentak David, seperti orang tidak memiliki rasa kasihan. Badan Lily membungkuk, sebagai bentuk permintaan maaf. Meski semua ini bukanlah kesalahannya. Lily sudah ingin menulis di kertas untuk mengatakan kalau Elsa akan datang, tapi David selalu mengabaikan apapun yang ia lakukan. Lalu, mengirim pesan? Andai David tahu bahwa Elsa melarang ia mengirim sebuah pesan singkat pada David. Pada kenyataannya, Lily selalu salah di mata David, tau bahkan, David sengaja membuat Lily tampak salah agar bisa dibentak dan akhirnya memilih pergi karena tidak tahan lagi. Sebenarnya, memang itu yang David inginkan. “Aku benci memiliki istri bisu!" kalimat seperti ini selalu keluar dari mulut David, lalu meninggalkan Lily seperti sosok iblis yang tidak memiliki hati nurani. Air mata semakin membasahi pipi Lily, ketika tidak bisa mengatakan bahwa ini sangat menyakitkan. Lily bisu, bukan tuli. Lily bisa mendengar semua bentakan dan kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut David. Sekali saja, Lily ingin David bicara manis padanya. “Aku juga membenci kebisuanku. Tapi, aku bisa apa? Aku hanya bisa menerima apa yang Tuhan berikan padaku, bukan membenci seperti yang selalu kau lakukan. Aku memang tidak memahami betapa menderitanya dirimu dan kau pun tidak memahami betapa sakitnya aku. Mulutmu lebih tajam dari sebuah pedang, dan ucapanmu lebih menyakitkan dari kenyataan bahwa aku bisu.” Lily bicara dalam hati, di saat bersamaan air mata terus keluar dari mata indah Lily. •••• Morning sickness kembali menimpa Lily dikarenakan kehamilannya. Lily memegang sisi wastafel, sebab rasa mual yang sangat kuat ia rasakan. Sementara di belakang Lily terlihat Elsa yang senantiasa mengusap punggung sang adik. “Apa kita perlu ke dokter?” tanya Elsa khawatir, meski sebenarnya ini wajar dialami oleh wanita hamil. Kepala Lily menggeleng, kemudian mengelap bibirnya dan menatap Elsa sambil tersenyum, seakan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. “Hari ini, aku harus ke dokter kandungan untuk pemeriksaan rutin. Apa Kakak bisa menemaniku?” Elsa bertanya dengan bahasa isyarat, berharap Elsa bisa menemaninya, sebab berharap untuk ditemani oleh David. Itu akan selalu menjadi mimpi terindah Lily, menunggu kapan mimpi itu bisa terwujud. Elsa menganggukkan kepalanya dan berkata, “Baik.” Sedangkan di tangga, tampak David tengah menatap Elsa dengan tatapan berbinar. Lily melihat tatapan David, hingga membuat Lily kembali merasakan kenyataan pahit. Lily tidak mengharapkan cinta David karena itu terdengar mustahil, cukup tatapan hangat dan kata-kata manis, hanya itu yang Lily inginkan. Namun, entah kapan Lily akan mendapatkannya. “Aku harus menemui temanku dulu. Nanti, kirim pesan padaku kalau sudah siap.” Elsa kembali siap pergi, setelah melihat sosok David Cho. Dengan sigap Lily menahan Elsa dan memberi isyarat agar Elsa tetap disini. Ini semua Lily lakukan agar David tidak semakin benci padanya. “Tetaplah di sini. Aku akan ke halaman belakang.” Setelah memberitahu Elsa, Lily segera pergi ke halaman belakang sembari mengusap air matanya. Adakah yang senang dengan kepergian Lily? Tentu, ada orang yang sangat senang karena Lily pergi, yaitu David Cho, pria tampan berusia 28 tahun dan sedang menuruni satu persatu anak tangga. David berjalan dengan penuh senyuman kearah Elsa, wanita yang sangat David cintai. Andai saja Elsa adalah istrinya, sudah pasti David akan tersenyum dan bahagia setiap hari, bukan kesal dan mengeluarkan bentakan. “Elsa ....” “Bisakah kau bersikap baik pada Lily?” Elsa menyela ucapan David, bersamaan dengan ia semakin menjauh saat David mencoba mendekat. Apa yang menarik dari Lily hingga semua orang peduli padanya? Bisakah seseorang memberikan jawaban pada seorang David Cho? “Akan aku lakukan, jika kau mau kembali menjadi kekasihku.” David menyeringai. Bagi David, sikap baiknya pada Lily harus mendapat balasan setimpal, bukan sekadar cuma-cuma.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD