Part 2

1409 Words
Senyuman tidak dapat di sembunyikan dari wajah cantik Liliy, menandakan bahwa wanita cantik ini benar-benar bahagia. Sumber kebahagian Lily hanya satu, yaitu ketika dokter mengatakan bahwa bayi kembar yang ada dalam kandungannya tumbuh dengan baik. Ya, cukup dengan mengetahui hal itu sudah membuat Lily merasakan kebahagiaan yang luar biasa, membuat Lily lupa sejenak tentang semua tekanan batin yang terus menerus ia dapat dari David. Pada akhirnya, memang Elsa yang menemani Lily ke dokter, sebab sudah Lily katakan bahwa mustahil berharap pada David. Meski menangis darah sekali pun, Lily yakin bahwa David tetap tidak akan peduli. Entah apa kesalahannya, hingga harus hidup seperti ini, Lily tidak pernah tahu. Menjadi bisu, menikah dengan pria yang tidak mencintainya dan sekarang dibenci oleh pria itu. Sekali saja, Lily ingin takdir Tuhan lebih baik padanya. Lily ingin mengatakan pada Tuhan bahwa ini tidak adil, tapi di sisi lain Lily juga percaya bahwa setelah kesedihan akan hadir kebahagian, setelah tangisan akan ada senyuman dan setelah makian terselip makna untuk menjadi tegar. Semua akan indah pada waktunya, setidaknya itu yang Lily yakini sampai detik ini. Kapan kebahagiaannya akan datang tentu hanya Tuhan yang tahu. Sebagai manusia, Lily hanya bisa bersabar, dan yakin bahwa kebahagian itu benar-benar ada. Benar, hanya dua hal itu yang bisa dilakukan jika sudah terjebak dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Setelah selesai memeriksa kandungannya, Lily meminta Elsa berhenti di depan toko bunga. Lily turun dari mobil, begitu juga dengan Elsa. Namun, Elsa memilih untuk mendatangi coffee shop yang ada di sebelah toko bunga. Elsa tidak begitu tertarik dengan bunga. Kaki jenjang Lily melangkah masuk ke dalam toko bunga dan langsung mendekati bunga yang teramat ia sukai, yaitu tulip. Lily mencium aroma bunga tulip, hingga merasakan ketenangan dan berujung sebuah senyuman. Membuat Lily bahagia sebenarnya bukanlah hal yang sulit, namun Lily belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya bahagia dengan hal-hal sederhana. “Nona, Anda datang lagi?” seorang wanita bertanya pada Lily. Lucy Jeon, begitulah namanya dan merupakan pemilik toko bunga yang memang mengenal Lily, karena Lily cukup sering datang ke toko bunga miliknya. Pandangan Lily beralih pada Lucy, sembari tersenyum manis. Lily mengambil ponselnya dan menulis sesuatu untuk di tunjukkan pada Lucy. “Aku ingin membeli bunga tulip.” Itulah tulisan yang Lucy baca pada catatan di ponsel Lily. Wanita berusia 23 tahun itu tersenyum, setelahnya mengambil bunga tulip untuk Lily. Sudah Lucy duga bahwa Lily akan membeli bunga tulip, sebab Lily selalu membeli bunga cantik itu setiap datang kemari. Entah kenapa, tapi Lucy akan ikut tersenyum saat melihat tatapan berbinar Lily saat melihat bunga tulip. Lucy yakin bahwa Lily adalah sosok yang tidak perlu sesuatu yang wah untuk bahagia. Lucy rasa orang seperti itu sangat langka dan beruntungnya karena ia bisa bertemu dengan salah satunya. Ketika keluar dari toko bunga, hujan tiba-tiba saja turun dengan deras. Lily sudah melihat perkiraan cuaca dan seharusnya sekarang hanya berawan, bukan turun hujan. Lily menoleh kearah coffee shop dan hati kecil Lily berkata, “Dia masih di coffee shop,” ujar hati kecil Lily dan Lily berniat menuju ke coffee shop dengan menerobos hujan. Baru selangkah berjalan, seorang pria datang dan berdiri di depan Lily sambil memayunginya. Kepala Lily mendongak, hingga matanya bertemu dengan mata pria itu. Kebencian terlihat jelas di mata Lily, bahkan Lily sampai mendorong tubuh pria yang ingin melindunginya dari hujan. “Lily ... aku ....” Plak! Satu tamparan Lily berikan sebelum pria bernama Eric Kang itu menyelesaikan kalimatnya. Kebencian Lily terlalu besar, sampai tidak sudi melihat wajah atau mendengar suara pria itu. Jika saja bisa, Lily ingin membuat pria itu menjauh dari Korea. Pergi sejauh mungkin, hingga tidak muncul lagi di hadapannya. Tapi Lily tidak bisa melakukannya. Lily sangat membenci kenyataan bahwa Eric selalu bisa muncul di depannya. “Tamparlah aku, jika kau merasa lebih baik setelah melakukannya. Aku hanya ingin minta maaf dan memberikanmu ini.” Eric memberikan payungnya pada Lily, namun Lily justru menepis payung pemberian Eric hingga payung itu terjatuh. Ingin rasanya Lily mengatakan, ‘aku benar-benar membencimu! Aku muak melihat wajahmu dan sangat marah ketika harus mendengar suaramu!’. Ingin, ya, Lily ingin ingin. Tapi, kesempatan untuk bicara tidak Lily miliki dan memaki tak bisa Lily lakukan. Lily hanya bisa menampar dan menunjukkan tatapan benci, sebagai bukti bahwa Lily benar-benar membenci pria di hadapannya melebihi siapa pun di dunia ini. “Eric?” suara Elsa memecah ketegangan yang muncul di tengah hujan, sembari menatap pria yang dibenci oleh Lily. Elsa yakin bahwa Eric bermaksud baik dengan melakukan sesuatu untuk Lily, tapi Elsa juga tahu bahwa jangankan menerima maksud baik Eric, melihat wajah Eric saja Lily tidak mau. Pria bernama Eric Kang itu menatap Elsa dengan menunjukkan tatapan bersalahnya, sama seperti saat menatap Lily. “Aku ...” lagi. Kalimat Eric kembali batal keluar, karena Lily buru-buru menarik tangan Elsa dan mengajaknya masuk ke mobil. Eric masih terdiam di tempatnya, menatap Lily yang sudah pergi bersama Elsa, tanpa peduli pada hujan yang terus membasahi tubuhnya. Eric tahu bahwa kesalahannya sangat sulit untuk dimaafkan. Eric menyadari hal itu, tapi Eric tidak ingin berhenti meminta maaf pada Lily karena hanya itu yang bisa ia lakukan. Suatu hari nanti, Eric berharap bisa mendapatkan maaf dari Lily dan jika itu terjadi, Eric siap untuk menjaga Lily sepanjang hidupnya. •••• “Kau pasti kedinginan. Kenapa harus keluar dari mobil? Apa karena hal penting?” Indra pendengaran Lily menangkap dengan jelas luapan kalimat kepedulian yang keluar dari mulut David dan itu hanya untuk Elsa. Sekali saja, Lily juga ingin David peduli padanya, atau setidaknya pada anak yang ada dalam kandungannya. Apa karena bisu membuatnya pantas diperlakukan tidak adil oleh suaminya sendiri? Tidakkah David lihat bahwa ia juga dalam keadaan basah kuyup? Lily ingin mengatakan bahwa bukan hanya Elsa yang butuh perhatian, tapi ia dan bayi dalam kandungannya juga butuh perhatian. Kadang Lily berpikir bahwa akan lebih baik jika dulu David lebih keras dalam menentang pernikahan sadis ini. Jika pernikahan ini tidak ada, maka ia tidak perlu menerima kebencian, bentakan ataupun makian. Bayi dalam kandungannya pun tidak perlu terancam diperlakukan sama seperti dirinya. “Menjauh dariku!” Elsa membentak David, karena David ingin semakin mendekat padanya. Mata Elsa menyiratkan tatapan ketidaksukaan, karena sikap David sekarang sangatlah salah. Bukan ia yang butuh perhatian, melainkan Lily dan bayinya. David tidak menyadari itu? Apa mata David benar-benar sudah buta hingga tidak bisa melihat penderitaan Lily? “Lily. Pedulilah pada Lily, bukan padaku!” Elsa kembali membentak David. Elsa sungguh tidak tahan melihat Lily terus menatapnya dengan tatapan sedih. Lily yang seharusnya ada dalam posisi ini, bukan dirinya. Pria berhidung mancung itu menghela nafas, lalu menatap Lily. Jangan kira David akan memberikan tatapan cinta pada Lily, lalu mengelus rambut Lily dan mengatakan berbagai kalimat manis untuk Lily. Mustahil! David tidak akan pernah melakukan itu. Tatapan David tetap dingin pada Lily, bahkan bercampur dengan benci. “Kau juga basah. Maka dari itu ... gantilah pakaianmu sekarang!” benar. Tidak ada kalimat manis penuh cinta, yang ada hanya bentakkan yang akan terus David berikan. Tangan Lily semakin erat menggenggam bunga tulip berwarna merah itu, seiring semakin sering ia menerima bentakan. Air mata sudah sejak tadi membasahi pipi putihnya, ketika kesedihan semakin menyelimuti hati. Lily melangkah menuju ke kamarnya, tanpa menoleh lagi pada David. Lily akan selalu sadar dengan posisinya di rumah ini. ‘Aku hanya ingin kau sedikit peduli padaku dan pada anak kita. Perlakukan aku layaknya seorang istri. Bisakah kau lakukan itu? Aku tidak membutuhkan bentakanmu. Satu bentakan hanya akan mengurangi semangat hidupku dan membuatku merasa jika kehadiranku benar-benar tidak di harapkan. Apa kau tahu penderitaanku? Kau tahu kalau aku selalu menangis? Lihatlah aku untuk sejenak saja, agar kau tahu bahwa aku bertahan disini dengan terus meneteskan air mata. Aku tidak pernah berharap kau mencintaiku, karena aku tahu bahwa itu mustahil untuk terjadi, kau tidak akan pernah bisa mencintai wanita bisu sepertiku. Cukup lihat aku dan beri sedikit perhatian, itu sudah cukup. Terkadang, aku merasa bodoh karena bisa-bisanya berharap padamu. Aku seperti tanah dan kau adalah langit yang tidak mungkin kugapai dan tidak akan pernah bisa bersatu.’ “Kau keterlaluan, David!” jika David selalu membentak Lily, maka David selalu dibentak Elsa. Cukup setimpal, untuk saat ini. Bibir David menyunggingkan senyum tipis, menanggapi ucapan konyol dari Elsa. “Aku keterlaluan? Kalau begitu, jadilah kekasihku maka sikap baik dan kasih sayang akan kuberikan pada wanita bisu itu! Aku sudah mengatakan itu sebelumnya, kan? Hidup Lily ada di tanganmu, bukan di tanganku. Di dunia ini, tidak ada yang cuma-cuma, Nona Elsa. Mengerti?” Elsa tidak mengerti kenapa keadaan harus selalu seperti ini. Demi Lily, haruskah ia kembali menjadi kekasih David? Hubungan terlarang sering berakhir dengan sangat buruk. Sedangkan disisi lain, Elsa ingin Lily mendapat perlakuan lebih baik dari David. Jadi, ia harus bagaimana?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD