Bagian 5

1317 Words
"Ra?" Panggil David. "Iya, kenapa?" "Kamu kenapa? Dari tadi kakak perhatikan enggak nyaman gitu di pesta." Zahra menarik nafas dalam, sungguh rasa resahnya mengapa Belum reda. "Waktu di pesta, Zahra merasa ada yang mengawasi Zahra. Bukannya berprasangka buruk hanya saja Zahra takut." David mengelus kepala Zahra dengan lembut, mencoba menenangkan gadis itu. "Mungkin itu hanya perasaan kamu, jangan terlalu dipikirkan," ujar David menenangkan. "Kamu sudah Shalat isya belum?" Tanya David. "Zahra lagi libur Kak, kalau Kakak mau Shalat mampir ke masjid, kan enggak baik mengulur waktu Shalat." David tersenyum, inilah salah satu faktor kenapa dia sangat menyayangi Zahra, dia adalah gadis yang Salehah. Walaupun Zahra sempat khilaf dengan berpacaran. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama, karena kekasihnya pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Zahra. "Ya sudah kakak Shalat dulu, kamu di sini saja jangan kabur." Zahra menatap David dengan bibir yang menggerutu.  "Aku bukan anak kecil kali, main kabur-kaburan!" Ujarnya ketus. David terkekeh pelan kemudian dia turun dari mobil untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Zahra diam di mobil, termenung hingga masalah yang sempat hilang dari pikiranya kembali terngiang, membuatnya murung lagi. "Apa benar ya kalau dia berhubungan dengan seseorang saat menjalin hubungan dengan Zahra? Udah deh biarin aja, Zahra enggak mau terjerumus ke dalam hal yang tidak disukai Allah. Mungkin ini hukuman buat karena menjalin hubungan sebelum Adanya akad," ucap Zahra entah kepada siapa. Namun hatinya sedikit lega entah karena apa. Mungkin karena Allah memberitahukan jika laki-laki itu tidak baik untuknya. Merasa bosan, Zahra mengambil ponselnya, membuka notifikasi yang muncul, ternyata dari grup yang dibuat oleh Nada--sahabat Zahra. Zahra hanya menyimak, nanti saja jika ada yang menyinggung dirinya untuk keluar pasti dia akan keluar. Vina: woy, kalian di mana? Gue sendirian nih di rumah. Kalian enggak mau ke rumah Gue? Vina: wah, Gue di kacangin nih. Vina: woy, kalian pada ke mana sih? Jangan di read doang dong.. Nada: Lo ngapain sih vin, rame sendiri Vina: Lo enggak peka banget sih, Gue sendirian di rumah, Lo ke rumah Gue dong Nada: emoticon Lo menjijikkan. Mau Lo kasih apa kalau Gue mau ke rumahnya Lo? Vina: terserah Lo mau minta apa, yang penting Lo sekarang ke sini. Zahra bales napa jangan diem aja. Zahra: Zahra hadir. Vina: gitu dong muncul. Lo enggak mau ke rumah Gue? Zahra: pasti sama Kakak enggak boleh, Kalian kan tau kalau kakak itu gimana Vina: oh iya iya Nada:oh iya iya (2) Vina: nada sukanya copy paste Nada: gue enggak suka sama copy paste, gue sukanya sama kak Raka.. Vina: huft Zahra: huft (2) Vina: kak Raka itu calon suami Gue jadi Lo enggak boleh genit sama dia. Nada: enak aja lo, ngaku-ngaku. Kak Raka itu sukanya sama Gue Vina: Kak Raka itu punya gue Nada: punya gue Vina: wah, ngajak gelut nih anak, sini kita selesai in di rumah Gue. Nada: otw Zahra senyum-senyum sendiri membaca percakapan kedua sahabatnya, sahabat yang selalu menemaninya dikala sedih dan bahagia, semoga saja mereka tak hanya disatukan di dunia namun juga di akhirat. "Sebenarnya Kakak enggak ganteng-ganteng amat deh tapi kenapa nada sama Vina selalu merebutkan Kakak," gumamnya pelan. "Eh, ngapain senyum-senyum sendiri, kesambet kamu?" "Astagfirullah Kak David ngagetin saja." "Kamu dari tadi Kakak perhatiin senyum-senyum sendiri, sampai enggak sadar kalau kakak sudah masuk," ujar David pura-pura kesal. "Hehe, maaf Kak." Zahra menampilkan giginya yang rapih, senyum yang teramat manis, membuat semua orang yang bertemu Zahra tak enggan berpaling ke arah lain. David mengangguk dan melajukan mobilnya menuju rumah Zahra.  "Kak..., ngantuk. Zahra tidur dulu ya, nanti kalau udah sampau bangunin," ucap Zahra sambil mencari posisi yang nyaman untuk tidur. David hanya tersenyum dan mengangguk menanggapinya. Setelah lama berkendara, akhirnya David sampai di rumah Zahra. sesuai permintaan gadis itu, David membangunkan Zahra yang masih tertidur lelap. "Zahra, bangun kita udah sampai." Zahra mengerjapkan matanya secara perlahan. "Udah sampai, Kak?" "Udah, ayo turun." Zahra mengangguk dan membuka pintu mobilnya. Mereka memasuki rumah yang tampak sederhana itu, keadaan sangat sepi seperti tak berpenghuni, biasanya jika masih ada Mama dan Papanya, pasti suasana tidak sesepi ini. Saat memasuki ruang keluarga, Zahra melihat sang Kakak yang sedang duduk dengan televisi yang menyala. Zahra memutar bola matanya malas, masih enggan rasanya untuk sekedar menyapa. "Kak David, Zahra tidur dulu." Tanpa menunggu respons dari David, gadis itu menuju ke kamarnya tanpa pamit dengan Kakaknya, Raka menghela nafas kasar, saat tahu adiknya masih marah. David menghampiri Raka, dengan tangan mengepal erat dan emosi yang sudah meluap-luap. Satu pukulan mendarat di wajah tampan Raka BUGH... Raka terkejut dan menatap David penuh tanya. "Maksud Lo apaan sih!" Bentak David. Raka menatap David dengan alis bertaut bingung. "Lo enggak usah pura-pura b**o deh. Zahra dari tadi nangis-nangis, itu gara-gara Lo. Lo tuh kakak macam apa sih? Sampai-sampai Lo mau Jodoh in Zahra sama seseorang, dan Lo tahu kan kalo Zahra masih mencintai orang itu!"  Sekarang Raka mengerti kenapa David memukulnya dan membentaknya, dia sudah menduga kalau David mengetahui rencananya. Karena Zahra pasti akan menceritakan semuanya kepada David. "Kita bicara di ruang kerja Gue!" Ajak Raka. Dia berjalan menuju ke ruang kerjanya tak ada gunanya dia membalas pukulan David. David tanpa pikir panjang langsung mengikuti Raka dari belakang. "Cepat jelas in!" Nada menuntut itu membuat Raka menarik nafas panjang. "Gue memang mau ngejodohin Zahra." "b******k Lo! Lo kan tahu kalau Zahra itu masih sekolah, dia masih kelas 11 dan Lo? mau ngejodohin dia? Otak Lo di mana sih!" Raka yang sedari tadi hanya diam mulai tersulut emosinya. Dia berusaha untuk sabar, dengan menghembuskan nafasnya secara perlahan. "Lo tenang dulu," ucap Raka. "Bagaimana Gue bisa tenang kalau Zahra mau Lo Jod--" ucapan David menggantung saat Raka membentaknya. "GUE BILANG LO HARUS TENANG DULU, GUE PUNYA ALASAN KENAPA GUE NGELAKUIN INI!" David langsung diam dan menatap Raka penuh tanda tanya. "Maaf Gue ngebentak Lo." "Gue bisa jelas in semuanya, tapi gue mohon Lo jangan bilang ini ke Zahra.” David mengangguk. "Satu Minggu sebelum Mama, Papa Gue meninggal, mereka sempat bilang ke Gue, kalau selama ini identitas Zahra disembunyikan." Sebelum David protes, Raka langsung menyekanya. "Lo jangan protes dulu, Gue akan lanjut in tapi jangan sampai Lo menyela ucapan Gue." David pun hanya mengangguk dan mengunci mulutnya rapat-rapat. "Mereka menyembunyikan identitas Zahra atau dengan kata lain mereka tidak mengakui Zahra sebagai anaknya di depan umum. Bukan berarti mereka tidak sayang dengan Zahra, bahkan mereka sangat sayang kepada Zahra. Papa juga bilang sama Gue kalau hidup Zahra dalam bahaya jika dia terus hidup di keluarga ini, Gue takut kehilangannya, Papa juga bilang kalau saingan Papa sedang mencari tau soal anak perempuan Papa. Seminggu setelahnya, Papa sama Mama kecelakaan, dan Gue tau itu bukan kecelakaan murni, melainkan ada unsur kesengajaan. Gue bingung tentang kehidupan Zahra, Gue berpendapat sama dengan Papa jika dia tetap ada di sekitar keluarga Atmaja. Lo pasti tahu, banyak yang benci dengan keluarga kita, jika mereka tahu kalau Zahra adalah kelemahan kita mereka enggak segan-segan mencelakai Zahra. Dan Gue memutuskan untuk menikahkan Zahra, itu juga permintaan terakhir Papa sebelum meninggal. Jika Zahra menikah dia tidak lagi menggunakan marga kita. Dia akan mempunyai marga baru dan meninggalkan marga Atmaja, Insya Allah Zahra akan dilindungi oleh suaminya, dan calon suaminya itu adalah anak dari sabahat Mama dan Papa, sekaligus sahabat Gue," jelas Raka panjang lebar. David menganga atas penjelasan Raka. "Berarti selama ini Zahra tidak menggunakan marga kita?" Tanya David. "Iya." "Apa Zahra tahu?" "Dia belum tahu, jangan sampai dia tahu. Gue takut kalau dia tau dia akan salah paham," jawab Raka, terdengar nada sendu dalam ucapannya. David bisa melihat ada raut kekhawatiran di wajah Raka, dia pun juga merasa khawatir saat ini. "Sorry, Gue sudah salah paham sama Lo, kalau ini keputusan yang terbaik, Gue ngikut aja, Gue juga akan berusaha untuk membujuk Zahra." Raka tersenyum menatap saudara sepupunya. "Iya Gue maaf in, lain kali Lo tanya dulu, Jangan emosi, emosi itu adalah sifat setan, jadi kalau Lo emosi berarti Lo itu setan, Hahaha." Raka mencoba mencairkan suasana. "Enak aja Lo, gue ganteng gini di bilang setan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD