Chapter 1

1036 Words
Isha, Shila, Afia, Fernan, dan Pandi adalah teman dekat sejak kecil. Mereka bersekolah di TK, SD, SMP, dan sekarang SMA yang sama, yaitu SMA Cahaya Nusa. Sama-sama sudah duduk di kelas XI, hanya saja di ruang kelas yang berbeda. Isha dan Fernan di kelas XI IPA-1, Shila di kelas XI IPA-2, Afia dan Pandi di kelas XI IPA-3. Hari ini adalah awal mereka masuk semester dua. Pagi-pagi sekali, mereka sudah datang dan sarapan di kantin bersama, seperti yang biasa mereka lakukan. "Shil, gue minta sambalnya lagi, dong, kurang pedes nih," rengek Afia sembari menunjuk mangkok sambal yang ada di dekat Shila. "Eh, lo imut-imut doyan banget pedes, ya? Lihat tuh!" Pandi menunjuk pipi Afia dengan dagu. "Pipi lo udah merah banget, kayak tomat matang yang siap panen!" "Diem lo!" Afia duduk tepat di samping Pandi, jadi dia bisa membentaknya langsung di telinga. "Weh, lo mau bikin gue budeg?! Gendang telinga gue bisa hancur tau!" Pandi spontan menutup kedua telinganya. "Lagian lo banyak ngomong, sih, gue kasih sambal juga mulut lo nanti!" Pipi gadis manis yang sedikit tembam itu semakin merah karena rasa pedas, ditambah rasa jengkel terhadap laki-laki yang setia menjadi temannya untuk bertengkar. "Af, kebanyakan makan pedes itu nggak baik, lo bisa sakit perut sama panas dalam. Iya kan, Shil?" Pandi melempar pandangan dari Afia ke Shila yang duduk di depannya. "Iya, Af. Bener kata Pandi, lo nggak boleh makan makanan pedes banyak-banyak." "Tapi lo tau, 'kan? Gue suka baget pedes, Shil." Afia memasang wajah memelas. "Karena itu lo sering sakit perut, 'kan?" "Iya, sih …. Ah, ya udah, deh, gue nggak nambah lagi sambalnya." Dengan berat hati, Afia harus mengubur dalam-dalam keinginan untuk meningkatkan rasa pedas pada semangkuk mi ayamnya. "Nah gitu, dong, mending lo makan yang manis-manis kayak gue." Pandi tersenyum sok manis. "Ogah! Entar diabetes!" "Nggak, gue suka makan manis, tapi tetep sehat-sehat aja, kok, lo aja yang lebay!" "Lo juga lebay kali!" "Eh, udah!" Shila menengahi. "Berantem mulu kalian, kayak anak kecil aja!" "Si Pandi cerewet, sih!" "Lo yang cerewet, kenapa jadi gue?!" Pandi tidak terima. "Udah, stop! Kalian berdua sama-sama cerewet!" Fernan yang sejak tadi diam, akhirnya mulai angkat suara dengan muka malas. "Iya-iya, maaf!" Afia dan Pandi mengerucutkan bibir. "Is, lo kenapa diem aja?" tanya Fernan kepada Isha yang seakan tak terusik oleh kebisingan dari Afia dan Pandi. "Gue lagi konsen lihat Tom and Jerry." Isha tersenyum sembari bertopang dagu. "Tom and Jerry?" Afia dan Pandi kompak memasang ekspresi bingung bak orang yang lugu. "Iya." "Kucing sama tikus dong?" Afia mulai mengerti kalau Isha tengah meledeknya. "Iya, lo tikusnya!" sahut Pandi yang sudah mengerti lebih dulu. "Apa?! Lo bilang gue tikus?! Lo yang tikus! Tikus curut!" Afia kembali bersungut-sungut. "Tikus curut?! Lo–!" "Udah, kenapa malah berantem lagi?" Fernan menginterupsi. "Biarin aja, Fer." Shila menyiku lengan Fernan. "Kita tinggal aja ke kelas." "Loh? Kalian udah selesai makannya?" Afia melihat mangkuk mi ayam teman-temannya. "Udah," jawab Isha, Shila, dan Fernan. "Tuh, 'kan?! Gara-gara lo gue jadi belum selesai makan!" Pandi buru-buru menghabiskan makanannya. "Dih, gara-gara lo bukan gue!" "Udah! Jangan di-replay ributnya, habisin makanan kalian cepet! Bentar lagi masuk, loh!" Shila kembali menengahi. "Iya-iya!" Selesai makan, mereka pergi dari kantin melalui koridor yang sama, sebelum berpisah dan masuk ke kelas masing-masing. Namun, saat akan melewati ruang kepala sekolah, mereka melihat tiga laki-laki yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Tiga laki-laki yang bisa dikatakan sangat tampan itu baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah bersama seorang guru yang mendampingi mereka. Belum jauh berjalan, mereka berhenti dan membicarakan sesuatu. "Eh, mereka siapa?" Rasa ingin tahu Afia tergugah seketika. "Kayaknya murid baru, deh." Shila menerka-nerka. "Iyalah, nggak mungkin kalo guru baru," celetuk Pandi. "Af, lo ngelihatinnya serius banget?" Fernan merasa aneh dengan cara Afia melihat. "Oh my God, mereka itu ...." Afia menggantungkan ucapannya. "Kenapa?" "Ganteng banget!" Afia menangkup wajahnya dengan kedua tangan karena gemas. "Hmm ... baru lihat aja udah bilang ganteng!" Pandi menjitak kepala Afia. "Biarin, emang mereka ganteng!" Afia mengeluarkan lidahnya sedikit. "Semoga aja sekelas sama gue!" "Idih ... ngarep banget lo!" "Diem lo! Cerewet mulu!" "Mmm ... gue ke kelas dulu, ya?" Isha langsung melenggang pergi. "Gue juga, bentar lagi bu Fina dateng, nih." Fernan menyusul Isha. "Iya, ya? Ini udah jam tujuh lebih, gue juga mau masuk, deh." Shila turut pergi juga. "Ayo ke kelas, Af!" ajak Pandi yang tak ingin terlambat masuk. "Bentar, Pan. Gue mau lihat mereka dulu." "Ya udah, entar kalo dimarahin pak Jhon baru tau rasa lo!" "Eh, nggak-nggak! Gue nggak mau dimarahin lagi sama si pak Jhon killer itu! Gue kapok! Kita ke kelas aja, deh, ayo!" Di kelas XI IPA-1, Isha sedang membahas materi pelajaran untuk hari ini bersama Fernan yang duduk di sebelah kirinya. Tempat duduk tunggal sebenarnya membuat mereka kurang nyaman sejak dulu, sebab mereka biasa duduk sebangku. Tak lama kemudian, bu Fina datang bersama salah satu dari tiga murid baru yang tadi mereka lihat. Bu Fina memperkenalkannya sebagai murid pindahan dari sebuah sekolah swasta. Namanya Ren Shaiviro, dia mendapatkan tempat duduk di samping kanan tempat duduk Isha. Di kelas XI IPA-2, Shila sedang menunggu guru datang sambil membuka-buka buku paket. Dia sangat terkejut saat melihat bu Richa datang bersama seorang murid baru. Bu Richa memperkenalkan kalau namanya Zen Shaiviro dan dia mendapatkan tempat duduk di depan Shila. Terakhir, di kelas XI IPA-3, Afia menahan untuk tidak berteriak histeris saat melihat pak Jhonatan datang bersama murid baru juga. Pak Jhonatan menyuruhnya memperkenalkan diri dan dia hanya menyebutkan kalau namanya adalah Ken Shaiviro. Afia hampir-hampir tak kuat menahan teriakannya karena dia mendapatkan tempat duduk di belakangnya. ♥♥♥ Saat jam istirahat, seperti biasa, Isha, Shila, Afia, Fernan, dan Pandi pergi ke kantin. Mereka duduk semeja, dan memesan makanan, lalu membicarakan beberapa hal. "Oh my God, guys! Gue bener-bener nggak percaya, deh rasanya. Salah satu dari tiga cowok baru itu ternyata sekelas sama gue!" Afia menggebu-gebu. "Oh ya? Sama dong?" Shila menggigit sendoknya. "Siapa namanya yang sekelas sama lo?" "Namanya Ken Shaiviro, keren ya? Terus yang sekelas sama lo?" "Namanya Zen Shaiviro." "Mmm ... Yang satu lagi namanya siapa, ya?" Afia mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD