13. Dekat

1545 Words
"Apa kamu memang selalu diantar-jemput?" Anyelir yang sedang mengambil satu botol bekas, menoleh ke arah Januari. "Iya," jawabnya sambil menyerahkan botol itu pada Januari untuk dimasukan ke dalam plastik besar. Kali ini mereka sengaja memilih jalan memutar. Menurut Januari, jalan ini lebih ramai sehingga semakin banyak juga botol bekas yang akan mereka temui sepanjang jalan. "Terus apa engga apa-apa beberapa kali kamu pulang bareng saya dengan jalan kaki?" tanya Januari lagi. Sesaat setelah mendengar Januari kembali bertanya, Anyelir langsung berbalik dan mendekat ke arah pria itu. "Itu lebih baik daripada aku harus pulang pakai angkutan umum," katanya dengan senyum kecil. Januari menaikan sebelah alisnya sambil menyodorkan kantong plastik besar yang dipegangnya saat Anyelir hendak memasukan dua botol kosong. "Kenapa? Kenapa kamu engga mau naik angkutan umum? Kamu punya trauma atau semacamnya?" Usai menanyakan itu, Januari tampaknya baru sadar bahwa dirinya sudah banyak bertanya. Dengan salah tingkah, dia langsung berbalik dan berjalan menjauh dari Anyelir. Anyelir yang menyadari sikap Januari malah terkikik kecil, pria itu selalu tampak diam dan tidak mudah didekati namun kali ini Januari lebih banyak berbicara dan bertanya. Itu membuat Anyelir tanpa sadar merasa lucu dan juga antuasias di saat bersamaan. "Aku engga punya trauma semacam itu, aku cuma penakut. Dan dari kecil keluargaku udah nyiapin sopir pribadi jadi aku benar-benar engga pernah naik angkutan umum dan tanpa sadar aku yakin kalau angkutan umum itu engga aman," jawab Anyelir. Januari tidak merespon, tapi Anyelir tahu pria itu mendengarkan jawabannya. Beberapa saat mereka berjalan beriringan dan hanya sibuk mengumpulkan botol bekas tanpa ada bahan pembicaraan apapun lagi. Sampai akhirnya Januari tiba-tiba berhenti dan berbalik menatap ke arah Anyelir yang dengan cepat juga menghentikan langkahnya agar tidak menabrak Januari yang berjalan di depannya. "Ada apa?" tanya Anyelir saat Januari hanya melihatnya untuk beberapa detik. Pria itu tampaknya hendak mengatakan sesuatu namun ragu, Anyelir tadinya hanya ingin menunggu Januari bicara sendiri. Tapi melihat pria itu tetap berdiri diam tanpa membuka mulut membuat Anyelir merasa jengah juga. "Kenapa, Janu? Kenapa diem aja?" desaknya. Anyelir sempat melihat bagaimana bola mata Januari sedikit melebar sebelum akhirnya pria itu berdeham pelan dan mengalihkan pandangan. "Apa ada orang yang nyuruh kamu jauhin ketua OSIS?" Pertanyaan itu membuat Anyelir mengangkat alisnya bingung. Namun sedetik kemudian dia terkejut saat menyadari ketua OSIS yang dimaksud Januari adalah Royyan. Anyelir bisa langsung menyimpulkan bahwa kemungkinan Januari tahu tentang tiga wanita yang meminta dirinya untuk menjauhi Royyan. "A-apa maksud kamu?" tanyanya pelan. Jeda. Januari hanya berdiri diam tanpa menatap Anyelir, kemudian pria itu terdengar menghela nafas berat dan kembali berjalan. "Lupain aja," katanya acuh. Anyelir menggigit bibirnya pelan, dia yakin Januari mengetahui sesuatu tentang ancaman yang dilakukan ketiga wanita itu. Hanya saja Anyelir rasanya sulit untuk mengungkapkan semuanya kepada Januari sekalipun pria itu sudah tahu. "Jangan pernah biarin orang lain minta kamu lakuin apa yang engga mau kamu lakuin. Kayaknya ketua OSIS itu orang yang baik, dia juga engga akan suka kalau ternyata ada orang yang lancang nyuruh kamu jauhin dia. Apalagi orang-orang itu sebenarnya cuma suka secara sepihak," ujar Januari tiba-tiba. Kalo ini tanpa sadar Anyelir mempercepat langkah kakinya mendekati Januari, tangannya terulur menyentuh bagian lengan seragam Januari hingga membuat pria itu berhenti berjalan dan melirik ke arahnya. "Ak-aku tahu Royyan itu baik, selama ini walaupun Renata selalu bilang aku harus hati-hati sama dia tapi tetap aja dia engga pernah ngelakuin hal aneh sama aku. Tapi pas ada tiga orang cewek itu yang nyuruh aku buat jauhin Royyan, aku baru tahu kalau ternyata itu alasan Renata minta aku buat engga terlalu dekat sama Royyan. Dan aku..aku engga bisa buat engga takut sama ancaman mereka," Anyelir berkata dengan sangat pelan, kepalanya menunduk tidak berani beradu tatap dengan Januari. Selama ini walaupun dia kesulitan, walaupun dia ketakutan, dia nyaris tidak pernah menunjukkan pada siapapun termasuk Vitta. Tapi kali ini, mendengar ucapan dari Januari membuat dirinya merasa bahwa pria itu akan mengerti semua perasaan yang dirasakan oleh Anyelir selama ini. "Saya udah kasih peringatan ke mereka supaya mereka engga ganggu kamu lagi. Kalaupun nantinya mereka tetap ganggu kamu, kamu harus bisa ngelawan mereka. Seenggaknya kamu harus bisa ngelindungin diri kamu sendiri," ujar Januari. Matanya ia biarkan menembus pupil mata Anyelir yang sedikit bergetar. Januari tahu bahwa gadis itu memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan hingga terlihat begitu takut hanya karena masalah itu. "Kamu..kamu ngomong sama mereka? Darimana kamu tahu soal ini?" tanya Anyelir bingung. Tapi sayangnya pria yang sedang bersamanya itu sama sekali tidak berniat menjawab. Januari hanya tersenyum kecil, kemudian kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya. Membuat Anyelir hanya bisa menggerutu pelan karena diabaikan. •• Sepanjang sisa waktu di sekolah tadi, Royyan gagal mempertahankan fokusnya pada apapun yang dia lakukan. Penyebabnya tentu saja karena sikap Anyelir tadi saat ia menghampiri gadis itu ke kelasnya. Sejak awal Royyan mendengar kabar tentang adanya murid baru yang sangat cantik, rasa tertariknya sudah terpacu. Dan ketika ia melihat Anyelir untuk pertama kali, Royyan tidak bisa untuk tidak jatuh cinta pada gadis itu. Apalagi dengan sifat Anyelir yang lembut dan agak malu-malu, semua itu semakin membuat Royyan menyukai Anyelir lebih dalam. Namun tingkah yang ditunjukan Anyelir tadi belum pernah ia lihat selama lebih dari satu bulan mereka dekat, tadi itu Anyelir tampak seperti gelisah dan tidak nyaman setelah melihatnya. "Hah!" Royyan menghela nafas berat. Selalu seperti ini setiap kali dia menyukai seseorang, dia kesulitan mengendalikan perasaannya dan selalu total dalam menyukai lawan jenis. Itu juga yang akhirnya membuat dirinya kesulitan ketika hubungannya yang dulu berkahir. Langkah kakinya yang sudah hampir sampai di rumah, tiba-tiba saja terhenti saat sosok dari masa lalu yang tadi baru saja diingatnya tertangkap indera penglihatannya. Royyan menaikan sebelah alisnya. Seingatnya tempat tinggal Mega jauh dari sini, tapi kenapa gadis itu terlihat ada di depan sana dan nampaknya Mega juga terlihat kebingungan. Dalam diamnya, Royyan menimbang-nimbang haruskah ia menghampiri wanita yang dulu sudah begitu menghancurkan hatinya hanya karena jatuh cinta pada pria lain? Mengingat itu, Royyan berusaha mengabaikan sosok Mega di depan sana dan hendak mengambil jalan lain untuk bisa sampai di rumahnya. Namun baru saja berjalan beberapa langkah, Royyan kemudian berdecak sangat kesal dan akhirnya kembali memutar langkahnya dan berjalan menghampiri Mega. Langsung bisa terlihat bagaimana Mega tampak terkejut melihat kehadirannya. Jelas saja, karena semenjak mereka putus tidak pernah ada lagi jenis komunikasi apapun di antara mereka. Royyan terlalu kecewa hingga melihat wanita itu saja sudah cukup menguak rasa sakit yang ia rasakan dulu. "Setahuku rumah kamu bukan disni, kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Royyan. Tidak ada raut ramah ataupun lembut yang dia tunjukan di depan mantan kekasihnya itu. Dan dia juga menyadari bahwa ekspresi nya cukup membuat Mega tidak nyaman. "A-aku tadi ketiduran di bus dan ternyata tempat berhenti kelewatan," jawabnya. Jawaban itu membuat Royyan menaikan sebelah alisnya. "Bukannya kamu biasa naik motor?" Setahunya lagi, Mega selalu berangkat sekolah menggunakan motor. Itu sudah biasa Mega lakukan semenjak dulu, kecuali saat mereka hendak pergi bersama setelah usai sekolah barulah Mega akan membiarkan Royyan menjemput nya. Namun itu dulu. "Tadi pagi emang bawa, tapi tadi siang diambil kakak karena kakak ada keperluan," jawab Mega lagi. Royyan mengangguk pelan. Bisa ia simpulkan bahwa raut bingung yang ditunjukan oleh Mega tadi dikarenakan gadis itu tidak tahu daerah sini dan juga sekarang akan sangat sulit menemukan bus untuk arah tujuan rumah Mega. Maka setelah berdebat kecil dengan kewarasannya, Royyan akhirnya mengambil sebuah keputusan yang ia sendiri tidak yakin benar atau tidak. "Aku akan antar kamu pulang, tapi sebelumnya aku harus pulang dulu buat ambil motor. Gimana?" usulnya. Di depannya Mega tampak terkejut dan langsung menolak usulan dari dirinya. Hal yang sudah Royyan duga sebenarnya. "Aku bisa naik taksi atau ojek," kata Mega untuk menolaknya. Hal itu membuat Royyan merasa kesal, karena dirinya juga terpaksa mengusulkan untuk mengantar Mega hanya karena dia tahu akan sulit menemukan angkutan umum. Dan soal ojek, Royyan tidak bisa membiarkan gadis itu pulang menggunakan ojek di saat hari sudah malam dan jarak yang jauh. "Terlalu bahaya. Jarak rumah kamu dari sini jauh, dan ini udah malam," bantah nya. Ia menelisik ekspresi Mega yang tampak canggung, beberapa kali gadis itu mengalihkan pandangan dengan wajah gugup. Helaan berat kembali terdengar dari Royyan, tangannya ia masukan ke dalam saku celana seragam sekolahnya dan berbalik. "Tapi kalau kamu memang engga mau, yaudah," katanya. Setidaknya dia sudah menawarkan bantuan. Namun Mega keberatan menerima dan menolaknya, maka jika nantinya terjadi sesuatu pada gadis itu, jelas itu bukan salahnya kan. Di langkahnya yang sudah cukup jauh, Royyan mendengar langkah kaki yang mengekorinya. Ia menoleh sedikit dan mendapati Mega yang berjalan di belakangnya. "Aku minta tolong anterin ya," cicit gadis itu. Diam-diam Royyan mengulum senyum, wanita dan gengsinya memang mengerikan. Dia berdeham pelan sebelum mengangguk. "Iya, kita ke rumah ku dulu," setuju nya. Kemudian mereka berjalan dengan jarak antara canggung dan rasa bersalah yang dirasakan salah satu dari mereka. Walaupun cerita itu sudah lama menjadi kenangan, namun mereka memiliki beban perasaan masing-masing yang selama ini membuat mereka kesulitan melangkah lebih jauh. Mega yang walaupun memang jatuh cinta pada Januari namun memendam rasa bersalah yang luar biasa besar kepada Royyan yang memperlakukannya dengan baik dulu. Dan Royyan yang meskipun sudah mengaku jatuh cinta pada Anyelir, namun masih menyimpan rasa kecewa dan rasa takut dikecewakan lagi oleh orang ia ya sayang. Semua itu membuat langkah mereka kian berat dan penuh rasa sakit. |||•••|||
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD