08 - Kekhawatiran Brian dan Brianna.

1206 Words
Saat ini Devina sudah berada di kamarnya. Sejak memasuki kamar, Devina terus berjalan mondar mandir ke sana kemari sambil terus menggerutu, merutuki kebodohannya sendiri yang tadi sudah berani mengatakan kata-kata yang menurutnya tidak harus ia katakan pada Dean. "Dasar bodoh!" umpat Devina sambil memukul ringan keningnya. "Ah, lebih baik telepon Mommy dan tanya di mana posisi Mommy sekarang ini." Devina melangkah mendekati meja, meraih ponselnya yang tergeletak di meja. "Mommy di mana?" tanya Devina sesaat setelah Brianna mengangkat panggilannya. "Mommy sudah di depan, Sayang." Devin menekan ikon merah di layar ponselnya, mengakhiri sambungan teleponnya dengan Brianna secara sepihak. Devina berlari keluar dari kamar, dan tujuan Devina adalah lantai 1. Tadi pagi, Brian dan Brianna pamit undur diri. Keduanya pergi menjenguk salah satu saudara dari pihak Brianna yang sakit dan di rawat di rumah sakit. Devina bergegas keluar dari lift, berlari menuju depan begitu mendengar suara mobil milik orang tuanya berhenti tepat di depan pintu utama. "Mommy!" Devina beteriak memanggil Brianna yang baru saja keluar dari dalam mobil. Brianna berlari mendekati Devina, lalu memeluk erat sang putri. Devina membalas pelukan Brianna dengan tak kalah eratnya. Brianna melepas pelukannya, lalu memindai penampilan Devina, dari atas sampai bawah. "Sayang, kamu baik-baik saja, kan? Kamu tidak terluka, kan?" tanyanya penuh kekhawatiran. Begitu mendengar kabar dari Dean jika ada yang mencoba melukai sang putri, Brianna panik, takut, cemas, sekaligus juga khawatir. Brianna takut jika sang putri terluka. "Devina baik-baik saja, Mom." "Syukurlah kalau begitu, Mommy lega mendengarnya." Awalnya Brianna sempat menentang keputusan Brian ketika Brian ingin menempatkan para pengawal untuk menjaga Devian juga Devina, tapi sekarang Brianna benar-benar setuju dengan semua rencana Brian. Brianna mengecupi setiap jengkal wajah Devina, dan Devina sama sekali tidak menolak setiap ciuman yang Brianna berikan di wajahnya karena sekarang Devina malah tertawa. "Sini, Sayang, peluk Daddy." Brian merentangkan kedua tangannya, dan Devina langsung masuk ke dalam pelukan Brian. "Syukurlah karena kamu sama sekali tidak terluka, Sayang," bisik Brian sesaat setelah mengecup kening Devina. Devina melerai pelukannya, begitu juga dengan Brian. "Devina memang tidak terluka, Dad, tapi Om Dean terluka. Dia menggantikan posisi Devina ketika pria berpakaian serba hitam itu berniat untuk menusuk Devina." "Tugas Dean, Arion, juga Han memang untuk melindungi kamu dari segala macam bahaya yang datang, bahkan mereka tidak akan segan-segan mengorbankan nyawa mereka untuk melindungi kamu, Devina." Tanpa sadar, Devina meneguk kasar ludahnya begitu mendengar ucapan Brian tentang Dean, Arion, juga Han yang rela berkorban nyawa untuk melindunginya. "Devina tahu, Dad, tapi tetap saja, Devina merasa bersalah. Seandainya saja tadi pagi Devina tidak mengajak mereka pergi ke mall, kejadian seperti ini pasti tidak akan terjadi, kan?" Brianna segera memeluk Devina. Brianna tahu jika saat ini Devina pasti merasa teramat sangat bersalah pada Dean. "Tenanglah, Sayang. Sekarang semuanya sudah baik-baik saja." "Iya, sekarang semuanya sudah baik-baik saja," balas Brian sambil mengusap lembut kepala Devina. "Daddy masuk duluan ya, Daddy mau melihat kondisi Dean." Brian tidak akan bisa tenang sebelum melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kondisi Dean saat ini. "Iya, Dad." Brianna membalas ucapan Brian, sementara Devina hanya mengangguk. Brian pergi meninggalkan Brianna dan Devina, tapi tak lama kemudian, keduanya juga memasuki mansion. Brian pergi ke kamar Dean, sementara Brianna dan Devina memutuskan untuk duduk di ruang keluarga. Arion dan Han baru saja keluar dari kamar Dean begitu bertemu dengan Brian yang saat ini sudah berdiri di depan kamar Dean. "Apa Deannya ada?" Brian bertanya pada Arion juga Han. "Ada, Tuan Brian. Silakan masuk." Arion lalu membuka pintu kamar Dean, mempersilakan sang majikan memasuki kamar Dean. Dean baru saja berganti pakaian begitu pintu kamar terbuka lebar. Dean menoleh, cukup terkejut begitu melihat siapa orang yang baru saja memasuki kamarnya. Awalnya Dean berpikir jika orang yang baru saja memasuki kamarnya adalah Arion atau Han. "Tuan Brian," gumam Dean tanpa sadar. "Silakan duduk, Tuan." Brian mengangguk, lalu duduk di sofa, tepat di hadapan Dean. "Bagaimana lukanya, Dean?" "Seperti yang sebelumnya sudah saya katakan Tuan Brian, luka yang saya alami tidak parah." "Kamu sudah pergi ke Dokter?" Dean menggeleng. "Tidak usah, Tuan Brian. Luka saya juga sudah di obati." "Kamu yakin kalau kamu tidak mau pergi ke dokter?" "Saya yakin, Tuan Brian." "Lalu bagaimana dengan orang yang sudah mencoba untuk melukai Devina? Apa dia sudah tertangkap?" "Saat ini, tim lapangan masih mengejar pelakunya, Tuan Brian. Mereka akan segera menghubungi saya jika mereka sudah berhasil menangkap pelakunya." Sebenarnya bukan hanya Dean, Arion, juga Han yang menjadi pengawal Devina, karena ada lagi orang yang mengawal Devina, hanya saja mereka tidak berdiri langsung di dekat Devina. Mereka mengawasi dari jarak yang terbilang cukup jauh, dan orang-orang tersebut tidak akan di kenali oleh Devina, karena mereka semua berbaur dengan sangat baik. Ponsel milik Dean yang berada di atas meja tiba-tiba berdering. Atensi Brian dan Dean seketika tertuju pada ponsel Dean. Dean meraih ponselnya. "Sebentar ya, Tuan Brian, saya mau mengangkat panggilan dari Carlos dulu." "Silakan." Begitu izin di berikan, Dean langsung mengangkat panggilan dari Carlos, orang yang tadi memimpin pengajaran pada orang yang sudah menusuk dirinya. "Bagaimana, Carlos? Apa kalian sudah berhasil menangkapnya?" Dean berharap jika Carlos serta timnya yang berjumlah 5 orang berhasil menangkap pelaku yang tadi mencoba untuk melukai Devina. "Kami sudah berhasil menangkapnya, Dean. Sekarang kami sudah dalam perjalanan menuju markas." Sesuai perintah Dean sebelumnya, Carlos akan membawa pria yang tadi sudah mencoba untuk melukai Devina pergi ke markas. Tanpa sadar, Dean tersenyum devil. Dean senang karena Carlos serta timnya berhasil menangkap pria tersebut. "Bagus, Carlos." "Bagaimana, Dean? Apa Carlos dan timanya berhasil menangkapnya?" tanya Brian sesaat setelah tahu jika sambungan telepon antara Dean dan Carlos sudah berakhir. "Carlos dan timnya berhasil menangkap pelakunya, Tuan Brian. Saat ini mereka sudah dalam perjalanan menuju markas." "Ya sudah, kita ke sana sekarang juga." Brian akan memberi pelajaran pada pria yang sudah lancang mencoba menyakiti putrinya menggunakan tangannya sendiri. "Baik, Tuan Brian." Kedua pria tersebut lalu keluar dari kamar milik Dean. Kedatangan Brian dan Dean di sadari oleh Brianna juga Devina yang sampai saat ini masih berada di ruang keluarga. "Mom, Devina, Daddy pergi dulu ya." Padahal Brian berharap Brianna dan Devina berada di kamar, jadi Brian tidak harus pamit pada keduanya. Tapi ternyata keduanya masih duduk santai di sofa ruang keluarga. Ucapan Brian membuat bingung Brianna dan Devina. Bukan hanya bingung, keduanya juga ingin tahu ke mana Brian akan pergi. "Kamu mau pergi ke mana, Dad?" Brianna menatap lekat sang suami. "Daddy akan menemui orang yang tadi sudah mencoba untuk melukai putri kita, Mom." "Ja-jadi orangnya sudah tertangkap?" tanya Devina sambil menatap Brian dan Dean secara bergantian. "Iya, Sayang, orangnya sudah tertangkap." "Apa kita berdua boleh ikut?" Dengan cepat, Brian menggeleng, menolak permintaan Brianna. "Tidak! Kalian berdua diam saja di rumah, biar Daddy dan Dean yang pergi." "Ya sudah, hati-hati ya, Dad." Brianna tidak akan memaksa Brian untuk menuruti kemauannya, meskipun sebenarnya ia ingin melihat bagaimana wajah dari pria yang tadi mencoba melukai putrinya. Secara bergantian, Brian mengecup Brianna dan Devina, setelah itu pergi meninggalkan ruang tamu, diikuti oleh Dean yang berjalan tepat di balik punggung Brian. "Kalian berdua tidak usah ikut, tetap di sini," ucap Dean pada Arion dan Han. "Ok." Arion dan Han menyahut dengan kompak. Setelah itu Dean memasuki mobil yang sama dengan Brian. Brian dan Dean tidak hanya pergi berdua, tapi di temani oleh para pengawal yang lain. Brian dan Dean duduk berdampingan di kursi belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD