18 - Hasil tes Devina.

1116 Words
Setelah mendapatkan sampel dari Devina, keesokan siangnya, Dean mencoba untuk mendapatkan sampel dari Carlos dan Krystal. Tidak mudah memang, tapi juga tidak sesulit yang Dean bayangkan. Setelah mendapatkan sampel dari kedua orang tersebut, Dean kembali mendatangi Dokter Liam, menyerahkan sampel yang ia bawa, lalu memilih untuk menunggu hasil tes dari Devina, Carlos, dan Krystal tanpa pulang terlebih dahulu ke mansion. Begitu hasil tes dari ketiganya keluar, barulah Dean menghubungi Han dan Arion, memberi tahu keduanya jika ia dalam perjalanan menuju mansion. Kedatangan Dean kali ini sudah sangat di tunggu-tunggu oleh Han dan Arion. Arion dan Han yang sejak tadi sudah menunggu kepulangan Dean segera beranjak bangun dari duduknya begitu mendengar suara mobil milik Dean. Kedua pria tersebut bergegas menghampiri Dean yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan mansion. "Kalian sudah pulang sejak tadi? Atau baru pulang?" Dean pikir, Han dan Arion masih berada di kampus bersama dengan Devina. "Kita sudah pulang sejak 1 jam yang lalu, Dean." Arion yang menjawab pertanyaan Dean. "Lalu di mana, Devina?" "Dia sedang berada di kamarnya, Dean." "Kita bicara di ruangan gue." "Ok." Han dan Arion menyahut kompak ucapan Dean. Dean melangkah memasuki mansion, diikuti oleh Han dan juga Arion. Saat ini ketiga pria tersebut sudah berdiri di depan lift yang bergerak turun. "Pasti Devina," gumam Dean. Dean yakin jika Devinalah yang berada di dalam lift, karena setahu Dean, saat ini Devian sedang berada di luar mansion. Dugaan Dean benar. Tak lama kemudian, lift terbuka dan Devinalah yang berada di dalam lift tersebut. Dean, Arion, dan Han sama sekali tidak terkejut ketika melihat Devina, lain halnya dengan devina yang terlihat sekali terkejut. Mood Devina sedang memburuk, jadi begitu keluar dari lift, Devina tidak menyapa ketiganya. Arion dan Han tahu kalau mood Devina sedang buruk, begitu juga dengan Dean, karena itulah, mereka sama sekali tidak ambil pusing ketika Devina tidak menyapa mereka. "Kalian berdua naiklah duluan." Dean meminta Han dan Arion terlebih dahulu memasuki lift. Kedua pria tersebut menurut, sama sekali tidak membantah permintaan Dean. Setelah melihat Han dan Arion memasuki lift, Dean pergi menyusul Devina yang saat ini sedang melangkah menuju taman yang berada di samping kanan mansion. "Devina!" Panggilan dari Dean menghentikan langkah Devina. Devina berbalik menghadap Dean yang saat ini terus melangkah mendekati Devina. "Apa?" Devina menyahut ketus panggilan Dean. Devina masih marah karena kejadian kemarin malam, dan Dean sadar akan hal itu. "Kamu masih marah karena kejadian kemarin?" "Menurut, Om." Kali ini Devina jauh lebih ketus dari sebelumnya, bahkan raut wajahnya juga berubah. "Kamu masih marah." Jika Devina ketus, maka lain halnya dengan Dean yang menanggapi santai ucapan Devina. Devina enggan menanggapi ucapan Dean. "Devina, nanti malam, kita harus bicara." Kali ini Dean tidak akan mengingkari janjinya. "Ok." Devina menyahut singkat dan masih sama ketusnya seperti tadi. "Ada hal penting yang harus kita bicarakan, dan ini tentang kekasih kamu, Benedick." Dean menatap lekat Devina, ingin tahu bagaimana reaksi Devina ketika dirinya menyebut nama Benedick. Seperti dugaan Dean, Devina sangat terkejut ketika dirinya menyebutkan nama Benedick. Devina awalnya tidak tertarik dengan pembicaraan tersebut, tapi begitu mendengar nama sang kekasih disebut, Devina dengan cepat menoleh pada Dean dengan raut wajah yang terlihat terkejut, tapi juga penasaran. "Tentang Benedick?" "Iya, tentang dia. Sebenarnya bukan hanya tentang dia, tapi juga tentang kedua teman kalian berdua, Carlos dan Krystal." "Ada apa? Apa sudah terjadi sesuatu yang buruk pada mereka bertiga?" Devina seketika merasa sangat khawatir, takut jika sang kekasih baru saja mengalami kejadian buruk, begitu juga dengan kedua temannya. "Sulit untuk menjawab pertanyaan kamu, Devina. Tapi bisa di katakan kalau memang sudah terjadi sesuatu yang buruk pada mereka bertiga." Sebenarnya Dean ingin sekali mengatakan pada Devina kalau Benedicklah yang membawa pengaruh buruk, tapi setelah Dean pikirkan lagi, lebih baik ia tidak mengatakan kebenaran tersebut sekarang juga. "Apa kita tidak bisa membicarakannya sekarang saja?" Devina sudah sangat penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi pada Benedick, Carlos, juga Krystal. Dean menggeleng, menolak permintaan Devina. "Tidak bisa, Devina. Kita bicara nanti malam, setelah kamu makan malam." Penolakan yang Dean berikan membuat Devina kesal. "Ok." Devina menyahut lirih. Dean pergi menuju kamarnya, sementara sekarang Devina mulai menebak-nebak, apa yang sebenarnya sudah terjadi? Begitu memasuki kamarnya, Dean melihat Han dan Arion sudah duduk di sofa menunggu kedatangannya. "Dean, bagaimana hasilnya?" tanya Arion tidak sabaran. Arion ingin tahu, apa tebakannya tentang Devina benar, atau justru salah? "Kalian bisa membacanya sendiri." Dean meletakkan map yang ia bawa di meja. Dengan cepat, Arion meraih map tersebut, lalu membaca isi di dalamnya, bersama dengan Han. "Hasilnya negatif untuk Devina, dan positif untuk untuk kedua teman Devina, Carlos dan Krystal," gumam Arion. "Iya, dengan kata lain, ketiga teman Devina positif, sementara Devina negatif." Saat tahu kalau hasil tes obat-obata terlarang untuk Devina negatif, Dean sangat bahagia sekaligus merasa snagat lega. "Syukurlah karena hasilnya negatif." Bukan hanya Dean yang senang dan merasa sangat lega, karena Han juga merasakan hal yang sama dengan Dean, begitu juga dengan Arion. Arion mendongak, menatap tegas Dean. "Tapi Dean, kita harus segera menjauhkan Devina dari Benedick, Carlos, dan Krystal." Han mengangguk, menyetujui ucapan Arion. "Jika kita tetap membiarkan Devina berteman dengan mereka bertiga, maka cepat atau lambat, Devina akan menjadi bagian dari ketiga orang tersebut." "Iya, itu benar. Cepat atau lambat, Benedick pasti akan membawa Devina masuk ke dalam dunianya." "Kalian berdua tenang saja, itu akan segera terjadi. Lihatlah ini." Dean meletakkan sebuah amplop besar berwarna coklat di atas meja, lalu meminta Han untuk membukanya. Betapa terkejutnya Han dan Arion saat melihat apa isi dari amplop tersebut. "Kita mempunya alasan yang kuat, untuk membuat Devina jauh dari Benedick. Jika hubungan Devina dan Benedick berakhir, maka hubungan Devina dengan Carlos dan Krystal juga akan berakhir." "Tapi Dean, apa Devina akan mempercainya? Maksud gue adalah, dia pasti akan berpikir jika ini hanyalah foto editan." "Kalau memang Devina enggak percaya, dan berpikir kalau foto tersebut hasil editan, maka kita hanya harus membuat Devina melihatnya secara langsung betapa brengseknya Benedick." "Ide yang bagus, meskipun sebenarnya mungkin kejadian tersebut akan sangat melukai perasaan Devina, dan membuatnya sangat trauma." Han antara setuju dan tidak setuju dengan saran yang baru saja Dean berikan. Tapi jika Devina meragukan semua bukti yang Dean berikan, maka tidak ada pilihan lain selain membuat Devina melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. "Sekarang mari kita semua berharap kalau Devina akan mempercayai semua foto-foto ini, jadi kita tidak harus membuatnya melihat secara langsung betapa brengseknya Benedick." Han dan Arion mengangguk. Kedua pria tersebut berharap kalau Devina tidak akan meragukan foto-foto tersebut. Dean meraih ponselnya yang baru saja berdering. Dean lalu mengangkat tangan kanannya, meminta Han dan Arion diam, tidak berbicara. Setelah Han dan Arion diam, barulah Dean mengangkat panggilan dari Brian. Brian dan Dean mulai berbincang, sementara Arion dan Han memutuskan untuk keluar dari kamar Dean, tidak ingin menganggu pembicaraan antara keduanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD