Story Of Love - Bab 3

1357 Words
Keesokan harinya, Davis membantu Naira untuk melakukan olah raga ringan di dalam kamar rawat miliknya. Ia sengaja melakukan itu untuk membuat otot-otot maupun sendi Naira terasa tidak kaku, hanya membantu Naira berjalan-jalan di tempat. Sementara itu, Andini menatap mereka dengan senyuman yang melekat di wajahnya. “Sayang,” panggil Andini. “Iya Mama,” sahut Davis. “Mama tahu mengapa kau melakukan ini?” tanya Andini. Davis tersenyum, “Karena pengalaman Davis melihat Mama melahirkan Dania, setelah itu mama tidak bisa berjalan dan hal itu membuat Davis merasa takut.” ucapnya. “Ya Jelas saja, terimakasih kamu sudah memberikan perhatian yang banyak untuk istri mu.” ucap Andini. “Sudah seharusnya Mama, seorang lelaki baik akan memperlakukan istrinya dengan sangat baik bukan?” ujar Davis, “sama seperti apa yang di lakukan oleh Papa kepada Mama,” ucapnya kembali. Naira selalu tersentuh dengan kalimat apapun yang keluar dari bibir Davis, Davis memang sangat baik dalam memperlakukan Naira. “Kenapa kau tersenyum?” tanya Davis kepada Naira. “Tidak ada,” jawab Naira sembari mengerutkan dahinya, Davis memeluk Naira dan meminta Naira untuk berdiri diatas kakinya. Naira mengikuti keinginan suaminya, tanpa rasa malu Davis mengecup-ngecup kening Naira dan mengangkat kakinya bergantian sehingga membuat Naira ikut mengikuti gerakan pada kakinya. Cek-Lek Suara pintu kamar terbuka, “Eheummm,” deheman Marvel cukup keras, “Romantis sekali ibu dan bapa muda ini,” pekik Marvel. “He-he-he” suara tawa Davis, “Iya Vel,” sambungnya kembali, Naira yang merasa malu segera melepaskan pelukan suaminya lalu berjalan perlahan menuju sofa kosong di samping ibu mertuanya dan Naira duduk sembari menyenderkan kepalanya di bahu Andini. “Kak Marvel, bisakah aku melihat anak ku?” tanya Naira. “Bisa Naira sayang,” Jleb, Hati Davis merasa kesal saat Marvel selalu memanggil Naira dengan panggilan sayang di belakangnya. Namun, Davis segera menepis rasa kesal itu dan keadaan nya saat ini Naira baru saja melahirkan dan dirinya menyadari bahwa itu hanyalah kecemburuan nya saja. “Justru kamu sangat dibutuhkan anak mu, datanglah setiap kamu mau. Berikan dia Asi yang baik Naira, karena bagaimana pun Asi seorang ibu adalah obat yang paling mujarab untuk seorang anak yang sedang sakit.” tutur Marvel. “Baiklah, aku akan datang menemuinya setiap hari.” ujar Naira. “Tidak setiap hari juga sayang, kau huga harus beristirahat, mempersiapkan dirimu dengan baik dan di saat Devano pulang. Kau sudah dalam keadaan yang sangat baik, makadari itu kau harus selalu menjaga kesehatann mu.” jelas Andini sembari mengusap lembut wajah miliki menantunya. “Mmm-mmm, Baik Mama.” jawab Naira. Marvel terlihat memeriksa keadaan Naira, Marvel juga mengecek seluruh kesehatan Naira. Naira terlihat sangat baik, Marvel pun mengijinkan Naira untuk segera pulang dari rumah sakit dan Davis terlihat sangat bahagia saat mendengarkan semua penjelasan Marvel mengenai kesehatan Naira. “Sudah boleh pulang ya, tapi ingat jangan banyak pikiran dan jangan terlalu memikirkan anak mu disini, dia akan baik-baik saja. Percayalah pada kami disini,” ujarnya. “Iya kak Marvel makasih atas kalimat kakak yang mencoba menyemangatiku,” ucap Naira. “Itu sudah seharusnya aku lakukan kepada Pasien ku Naira, karena jika tidak seorang ibu yang baru melahirkan akan mengalami fase Baby Blues dan aku berharap kau tidak mengalami hal itu.” Jawab nya. “Aku sangat mengerti Kak Marvel, terimakasih sekali lagi.” “Thanks Ya Vel,” timpal Davis, lalu Andini mendekati tempat dimana Marvel berdiri. Ia menarik tangan Marvel, “Terimakasih atas bantuan Marvel kepada keluarga Mama, jangan lupa main kerumah ya.” ucap Andini, lalu Marvel tersenyum dan merangkul bahu Andini. Mereka berpamitan untuk segera membawa Naira pulang, sebelum Naira dan Davis pulang. Mereka melihat terlebih dahulu keadaan anak semata wayangnya, dari kejauhan Naira menatap pilu wajah anak nya. Beberapa selang sebagai alat bantu pernapasan terlihat terpasang di tubuh mungil anaknya, bahkan selang untuk mengalirkan s**u itu terpasang di hidung mungil bayi berusia satu hari. “Semua salah ku,” ucap Naira sembari mengusap layar kaca dihadapannya. “Tidak, tidak ada yang salah. Ini ujian untuk kita, kau harusnya merasa beruntung anak kita masih diberikan kehidupan olehnya.” ucap Davis sembari memeluk Naira dari belakang, lalu tangan Andini mengusap lembut punggung Naira. “Sayang,” panggil Andini, Naira menoleh kearah Andini, “Percayalah, semua akan baik-baik saja. Mama harap kau tidak memiliki pemikiran lebih, karena semua itu akan membahayakan dirimu sendiri.” “Devano juga Davis sangat membutuhkan mu, kau wanita yang kuat bukan? Kau harus kuat melebihi mereka,” ujar Andini seraya mencoba meyakinkan diri menantunya, Andini sangat mengerti dengan keadaan Naira. Baginya bukan hal mudah melahirkan di usia yang sangat muda, bahkan saat ini Naira harus kembali di uji oleh Tuhan dengan keadaan anaknya itu. “Iya Mama, Naira pasti kuat.” ucap Naira. “Ayo kita pulang,” ajak Davis. “Iya sayang, kamu harus banyak beristirahat bukan?” tanya Andini, Naira mengangguk lalu Ia kembali duduk di atas kursi roda dan Davis mendorongnya. Ia terus menerus menatap ke arah kaca tempat anaknya di rawat, “Stop Davis,” pinta Naira, Davis pun menghentikan langkahnya. “Ada apa lagi sayang?” tanya Davis. “Kau harus janji kepada ku,” ucapnya sembari sedikit merengek. “Janji? Janji apa sayang?” tanya Davis. Naira menatap lekat wajah Davis, “Kau harus berjanji akan menjenguk Devano tiap hari, lalu kau juga harus berjanji menyelamatkan hidupnya.” Ia berucap sembari menatap lekat wajah suaminya. Davis membalas tatapannya, lalu ia membelai lembut pipi istrinya. Ia menarik tangannya dan mengecup lembut tangan istrinya itu, “Aku berjanji, bukan hanya menyelamatkan kehidupannya. Aku akan meminta terus kepada Tuhan agar kita selalu utuh, cinta kamu sama aku, kita dan anak kita.” kalimat yang Davis berikan membuat hati Naira merasa sangat tersentuh, Davis benar-benar membuat Naira merasa sangat beruntung memilikinya. “Makasih sayang,” * Di tempat lain, Dave sedang terdiam di dalam ruangan miliknya. Ia memikirkan keadaan nya saat ini, ia semakin dekat dan semakin dekat dengan sosok Catherine. Wanita yang dulu sempat mengacaukan kehidupan anaknya, entah sejak kapan mereka dekat. Mungkin saat Catherin berhenti dari pekerjaannya dan memilih menjadi Assisten pribadinya, setiap hari di lalui oleh mereka bersama dan sesuatu tersimpan di dalam hatinya. “Maafkan Aku Andini, aku merasa nyaman saat dekat dengan Catherine. Entah sejak kapan, aku pun tak tahu.” ucapnya dalam hati, ia menatap sebuah foto Andini yang terlihat melebarkan senyumannya. Tok Tok Tok “Buka saja,” titah Dave, Catherine pun masuk dengan senyumannya. “Om Dave, ini semua sudah selesai dan harus segera di tandatangani.” ucap Catherine. “Duduklah di hadapanku Cath,” titahnya. Catherine pun duduk di hadapan Dave yang sebenarnya ia anggap sebagai ayah angkatnya, “Ada apa Om Dave?” tanya Catherine. “Aku ingin berbicara serius dengan mu,” Ucap Dave, Catherine menganggukkan kepalanya. Jantungnya merasa berdegup kencang, sementara ia menunggu kalimat yang akan di sampaikan oleh Dave, Ia terlihat menggerak-gerakan salah satu kakinya seakan merasakan gugup yang amat kuat. “Apa kau memiliki kekasih?” tanya Dave. Catherine terdiam lalu menatap wajah Dave, “Kenapa Om?” tanya Catherine. “Ti-tidak Catherine, Aku sedang mencari tahu saja.” “Mencari tahu?” “Mmmm, Maksud ku, aku tidak pernah melihat mu bersama dengan kekasih mu yang terakhir lalu menjemputmu di acara wisuda Naira.” “I-iya Om Dave, dia sudah memutuskan hubungan dengan ku. Bahkan bulan depan dia akan menikah dengan kekasihnya,” ucapnya. “Apa kau merasa sakit hati?” tanya Dave. “Iya, tetapi aku anggap semua itu adalah balasan atas kelakuan ku di masa lalu.” jawab Catherine. “Kalau begitu, aku mau mengobati luka mu itu.” Entah mengapa Dave mengatakan hal itu, karena itu buka Dave yang sebenarnya. Saat Andini sakit, ia sama sekali tak meninggalkan Andini. Jangankan berkhianat dan meninggalkan sosok Andini, ia tak mampu berada berjauhan dengan Andini. Entah mengapa timbul rasa nyaman bersama Catherine setelah beberapa bulan sering menghabiskan waktu bersama dalam pekerjaannya, ia sendiri pun merasa tidak mengerti akan hal itu. Catherine begitu sangat terkejut, ia menggelengkan kepalanya. Ia menolak keinginan yang di lontarkan Dave, “Tidak Om, bagaimana dengan Tante Andini? Ia merawat Bryan seperti anaknya sendiri, ia juga memaafkan semua kesalahanku.” ucap Catherine. “Untuk itu, kita bisa bersama di belakangnya.” ucap Dave. “Tidak Om, aku tidak bisa.” Tolak Catherine, “Selesaikan semuanya om, aku akan kembali bekerja.” ucap Catherine. “Cath, Aku tidak mampu menolak hasrat ini. Wajah mu seakan selalu terbayang di dalam benak ku, ku mohon.” ucap Dave sembari menarik tangan Catherine, Catherine terdiam dan merasa tak mengerti dengan keadaan yang sedang ia alami saat ini. “Om, bagaimana mungkin aku menjalin hubungan dengan orang yang menganggapku sebagai anaknya. Lalu aku menyadari bahwa ini kesalahan, apalagi dulu aku dan anak mu menjalin sebuah hubungan.” “Lupakan masalalu diantara dirimu dan anak ku, aku pun tidak akan memikirkan hal itu Cath.” ucapnya. “Tidak Om, jangan membuat ku kembali dengan kehidupan ku yang dulu.” Tolaknya kembali, ia pun memilih meninggalkan sosok Dave. Dave merasa kecewa hingga memukul meja dihadapannya, “Ada apa dengan ku? Mengapa perasaan ku kini berubah kepada Andini, dulu aku sangat ingin dia sembuh seperti sedia kala, tapi saat ini aku menyukai bahkan nyaris mencintai sosok wanita yang dulu sempat aku benci.” Keluhnya sembari memegang ujung kepalanya sendiri, berulang kali ia berpikir atas perasaan nya saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD