“Gue kayaknya udah nggak sanggup lagi deh. Gue pengen hilang dari bumi ini, ke hutan deh nggak masalah.” celetuk Jesslyn.
Elina menoleh menatap Jesslyn yang terlihat lesu di matanya. “Itu namanya kabur bukan hilang kalau masih di atas bumi, apalagi hutan. Kenapa sih Lo? Ada masalah lagi lo sama Abi?”
Jesslyn menatap Elina lesu, wanita itu mengangguk. Setelah bertengkar waktu itu, Christian datang ke rumahnya. Dia meminta kesempatan pada Jesslyn untuk membuktikan jika wanita yang dia inginkan itu Jesslyn bukan Hanna. Hari libur dimana waktu Jesslyn ingin jogging di taman, pria itu juga ada disana. Padahal kan niat Jesslyn itu bagus ya, dia pergi ke taman untuk refreshing dari Christian dan mencari pria tampan untuk cuci mata. Syukur-syukur kalau Jesslyn bisa mendapatkan satu pria tampan kaya raya selain Sabian. Tapi yang ada Christian malah sudah lebih dulu menunggu Jesslyn di depan pintu taman sambil melambaikan tangan. Belum lagi senyumnya yang sumringah membuat Jesslyn semakin kesal.
“Dia kayaknya nekat banget deh sama lo, Jes. Obsesi banget gak sih pengen banget sama lo. Sedangkan dia udah punya Hanna. Gue nggak habis pikri aja sih, apa yang ada dipikiran Hanna setelah tahu kalau Abi kecintaan banget sama lo.”
Itu yang ada dipikiran Jesslyn sekarang, dia mendadak pusing memikirkan hal itu. Mau resign juga dia membutuhkan pekerjaan ini. Apalagi Christian sudah tahu, jelas Jesslyn tidak akan diterima dimanapun jika dia keluar. Ingat kan mogok tidak bekerja dan mencari pekerjaan lain saja semua perusahaan menolak Jesslyn apalagi sampai out beneran.
“Capek tau. Gue kan maunya Sabian ya, kenapa sih harus ada Christian.”
“Btw … kalau lo lupa Jes perlu gue ingetin lagi. Mereka saudara, Sabian, Noah, Christian dan juga Archazel itu saudara beda pabrik.” Elina mengeluarkan satu lipstik terbarunya dan dia pamerkan pada Jesslyn. “Kemarin gue beli ini pas ada diskon tubuh puluh persen, lumayan gak sih.”
“Jangan bilang lo cuma beli satu aja ya Mbak El.” pekik Jesslyn.
Kalau nggak beli satu memangnya Elina mau beli berapa? Dia hanya membeli satu dan mencari warna yang cocok untuk dirinya sendiri. Karena Elina tahu jika Jesslyn tahu sudah pasti warna yang Elina beli ini akan menjadi miliknya. Disana tidak banyak warna, lebih kalau dipake sudah seperti tante-tante masa kini yang mengalami puber kedua. Itulah yang ada dipikiran Elina waktu membeli lipstik ini
“Ini tuh kayak—sarapan buat Lo.” Jesslyn menatap bingkisan diatas mejanya. Lalu menatap seseorang yang melewatinya begitu saja. Sudah pasti itu Christian, dari aroma parfumnya saja Jesslyn sudah tahu. Parfum yang sejak dulu masih dipakai oleh Christian sampai sekarang. Harusnya parfum itu sudah tidak diperjualbelikan atau mungkin pria itu membeli pabrik parfum itu untuk merestock parfum pilihan Jesslyn. “Oh My God …. Disini aja gue masih harus ketemu dia, Mbak El.” ujarnya kesal menatap Elina yang terkikik disampingnya.
“Jes kayaknya nggak papa sih kalau misal Lo balik sama Abi. Lagian Hanna nggak mungkin tau juga kan. Selama ini hubungan Lo sama Abi dibelakang Hanna juga baik-baik aja.”
Jesslyn memutar bola matanya malas. Kalau dulu hubungan mereka kan masih belum jelas. Hanna hanya suka belum confess apapun ke Christian. Tapi sekarang kan hubungan mereka jelas Hanna adalah tunangan Christian. Meskipun pria itu menolak atau tidak mengakui, tapi tidak bisa dipungkiri jika Hanna adalah tunangan Christian calon istri Christian di masa depan. Dan Jesslyn tidak ingin merusak itu semuanya. Jesslyn akan menjaga jarak apapun yang terjadi.
“Nggak asik lo, Jes.” ejek Elina.
Mata Jesslyn mendelik,reflek memukul lengan Elina dengan gemas. “Lo yang nggak asik b*****t!!” umpatnya dan membuat Elina tertawa.
***
Christian memperbaiki duduknya dan mengusap dagunya seraya berpikir. Apa yang harus dia lakukan sekarang. Roti pandangan dan s**u coklat sudah berada di atas mejanya, tapi Jesslyn tak sekalipun untuk menyentuhnya sampai jam makan siang tiba. Wanita itu memilih pergi dari mejanya bersama dengan Elina dan juga Rhea. Apa mungkin Christian meminta tolong aja ya sama Rhea untuk membujuk Jesslyn agar dia kembali pada Christian? Tapi …
Dengan sogokan tas Brandes edition terbatas siapa sih yang tidak mau. Sudah jelas Rhea akan membantu Christian untuk mendapatkan Jesslyn kembali, bukan? Jika Noah tidak bisa membuat gagal acara pertunangan itu, ini saatnya Rhea yang harus membantu Christian untuk mendapatkan wanita itu kembali.
Bangkit dari duduknya dan menuju kantin kantor. Pria itu menatap Jesslyn yang tertawa lepas bersama kedua temannya. Setelah memesan makanan pria itu dengan lancang duduk di samping Jesslyn yang langsung menghentikan tawanya.
“Tempat lain masih banyak, ngapain juga Lo ada disini?” Tanya Jesslyn penuh dengan penekanan.
“Yaelah Jes dulu kalau sehari nggak ada galaunya sampai seminggu, masa sekarang duduk bersebelahan aja langsung ngambek. Nggak kangen jaman dulu apa.” goda Elina sambil menyenggol lengan Rhea yang ikut tertawa kecil juga.
“Apaan sih nggak jelas banget lo itu.” Jesslyn mendengus, menatap tidak suka pada Elina yang secara terang-terangan membela Christian. Bukannya apa … tapi kayak seolah dia mendukung Christian untuk terus mendekati Jesslyn. “Adik sepupu lo itu Mbak, bilangin, kalau udah punya calon nggak usah sok-sokan deketin cewek lain.” katanya kembali pada Rhea.
“Lah bilang sendiri lah Jes, gue juga nggak mau ikut campur dalam masalah lo. Lo yang cinta sama Tian, masa mau diperjuangin nggak mau.”
“Lu pada nggak liat status dia apa Sampai bilang begitu? Sumpah ya gue nggak habis pikir sama lu pada.” cetus Jesslyn.
Bukannya marah Elina dan Rhea pun tertawa bersama. Hingga makanan mereka datang dan dengan lancangnya Christian mengambil makanan Jesslyn, menukarnya dengan makanan yang dia pesan tadi setelah dia datang.
“Gue—”
“Ai lo nggak bisa makan pedes, gue tau lo pasti mau pesen yang ini kan. Makanya tadi gue pesen lagi yang nggak pedes biar lo bisa makan.” Christian memotong, dia pun menatap nasi goreng yang dia pesan dengan senyum lebarnya. Dia masih ingat jika Jesslyn tidak suka makanan pedas atau tidak perutnya akan sakit.
“Tapi gue mau makan itu.”
“Nggak boleh Ai, perut lo akan sakit kalau makan pedes.”
Mendadak nafsu makan Jesslyn pun hilang, dia menatap nasi goreng di hadapannya dengan hambar. Dia sudah mencoba untuk tidak menyentuhnya tapi sialnya perutnya malah berbunyi. Menandakan jika cacing di dalamnya minta diisi. Mau tidak mau Jesslyn pun memakan makanan yang sudah Christian berikan. Ketimbang dia harus mati kelaparan hanya karena hal ini.
Diseberang sana, seseorang telah menatap mereka. Memantau mereka beberapa hari ini, kedekatan mereka cukup intens dan sering menemukan Christian berakhir di depan rumah Jesslyn. Meskipun tidak masuk, tapi dia tahu jika rasa cinta yang begitu besar membuat pria itu tahu arah dimana dia harus pulang.
****