Bab-44

1044 Words
Suasana kantor cabang Miller hari itu lebih riuh dari biasanya. Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi ketika pengumuman mendadak terdengar melalui pengeras suara internal. Seluruh karyawan diminta berkumpul di ruang rapat utama. Akan ada pengarahan langsung dari pihak pusat. Seketika bisik-bisik mengisi ruangan. Beberapa pegawai terlihat panik, buru-buru merapikan meja atau menghaluskan kemeja mereka. Agar tampak rapi dan bersih.. “Aduh… kalau sampai bos besar beneran datang, jangan-jangan ada masalah serius.” “Tenang aja. Kayaknya Pak Sabian deh, biasanya beliau yang suka turun langsung. Lebih ramah juga.” Jesslyn mendengar percakapan itu sambil menahan napas. Matanya menatap kosong ke arah meja kerjanya. Bagaimanapun, nama Sabian terdengar lebih menenangkan ketimbang bayangan pria yang diam-diam menyesakkan pikirannya sejak kemarin sore. Dengan langkah ragu, ia mengikuti arus pegawai menuju ruang rapat. Meskipun jantungnya tak bisa berhenti berdebar. Ruang rapat utama sudah penuh. Kursi-kursi plastik ditata berderet, membuat suasana seperti menunggu sidang. Beberapa karyawan duduk sambil membetulkan dasi, yang lain berbisik-bisik. Jesslyn memilih kursi agak belakang, mencoba berbaur agar tidak terlalu menonjol. Tangannya menggenggam pulpen yang entah kenapa dibawanya, seolah benda itu bisa jadi tameng dari kegugupannya. Dia sedang tidak menjalani sidang akhir, tapi situasi seperti ini sama halnya dengan situasi sidang akhir kuliahnya dulu. Pintu besar ruang rapat terbuka. Seorang manajer cabang masuk lebih dulu, wajahnya tegang tapi penuh hormat. “Baik, semuanya. Tolong tenang. Kita kedatangan tamu penting dari pusat. Mari kita sambut dengan baik.” katanya gugup. Membuat jantung semua orang berirama. Bisik-bisik kembali terdengar. Jesslyn menggigit bibirnya. Dalam hati, ia sudah menyiapkan wajah datar untuk menyambut—pasti Sabian. Ia bahkan membayangkan senyum ramah pria itu yang sering jadi penengah dalam berbagai konflik. Tapi kenapa Sabian datang tidak memberitahu lebih dulu ya? Tapi langkah berat yang memasuki ruangan membuat bulu kuduknya meremang. Sepatu kulit hitam berhenti sejenak di ambang pintu, lalu sosok tinggi dengan aura dominan muncul. Christian Abinaya Miller. Seisi ruangan sontak hening. Bisikan yang tadinya riuh seolah tercekat di tenggorokan masing-masing. Beberapa karyawan langsung berdiri memberi hormat. Begitu juga dengan Jesslyn yang hanya bisa melongo melihat apa yang dia lihat sekarang. “Itu… Pak Christian sendiri?” katanya yang masih bisa didengar oleh Jesslyn. “Ya Tuhan… bos besar langsung datang? Gawat, ini pasti serius banget.” Sejujurnya perusahaan ini sudah atas nama Christian. Tapi karena tempatnya tidak membuat Christian suka dia meminta Sabian untuk mengelola. Pria itu sering datang ketempat ini, sedangkan Christian hanya sesekali dan selalu meminta laporan yang menguntungkan, atau laporan baik yang harus dia terima. Jika tidak jangan harap Christian mau membuat hidup mereka enak. Jesslyn merasakan jantungnya hampir copot. Pulpen di tangannya nyaris jatuh. Ia berusaha keras menjaga wajah tetap netral, tapi tatapannya tanpa sadar terpaku pada sosok itu. Christian melangkah masuk dengan tenang, tatapan matanya menyapu seluruh ruangan. Saat pandangan itu sekilas bertemu dengan mata Jesslyn, dunia seolah berhenti. Senyum tipis muncul di wajahnya—senyum yang hanya dimengerti oleh mereka berdua. Jesslyn buru-buru menunduk, pura-pura sibuk mencatat sesuatu. Christian dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Selamat pagi. Saya tahu kedatangan saya ke cabang ini mendadak, dan mungkin membuat sebagian dari kalian terkejut. Anggap saja ini kunjungan inspeksi rutin, tapi dengan standar yang berbeda.” Nada suaranya tegas, penuh kontrol, dan membuat semua orang duduk tegap. “Saya ingin melihat langsung bagaimana cabang ini berjalan. Tidak hanya laporan angka, tapi juga bagaimana tim di sini bekerja. Jadi, beberapa hari ke depan saya akan berada di sini, mengamati.” Bisik-bisik kecil terdengar lagi. Jesslyn merasakan udara di paru-parunya berat. Beberapa hari ke depan? Itu artinya… ia tidak bisa lagi berpura-pura aman. “Pak Christian, mungkin… ada pesan khusus untuk tim?” ucap Manager cabang, Pak Mike. Christian menoleh sekilas, senyum dinginnya kembali muncul. “Pesan saya sederhana. Bekerjalah seperti biasa. Jangan ada yang dibuat-buat. Karena saya akan tahu siapa yang jujur dan siapa yang tidak.” Beberapa orang menelan ludah, jelas merasa terintimidasi. Namun Christian tampak puas melihat ketegangan yang ia ciptakan. Sudah jelas jika mereka banyak malas-malasan di kantor ini, karena Sabian pun pasti sibuk dan tidak sempat datang kesini untuk berkunjung. Itu sebabnya Sabian mengirim Jesslyn atau mungkin wanita itu mengajukan diri sehingga bisa sampai ditempat ini. Matanya kembali berhenti di Jesslyn yang duduk di belakang. Gadis itu masih pura-pura menulis, tapi ia tahu betul Jesslyn tidak menuliskan apa pun. “Lo pikir bisa kabur, Jess? Gue udah ada di sini. Lo bakal lihat sendiri… nggak ada jarak yang cukup jauh buat bikin gue berhenti ngejar lo.” gumam Christian salam hati. *** Rapat berlanjut dengan sesi perkenalan, tanya jawab singkat, dan arahan teknis. Tapi bagi Jesslyn, setiap menit terasa seperti jam. Kehadiran Christian menyita seluruh ruang napasnya. Ketika rapat akhirnya ditutup, semua pegawai berdiri, membungkuk singkat. Jesslyn berusaha cepat-cepat keluar sebelum tatapan itu kembali menjeratnya. Namun langkahnya terhenti ketika suara berat itu kembali terdengar. “Miss Abigail Jesslyn Gretta. Tetap sebentar.” Jesslyn membeku di tempat. Semua mata menoleh ke arahnya, membuat wajahnya panas. Dalam hati, ia ingin menjerit. Kenapa dia ada disini? Jesslyn pergi ketempat ini untuk menghindari masalah. Bukan berarti masalah datang dimana dia berada. Semua orang tahu jika Jesslyn pergi dari kantor untuk pergi ke kantor cabang. Jika berarti mereka harus buka mulut, dan memberitahu Christian dimana dia berada. Mereka kan sudah sepakat, masa iya mereka harus berbohong? Bukannya apa tapi untuk kali ini mereka sangat jahat sampai harus mengorbankan Jesslyn kembali. Apa sih mau pria itu, ada dia datang kesini juga bersama Hanna? Jika iya sudah dipastikan hidup Jesslyn tidak akan tenang jika ada Christian dan juga Hanna ditempat ini. Pertemuannya dengan Christian yang ia coba hindari… akhirnya resmi dimulai. Dan jika Sabian terlibat dalam hal ini, jangan salahkan Jesslyn jika dia akan membencinya seumur hidup. Dia sudah berjanji dan kenapa juga dia harus memberitahu dimana Jesslyn berada. Jesslyn membalik badannya menatap Christian dengan berani. Di Ruangan ini hanya ada mereka berdua, Mira dan juga yang lain pun sudah pergi lebih dulu setelah melihat aura Christian yang menyeramkan. Dan sialnya Jesslyn lupa jika siapapun yang memiliki kekuasaan sudah pasti bisa menemukan apapun. Jangankan Jesslyn, menemukan jarum emas di tumpukan rumput juga mereka bisa menemukannya. “Long time no see, Ai.” Sapa Christian sesantai mungkin. Meskipun hatinya ingin sekali marah dan meminta pertanggung jawaban Jesslyn sekarang. Dia sudah kacau beberapa hari dan wanita itu terlihat baik-baik saja disini. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD