BAB 13 Kebersamaan

1096 Words
Kedua mata lelaki itu terbuka secara perlahan. Pertama kali yang ia lihat adalah sebuah api unggun di dekatnya. Sepertinya Kiana yang membuat api unggun. Ia memperhatikan tampilannya dan bernapas lega. Lelaki itu tidak terikat lagi. Secara perlaha Drake mendudukkan dirinya. Ia menggerakkan tubuhnya dan tidak meraskan sakit lagi pada punggungnya. Tak hanya itu tadi ia tidur sangat nyenyak. “Sepertinya obat yang di berikan Kiana betul-betul ampuh,” batinnya. Lelaki itu mengendarkan pandangannya memperhatikan sekelilingnya. Ia melihat Riki sedang tertidur pulas dengan beralaskan daun dan memegangi toples yang berisi abu orang tuanya. Tak hanya itu ia memakai sebuah sarung yang dapat menutupi semua tubuh anak lelaki itu. Saat itu juga ia kembali melihat dirinya. Ia tidur di lantai dan ia hanya berselimut dengan pakaiannya. “Gedis bodoh itu pilih kasih ...” kesalnya. Lelaki itu melihat ke atas langit. Sudah sangat gelap. Drake kembali mengedarkan pandangannya ke kiri dan ke kaman untuk mencari Kiana. “Ke mana lagi dia ... jangan-jangan dia berulah lagi,” batinnya. Segera saja lelaki itu berdiri panik. Namun beberapa detik kemudian ia bernapas lega. Ia melihat Kiana sedang duduk diam melamun menatap sungai kecil di hadapannya. Drake pun berjalan mendekatinya dan duduk di samping Kiana. "Kau sudah bangun? Bagaimana dengan lukamu?” tanya wanita itu menyadari keberadaan Drake. “Sudah membaik. Terima kasih telah mengobatiku.” Keduanya kembali terdiam. “Ngomong-ngomong kenapa kau ada di sini? Kenapa kau tidak tidur?” “Aku tidak bisa tidur. Aku lagi memikirkan Riki. Anak itu masih sangat belita. Ia membutuhkan kasih sayang. Namun aku tidak bisa memberikan apa yang ia butuhkan. Jalan satu-satunya adalah menitipkannya pada orang-orang yang mampu menjaga dan merawatnya penuh cinta.” “Bagaiman menurutmu?” “Sepertinya itu ide yang bagus. Aku tahu sebuah panti asuhan tak jauh dari hutan ini. Kita bisa menitipkannya di sana.” Keduanya pun kembali terdiam. Drake menatap wajah Kiana. Wajah itu menyiratkan kesedihan. “Sepertinya Kiana sangat menyayangi anak lelaki itu,” batinnya. “Apa?” tanya wanita itu saat Drake hanya menatapnya. Lelaki itu pun buru-buru mengalihkan pandangannya. “Ngomong-ngomong kau akan ke mana setelah ini?” tanya wanita itu setelah beberapa menit keduanya terdiam. Ia telah memikirkan hal ini kemarin-kemari. Drake tidak mungkin selalu ikut bersmanya lelaki itu punya kehiduannya sendiri. “Sepertinya aku akan kembali ke kampung halamanku.” “Apa!” pekik Kiana kaget. Lalu ia tertawa. “Kenapa? Apanya yang lucu?” “Aku tidak menyangka kau punya kampung halaman. Aku kira kau hidup terlunta-lunta di hutan.” Walau wanita itu tertawa. Tapi, ia merasa sedih. Ia benar-benar akan sendiri jika Drake pergi. “Kau itu ... suka mengejekku ...” “Ngomong-ngomong kampung halamanmu ke arah mana?” “Aku hanya perlu terbang ke arah utara. Ada sebuah pegunungan besar dan tinggi menjuntai ke atas langit. Di situlah aku tinggal.” Lelaki itu kembali menatap Kiana. “Kenapa kau mempertanyakan tempat tinggalku?” “Tidak ada. Aku hanya penasaran.” Wanita itu melangkah pergi meninggalan Drake. “Kau mau ke mana?” “Aku mau tidur ...” ujar Kiana cuek lalu ia membaringkan tubuhnya dengan daun sebagai alasnya. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Saat Kiana mulai tidur nyenyak Drake pun mendekat lalu membunuh tiap-tiap nyamuk yang berusaha mengigit Kiana. Kini ia terlihat seperti seorang ayah yang merawat anaknya. *** Esok harinya, Kiana terusik dengan suara ribut dari Riki dan Drake yang kini menangkap ikan di sungai. Keduanya sedang bermain-main air sambil mencari ikan. Perlahan Kiana mendudukkan tubuhnya dan mengucek kedua matanya. Sesekali ia menguap lalu menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri sejenak. “Apa yang kalian lakukan!!” teriak Kiana. “Kami sedang menangkap ikan, Kak!” jawab Riki. Kiana mendekat dan duduk diam di pinggir sungai. Ia hanya memperhatikan keduanya. Ia masih sangat mengantuk dan kesadarannya belum kembali sempurna. Sesekali matanya kembali tertutup. Drake pun tersenyum menyeringai dan memeberikan sebuah kode pada Riki. Anak lelaki itu pun mengangguk mengerti makasudnya. Tanpa Kiana sadari Riki naik ke daratan dan mengendap-endap mendekati Kiana yang kedua matanya masih tertutup. Drake pun memberikan aba-aba. Saat hitungan ketiga Drake menarik kedua kaki Kiana sedangkan Riki mendorong wanita itu hingga terjatuh ke air. “Yak! Apa yang kalian lakukan!” pekiknya marah. Riki dan Drake hanya tertawa senang karena rencananya berhasil. “Saatnya mandi pagi,” kata Drake. Kiana hanya kesal mendengarnya dan secara tiba-tiba ia memercitkan air di wajah Drake. Tak ingin tinggal diam Drake ikut memercitkan air ke tubuh Kiana di bantu oleh Riki. Sejak kejadian kemarin keduanya semakin akrab. Riki telah menganggap Drake sebagai seorang ayah sedangkan Kiana telah seperti seorang kakanya. Selama berjam-jam ketiganya pun bermain perang di air. *** “Lelahnya ...” kata Kiana sambil naik ke darat. Setelah beberapa jam bermain air sekaligus menangkap ikan. Lalu di susul oleh Drake dan Riki. Setelah berganti pakaian. ketiganya pun mulai menyantap ikat hasil tangakapan mereka dengan lahap. Ketiganaya terlihat seperti keluarga yang harmonis saat itu juga. Sesekali mereka mengobrol dan tertawa kencang. Kiana pun bersandar pada pohon sambil mengelus perutnya. Ia sangat kennyang. Sama halnya dnegan Drake dan Riki meraka juga terlalu kenyang. Tak lama kemudian. Wajah Kiana mulai serius. Inilah saatnya ia berbicara dengan Riki tentang rencana mereka kedepannya. “Riki?” “Iya, Kak Kiana?” “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu?” “Tentang apa? tapi tunggu dulu aku juga ingin mengatakan sesuatu.” “Baiklah. Kau katakan dulu ...” Riki tersenyum menatap Kiana dan Drake. “Aku dengar jika kita mengikuti aliran sungai kecil ini maka kita akan melihat suangi yang lebih besar dan luas. Bagaimana jika kita kesana bersama-sama. aku ingin kita bisa melukan perjalanan bersama.” Perkataan Riki membuat Kiana sedih. sepertinya ia akan mengecewakan Riki. Ia beralih menatap Drake. Ia tidak bisa mengatakan rencan yang ia buat semalam. “Ada apa Kak? Kenapa diam?” keduanya masih terdiam. “Tadi Kak Kiana mau bicara tentang apa?” “Begini Riki ... sepertinya kita tidak bisa melihat sungai besar itu bersama-sama,” Ujar Drake pelan. “Kenapa?” “Maafkan kami. Tapi, sepertinya kita harus berpisah. Aku dan Drake akan mengatrmu ke panti asuhan yang ada di dekat hutan ini.” “Apa! Kenapa? Apa karena aku terlalu menyusahkan jadi kalian tidak ingin membawaku?” kedua mata anak lelaki itu mulai berkaca-kaca. “Bukannya begitu Riki. Aku tidak bisa membawamu bersama ku. Itu hanya akan membuatmu sengsara hidup di hutan tanpa arah. Kau masih kecil dan membutuhkan kasih sayang lebih.” “Tapi ...” “Tidak hanya itu ... Drake juga akan kembali ke kampung halamanya setelah ini.” Riki mengela napas berat. “Baiklah ...” lirihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD