BAB 85

1175 Words
           Setibanya di ruangan Karin. Wanita itu memperhatikan seisi ruangan tersebut mencari karin dan dua sahabatnya. Namun ia tak menemukan wanita itu. Akhirnaya Kiana pun bertanya dan salah satu teman Karin mengatakan bahwa karin berada di ruang latihan yang ada di dekat lapangan.            Awalnya Kiana mengira tempat latihan yang wanita itu maksud adalah lapangan tempat yang di tunjukkan Karin padanya. Tapi saat ia bertanya dan memperjelas sekali lagi. Bukan lapangan itu yang di maksud.            Selama perjalanan Kiana tak henti-hentinya berpikir tentang kejanggalan yang baru saja sahabat karin katakan. “Karin berada di ruangan latihan dekat lapangan. Bukankah tempat latihan karin berada di lapangan belakan Academic.            Jarak antara ruangan Karin dengan tempat latihannya sebanyak dua puluh meter. Saat tiba di tempat latihan Karin. Kiana mulai basah oleh keringat. Sejenak Kiana mengatur napasnya sebelum mengintip ke ruang latihan Karin.            Dari celah-celah dinding. Kiana melihat ruangan latihan itu sangat megah. Tak hanya itu, ia juga melihat banyak siswa yang sedang latihan menggunakan sihir. “Sepertinya kalau aku masuk aku harus hati-hati. karena kalau tidak aku bisa kena serangan mendadak,” batin Kiana.            Setelah lima menit mencari Karin melalui lobang dinding akhirnya Kiana memekik senang saat menemukan mereka. Kiana sedikit tersenyum mengatur napasnya sebelum ia membuka pintu ruangan latihan tersebut. Dan saat pintu terbuka sebuah bola api melayang cepat kerahnya dan            Trasss ...            Bola itu hampir saja mengenainya. Untung Kiana cepat mengambil tindakan dan bola itu berhasil ia hindari. “Haa ... hampir saja ...” desahnya sedikit kaget. Seorang wanita yang melembap bola api tadi memberikan isyarat pada Kiana bahwa ia meminta maaf.            Mengerti maksud wanita itu Kiana mengangguk dan kembali berjalan menuju tempat Karin yang saat ini sedang mengobrol dengan teman-temannya. “Ka_” “Apa kau berteman dengannya?” “Siapa? Maksudmu Kiana gadis jeelek itu?” “Iya.” “Ha ha ha ... tidak mungkin. Untuk apa aku berteman dengannya? Dia tak selefel dengan kita. Dia itu sangat jeleek dan lemah.” Mendengar hal itu membuat Kiana sedikit mematung. Uluran tangannya yang semula terangkat ingin menyapa Karin pun ia urunkan. “Tapi untuk apa kau bertemu dengannya kemarin? Aku sempat melihatmu berbicara dengannya.” “Ohh. Itu ... dia hanya bertanya tentang latihan ...” “Gadis bodoh itu pasti masih latihan di sana. Aku tak menyangka dia sangat mudah di bohongi .... dia percaya begitu saja dengan perkataanku bahwa latihan itu dapat meningkatkan kekuatan sihirnya ...” lanjut Karin. Klimat demi kalimat yang keluar dari bibir Karin membuat Kiana semakin sedih dan tak percaya.  “Jadi benar ... kau telah menipuku ...” ujar Kiana tiba-tiba. Karin dan teman-temannya segera berbalik. Karin sedikit kaget melihat Kiana. Tapi wajah keterkejutannya berubah menjadi seringai yang sangat menjengkelkan di mata Kiana. “Ohhh ... kau mendengar smuanya? Baguslah kalau begitu ... kau tak perlu lagi mengangguku.” “Kenapa kau menipuku? Kenapa!” “Wahhh. Menipu? Hei sadari diri kamu. Kau yang ingin untuk di latih. Dan aku hanya memberikanmu saran dan kau menerima begitu saja. Kau saja yang terlalu bodoh dan mudah percaya.” “Aku tak menyangka kau benar-benar kejam ...” lirih Kiana dan berlari keluar dari ruang latihan tersebut dengan bercucuruan air mata di wajahnya.  Sungguh ia tak menyangka telah di tipu oleh Karin. “Jadi benar apa yang Krein dan Icarus katakan? Karin telah menipuku ...” Kiana terus berlari hingga ia berada di belakan Academic. Tempat di mana ia terus latihan. Mengingat perjuangannya kemarin membuatnya sangat kecewa dan sakit hati. ternyata perjuangannya hanya sia-sia. Seperti biasa, tak jauh dari tempat Kiana. Drake terus memperhatikan Kiana dengan wajah sendu karena tak bisa menemani wanita itu saat sedih. Tak terasa hari mulai gelap. Tak lama lagi malam pun tiba. Dan Kiana yang sedang terpuruk masih belum menyadari bahawa ia telah duduk di sana berjam-jam. Rintik hujan pun turun dan seketika  menyadkan Kiana. “Ahh. Gawat ... sudah mau malam dan turun hujan ... aku harus kembali ke kesal untuk mengambil tas dan buku-bukuku ...” desahnya berat. Kiana kembali berlari kembali ke ruangannya. Setibanya di sana. Ia tak melihat siapa pun lagi. Kiana berjalan masuk dan saat ia akan mengambil tas lagi-lagi ia melihat beberapa cemilan tergeletak di mejanya. “Siapa sih yang memberiku cemilan ...” lirihnya. Segera wanita itu memasukkan cemilan itu ke dalam tasnya dan berjalan keluar. Di luar sedang hujan deras dan ia tak membawa payung. “Kenapa sih selalu hujan!” makinya frus tasi. Kiana pun berjongkok dan kembali menangis saat mengingat ia telah di bodohi dan sahabatnya telah membencinya. “Hiskkk ... hiskkk ... kenapa sih ... aku sesial ini ...hiskk” Kiana terus menangis. Hingga sebuah kalimat mengagetkannya.  Kiana segera mengakat kepalanya saat mendengar suara yang sangat ia kenal. “Apa kau menangis karena terjebak hujan?” “Kreinnnn ....” lirih Kiana haru. Wanita itu tersenyum pada Kiana. “Kau tak ingin kembali ke asrama?” Bukannya menjawab, Kiana malah berjalan dan memeluk sahabat baiknnya erat. “Hiskkk ... maafkan aku ... aku yang salah ... maafkan aku yang tak mempercayaimu ... hiskkk ...” “Sudah ... tidak apa-apa.” “Kau sudah tidak marah lagi padaku?” “Tentu saja. Aku mana bisa terus marah padamu. Hanya kau sahabatku ...” keduanya pun berpelukan sejenak di bawah guyuran air hujan cukup lama sebelum Kiana dan Krein kembali ke asrama. ****            Dua hari telah berlalu sejak kejadian tersebut. Kiana sudah tak sedih lagi dan menerima keadaannya. Hubungan Kiana dan Krein pun semakin membaik hanya saja Icarus dan Krein masih belum baikan hingga sekarang.            Hari ini adalah latihan sihir. Saat giliran Kiana seperti biasa ia mendapatkan gelak tawa dari teman-temannya.            Tak lama kemudian nama Icarus pun di panggil setelah giliran Kiana. Dan seperti biasa lelaki itu menampilkan kekuatan yang sangat hebat dan luar biasa hingga membuat teman-teman seruangan mereka berseru kagum.            “Haruskah aku meminta bantuannya untuk mengajariku sihir,” batin Kiana. Terus menatap Icarus dari kejauhan. ****            Selesai jam pelajaran, Kiana segera melirik bangku Icarus. Tapi ia tak menemukan lelaki itu berada di tempatnya. “Apa dia main musik lagi di sana?” batin Kiana.            “Krein, kau puanglah dulu ... ada sesuatu yang ingin aku lakukan.”            “Emm. Baiklah ...”            Setelah Krein pergi, Kiana segera berjalan menuju belakan Academic tempat di mana Icarus terus memainkan musik sendirian.            Setibanya di tempat tersebut. Kiana melihat seorang lelaki yang tengah memainkan seruling dan membelakanginya. “Ahh ... tenyata kau benar-benar ada di sini ...” ujar Kiana sedikit lega.            Lelaki itu seketika berbalik dan menatap Kiana sambil tersenyum menyeringa. Dan dalam hitungan detik lelaki itu kini berada di hadapannya. Hal pertama yang Kiana lihat adalah mata biru dan merah darah.            “Kau mencariku, Gadis jeleek.”            Di sisi lain, Drake yang melihat Kiana bertemu dengan lelaki itu seketika semakin geram dan mengepalkan kedua tangannya. “Sepertinya ketiga klan telah berkumpul di Academic ini. Sepertinya Kiana semakin dalam bahaya. Aku harus membantunya dan menjauhakn ketiag klan itu pada Kiana.” Padangan Drake tak pernah lepas dari Kiana dan Zion sang pemimpin manusai serigala.            “Jalan satu-satunya adalah aku harus masuk ke Academic ini.” TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD