BAB 84

1098 Words
           Hari berikutnya, Kiana kembali ke asrama dengan keadaan yang terluka seperti biasa. Membuat Krein yang semula membiarkan Kiana dan menunggu wanita itu mengatakannya sediri akhirnya mulai tidak tahan.            Saat pulang dari Academi. Krein pun mengikuti ke mana Kiana pergi tanpa mengajak Daniel karena saat ini Daniel sedang latihan bersama dengan teman-temannya.            Hingga akhirnya Krein pun melihat sendiri bagaimana perjuangan Kiana saat push up dan bergelantungan. Krein pun mengepalkan kedua tangannya. Wanita itu pun berjalan mendekati Kiana yang saat ini sedang latihan seorang diri.            “Jadi selama ini, kau latihan seperti ini?”            “Krein ...” mendengar suara sahabatnya membuat Kiana sangat gugup.            “Emmm ...” jawab Kiana pelan.            “Apa Karin dan dua temannya yang mengatakan bahwa latihan ini akan meningkatkan kekuatanmu?”            “Emmmm ...” jawab Kiana sambil mengangguk.            “Yakk! Kau terlalu polos atau sangat bodoh sih. Apa kau tidak sadar mereka itu sudah mempermainkanmu!” pekik Krein sedikit marah.            “Tapi dia bilang ini adalah latihan yang selalu ia gunakan.”            “Apa kau tak pernah pikir. Kalau dia betul-betul menggunakan alat-alat ini untuk latihan, Maka mereka pasti sudah ada di sini latihan bersamamu. Nyatanya tidak kan? Dia tak ada di sini itu artinya mereka hanya menipumu dan mempermainkanmu.”            Kiana menggelengkan kepalan. “Tidak ... kau yang pasti salah. Karin tak mungkin menipuku.”            Jawaban Kiana membuat Krein semakin kesal padanya. “Terserah kalau begitu. Aku tidak akan peduli lagi padamu,” ujar Krein dan segera meninggalkan Kiana.            “Krein! Tunggu aku!” pekik Kiana cepat dan mengejar sabahatnya. Namun Krein yang saat ini sangat marah tak perduli lagi pada Kiana.            Di perjalan Krein dan Kiana tak sengaja melihat Icarus yang tengah bermain musik seperti biasa. Melihat Krein yang terlihat marah membuat Icarus penasaran dan mendekat. “Ada apa, Krein?” tanya Icarus penuh kekhewatiran.            Namun, Krein malah mengacuhkannya dan meninggalkannya. Saat Kiana akan mengikuti Krein. Icarus tiba-tiba saja menariknya dan menghentikannya. “Ada dengannya, kiana?”            “Itu ... dia sedang marah padaku ...” lirih Kiana sedih.            “Ayo duduk di sini dan ceritakan padaku apa yang terjadi.”            Dengan wajah lesu Kiana pun menceritakan apa yang terjadi. Mulai dari ia mengenal Karin dan dua sahabat Karin hingga saat Karin memberitahukan sebuah cara untuk meningkatkan kekuatannya.            “Ahhh. Jadi tiap malam aku terus bertemu denganmu itu karena kau latihan hingga malam?”            “Emmm.” dengan wajah polos Kiana mengangguk.            “Kalau boleh tahu latihan apa yang kau lakukan? Ataukah bisakah aku ke tempat latihanmu itu? aku ingin melihat sendiri.”            Awalanya Kiana ragu untuk membawa Icarus ke lapangan tempat ia latihan. Karena ia tak ingin melanggar janjinya pada Karin untuk tidak mengatakan tempat ini pada siapa pun. Tapi Icarus memaksa dan dengan pasrah Kiana pun membawa lelaki itu lapangan tempat ia latihan. Bahkan Kiana juga menjelaskan latihan apa yang ia lakukan.            Mendengar penjelasan Kiana membuat Icarus seketika tertawa terbahak. “Kenapa kau tertawa? Emangnya apa yang lucu?” tanya Kiana kesal.            “Itu karena kau betul-betul telah di bohongi ... ha ha ha ... sepertinya kau yang harus meminta maaf pada Krein.”            “Itu tidak mungkin ...” lirih Kiana yang masih tak percaya dengan kenyataan telah ditipu.            “Dengar ...  seorang penyihir sejak lahir memiliki jumlah kapasitas kekuatan. hanya saja ada yang kekuatanya lambat keluar dan ada juga yang cepat. Karena itu didirikan sebuah Academic untuk meningkatkan dan memaksimalkan kekuatan yang ada pada tubuh. Latihan yang ditunjukkan Karin hanyalah untuk meningkatkan kekuatan fisik bukan kekuatan sihir,” jelas Icarus.            Kaian menunduk sedih. “Apakah aku tak punya kesempatan untuk meningkatkan kekuatan sihirku ...”            Icarus memegang pundak Kiana. “Jangat terlalu memikirkan hal itu. Kau harus bisa menerima kenyataan ... sepertinya tubuhmu hanya bisa menampung 20% kekutan sihir.            “Di segel ...” batin Kiana tak percaya.            Seketika air mata wanita itu runtuh. Ia tak bisa menerima kenyataan ini. Segera Kiana menepis tangan tangan Icarus yang ada di pundaknya. “Ini tidak mungkin ... kau pasti salah ... hiskkk ...” Kiana pun lari sejauh mungkin dari Icarus dan kembali ke kamarnya.            Dalam kamarnya Kiana menangis sejadi-jadinya. “Apakah tak ada cari lagi untuk meningkatkan kekuatanku? Padahal dulu kekuatanku sangat hebat ... tapi kenapa aku tak bisa menggunakannya lagi ... ke mana perginya semua kekuatan sihirku ... hiskkk ...” Kiana terus menangis dan merutuki nasibnya yang sangat menyedihkan hingga  akhirnya ia pun tertidur pulas.            Seorang lelaki tiba-tiba masuk. Mengangkat tubuh Kiana yang saat ini tertidur di lantai. Mengendong Kiana dan membaringkannya di ranjang. Tangan lelaki itu menghapus jejak-jejak air mata yang ada pada wajah Kiana.            “Bertahanlah ... kau tak selemah itu ... kau masih bisa tumbuh dan menjadi gadis yang kuat ... untuk saat ini kau memang tak menyadarinya tapi  yakinlah kekutan sihir yang ada pada tubuhmu mulai berkembang ...kau hanya belum menyadari hal itu dan terpengaruh dengan perkataan-perkataan dari luar ...”            Lelaki itu terus berceletoh panjang lebar pada Kiana yang saat ini tertidur.  Hingga menjelang pagi, saat ayam mulai berkokok lelaki itu mengecup sekilas dahi Kiana sebelum ia pergi meninggalkan wanita itu sendiri. *****            Esok harinya, Kiana bangun dengan mata panda di wajahnya. Sejenak wanita itu menyentuh dahinya. “Sepertinya tadi ada seseorang di sini,” batinnya.            Wanita itu menatap sekelilingnya. Sama seperti saat ia masuk  kemarin. Itu artinya tak ada yang masuk dan itu semua hanyalah halusinasinya.            Kiana bangkit dari tidurnya. Menatap pantulan wajahnya pada cermin. “Ahhh. Ada mata panda ...” lirihnya.            Segera wanita itu berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat ke Academic. lima belas menit kemudian. Kiana pun selesai lengkap dengan seragamnya. “Apa Krein masih marah padaku, yah ...” batinnya.            Kiana segera mengintip keluar. Tak ada siapa pun. Biasanya sudah ada Krein yang selalu menunggunya tiap pagi. Dan hari ini Krein tak ada di depan kamarnya. Kiana pun keluar dan mengecek kamar sahabatnya. “Sudah terkunci ... itu artinya dia sudah berangkat dari tadi ...”desahnya sedikit kecewa.            “Sepertinya dia sangat marah padaku ...” lirhnya.            Kiana pun berangkat ke Academic sendiri. Setibanya di ruangannya ia melihat Krein pindah pempat duduk. Itu artinya Krein tak ingin bertemu dengannya lagi. Kiana hanya bisa mendesah pasrah. “Aku harus bertemu dengan Karin hari ini untuk pemperjelas keadaan.”            Kaian tak henti-hentinya mengerutu dalam hati. merasa waktu begitu lambat berlalu. Ia sudah sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Karin.            “Kenapa jam pelajaran kali ini sangat lambat ...”            Pikiran Kiana tak bisa fokus pada pelajaran. Ia hanya terus menatap keluar ruangan. Dan saat jam pelajaran selesai Kiana segera berlalari keluar ruangan menuju ruangan Karin tak peduli guru yang mengajar masih ada di dalam ruangannya. TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD