BAB 83

1087 Words
           “Akhirnya selesai juga,” ujar Kiana lega. Dan melepas ikatan karung pasir di tubuhnya. Setelah beberapa minggu latihan akhirnya ia selesai juga. kekuatan tubuhnya juga semakin meningkat. Larinya sudah sangat cepat di bandingkan yang kemarin.            “Besok aku harus menemui Karin dan dua temannya untuk bertanya latihan apa yang harus aku lakukan selanjutnya,” kata Kiana yang saat ini sedang istirahat seorang diri.            Kiana menatap langit yang masih sangat terang. “Hari ini aku latihan lebih cepat di bandingkan biasanya. Kiana pun mengambil tasnya.            “Sudah tidak ada lagi cemilan,” batinnya. Sejak tiga hari yang lalu ia sudah tak mendapatkan cemilan dari seseorang lagi. Ia sedikit kecewa sih. Tapi, ada baiknya juga. Kiana sudah tak perlu lagi sibuk mencari sang pemberi cemilan itu.            Dengan langkah gontai wanita itu berjalan untuk kembali ke asramanya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Icarus yang saat ini sedang memainkan seruling. “Dia menyendiri lagi ...” batin Kiana sedikit sedih. Kejadian beberapa hari yang lalu membuat Icarus kembali menjauhkan diri dari sekitarnya. Ia tak ingin bergaul lagi. Bahkan bicara dengannya sudah jarang.            Kiana mendekat dan duduk di samping Icarus. “Apa yang kau lakukan?” tanya Kiana basa-basi.            “Kau tidak lihat aku sedang memainkan musik.”            “Apa kau sendiri?”            “Apa kau lihat ada orang lain di sini,” jawab Icarus. Kiana mengangguk. Keduanya kembali terdiam.            “Bagaimana keadaanya? Apa alergunya sudah sembuh sepenuhnya?”            “Emmm. Dia sudah sangat sehat. Kau tak perlu mencemaskannya lagi.”            “Sepertinya dia sudah sangat membenciku dan tak ingin melihatku lagi ...” lirih Icarus. Kiana hanya bisa menghela napas. Ia juga tak tahu bagaimana membantu Icarus agar bisa lebih dekat dengan Krein.            “Maafkan aku ... aku tak bisa membantu banyak ...”            “Tidak apa-apa. Lagian ini juga kesalahanku ... aku hampir saja membunuhnya.”            Setelah mengobrol sejenak dengan Icarus. Kiana pun kembali ke asramanya. Di depan asrama sudah ada sahabat baiknya menunggu.            “Krein. Apa yang kau menungguku?”            “Iya. Aku sudah memasak makanan enak untuk mu. Ayo kita makan bersama.” Keduanya pun masuk ke dalam kamar Kiana. Setelah membersihkan diri Kiana dan Krein pun mulai bersiap-siap untuk menyantap makanan Krein.            Pada suapan pertama, Kiana sejenak terdiam. masakan Krein mengingatkannya pada lelaki itu. “Apa kau yang memasak ini?”            “Tentu saja!”            “Memangnya ada apa? apa kau tidak suka?”            “Tidak. Masakanmu enak kok.” Keduanya kembali makan. Sambil mengobrol tentang pelajaran.            Krein menatap Kiana. “Jika bukan karenanya aku tidak akan membawakanmu masakannya,” batin Krein dan kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.            Saat itu Krein tengah membersihkan kamarnya hingga lelaki yang selalu menemuinya datang menganggu. Awalnya Krein terus mengusir lelaki itu. Tapi sayangnya lelaki itu memiliki sifat yang keras kepala. Dan selalu datang menemuinya.            “Bawakan masakan ini pada Kiana,” ujar lelaki itu sambil memperlihatkan masakan yang telah ia masak dengan sepenuh hati.            “Kalau kau mencemaskannya kenapa kau tidak menemuinya saja?”            “Dia sangat membenciku dan tak ingin bertemu denganku.”            “Bagaimana kau bisa tahu? Bisa jadi dalam hatinya dia sangat merindukanmu?”            “Itu tidak mungkin, aku telah melah membuatnya sangat marah. Dia tak mungkin merindukanku ...”            “Baiklah terserah kamu saja ...” krein pun mengambil masakan Drake dan membawanya masuk ke kamarnya. Saat ia berbalik lelaki itu sudah tidak ada lagi.            Sama seperti hari-hari berkutnya. Drake selalu datang menemui Krein untuk mengantarkan makanan pada Kiana. ****            Esok harinya, Kiana pun mencari Kirin untuk meminta pernjelasan mengenai latihat apa selanjutnya. Di sisi lain, Krein yang saat itu akan kembali ke asrama sendiri tak sengaja melihat Kiana yang berjalan menuju kelas Karin.            Krein pun mengikuti Kiana. Dan melihat sahabatnya tengah berbicara pada Karin dan dua sahabat Karin.            “Mereka sedang membicarakan apa?” tanya Krein dalam hati. karena tak ingin mencampuri urusan Kiana. Maka Krein pun meninggalkan tempatnya untuk kembali ke asramanya.            Kiana dan Karin pun berjalan menuju tempat latihan mereka. “Kau lihat tiang itu? latihan selanjutnya adalah dengan pus up dengan bergelantungan pada tiang itu sebanyak lima puluh kali. Itu untuk melatih otot tanganmu. Sehingga aliran darah pada tangamu akan terbuka dan memudahkan sihir mengalir pada tanganmu dengan mudah.”            “Ohhh .. baiklah ...” setelah memberikan sedikit arahan pada Kiana. Karin pun meninggalkan Kiana latihan sendiri.            Sama seperti latihan pertama, latihan yang di berikan Karin sangat sulit dan membuatnya cepat lelah. Maih dengan bergelantungan di tiang. Kiana masih mencoba untuk mengangat tubuhnya. Keringat dingin membanjiri tubuh lelahnya.            Di sisi lain, Drake yang melihat perjuangan Kiana membuatnya semakin cemas. Tapi, ia tak punya hak untuk menghentikan Kiana. Rintik hujan pun jatuh ke bumi. Menemani Kiana yang masih berjuang untuk menempuh angka lima puluh.            Hingga saat petir menggelegar pegangan tangan itu pun terlepas dan membuat tubuh ringkik Kiana terjatuh. Saat itu Drake ingin mendekat dan membantu Kiana. Tapi apa lah daya. Ego yang begitu kuat membuatnya tak bisa bergeming. Ia hanya tetap diam melihat wanita yang sanga ia sayangi terluka.            Kiana menatap kedua tangannya. Yang sedikit membengkak. “Sepertinya aku harus kembali ke asrama...” lirihnya.            Dengan langkah tertatih wanita itu pun kembali ke asrama di bawah guyuran hujan. Saat lima langkah dari kamarnya ia melihat Krein  tengah memegang sebuah payung. Wanita itu pun berlalri ke arah Kiana dengan wajah cemas.            “Kiana! Kenapa kau bisa seperti ini? sebenarnya apa sih yang kau lakukna selama ini?”            “Aku tidak apa-apa.”            Krein pun membawa Kiana masuk kamarnya. “Cepatlah mandi dan beganti pakaian.”            “Emmm.” Kiana pun bejralan menuju kamar mandi meninggalkan Krein.            Saat sedang menunggu Kiana selesai mandi. Sebuah ketukan pintu mengalihkannya. Krein segera membuka pintu dan mendapati Drake berada di hadapannya.            “Kau mau apa?”            “Bisakah kau memberikan obat ini pada Kiana?”            “Baiklah ...” Krein pun mengambil kantong pelastik itu. dan saat itu juga Kiana keluar dari kamar mandi.            “Krein kau bicara sama siapa?” sebuah pertanyaan membuat Krein gugup setengah mati. Tapi ia kembali bernapas lega saat ia berbalik Drake sudah tidak ada.            “Ahh. Aku tidak berbicara pada siapa pun.”            “Sini aku obati lukamu ...”            Krein pun membantu Kiana untuk mengobati luka yang ada pada telapak tangan Kiana. “Sebenarnya akhir-akhir ini kau melakukan apa? kau selalu terluka dan terlihat lelah?” tanya Krein.            “Itu ...”            “Apa kau masih tak ingin cerita?”            “Maafkan aku ... untuk sementara aku tak bisa mengatakannya. Tapi suatu saat nanti aku akan memberitahumu.” Setelah mengobrol sejenak, Krein pun kembali ke kamarnya. TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD