BAB 71

1084 Words
           Pagi hari yang cerah sinar matahari mulai memancarkan cahayanya. Menerpa wajah seorang wanita yang masih setia bergelut manja dengan kasurnya. Bias cahaya yang masuk melalui celah-celah kamarnya membuatnya sedikit terganggu. Dengan malas wanita itu bangkit sambil sesekali mengucek kedua matanya. Sesekali ia menguap saat turun dari ranjang menuju dapur kecilnya untuk meminum segelas air putih lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka sekaligus membersihkan diri.            Tak terasa lima belas menit berlalu. Wanita itu keluar lengkap dengan pakaian yang akan ia gunakan ke Academic. Kiana memakai pakaian yang santai karena hari ini adalah latihan sihir jadi ia tak di wajibkan untuk memakai seragam.            Sudah satu minggu lamanya sejak kepergian Drake. Wanita itu mulai terbiasa hidup tanpa Drake. walau kadang ia sering merindukan lelaki itu. Tapi, dengan adanya Kren dan Daniel di sisinya membuatnya mulai lupa akan sosok Drake.            Tok tok tok            “Kiana! Apa aku sudah siap? Ayo berangkat?”            “Iya. tunggu sebentar!” Pekik Kiana dari dalam kamar.            Wanita segera berlari kecil membuka pintu. Di luar Krein telah menunggunya dengan sabar. “Maaf membuatmu menunggu.”            “Tidak apa-apa. Ayo kita berangkat.” Keduanya pun berangkat bersama sama seperti biasanya. ****            Krein dan Kiana kini berada di lapangan Academic bersama dengan teman-teman sekelasnya. Keduanya tengah duduk beristirahat setelah di suruh untuk berlari keliling lapangan sebanyak dua puluh kali. Jelas hal itu membuat keduanya sangat kelelahan dan ini masih permulaan. Latiahan mereka masih panjang.            Seorang lelaki paruh baya berjalan medekat yang di ketahui sebagai seorang guru di Academic ini.  “Sudahi istrirahat kalian dan cepatlah berbari.”            “Saya ingin melihat sejauh manakah tingkat kekuatan kalian,” lanjut sang guru.            “Baik, Guru.”            Dengan patuh keduanya pun berbaris sesuai dengan arahan yang diberikan. “Kalian lihat boneka jerami yang ada di sana.” Sang guru menunjuk jerami yang ia maksud. Para siswa pun mengangguk.            “Sama seperti saat tes penerimaan. Saya ingin melihat sejauh mana peningkatan kalian.”            “Baik.”            Satu persatu siswa melemparkan kekuatan sihirnya ke boneka jerami. Beberapa dari mereka memekik senang saat kekuatannya meningkat walau sedikit.            Tak terasa giliran Krein pun tiba. Wanita itu mulai membacakan mantra dengan serius cahaya terang pun menyelimuti tubuh mungilnya lalu dalam hitungan detik wanita itu pun melemparkan cahaya tersebut cukup keras. Terdengar suara yang sangat menggelegar tapi lemparannya masih belum mengenai boneka jerami tersebut. “Wahhh. Kekuatanmu meningkat banyak,” puji Kiana.             Krein tersenyum. “Mungkin karena aku latihan sangat keras.” “Bagaimana dengan diriku. Apa kekuatanku meningkat juga yah,” batin Kiana cemas. Tak lama kemudian giliran Kiana pun tiba. Ia terus berdoa dalam hati semoga saja kekuatannya ada peningkatan. Di belakannya Krein menonton sambil menyemangati Kiana. Kiana tersenyum dan mengangguk mentap Krein. Saatnya wanita itu pun mulai memfokuskan pikirannya. Mengambil napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlaha. Kiana mulai membacakan mantra sihir. Setelah pembacaan mantra selesai wanita itu pun mulai melemparkan kekuatan sihirnya. Piuuuu ... “Ha ha ha  ...” Sama seperti sebelumnya. Kiana mendesah berat dan menunduk sedih. Ia tak tahu bagaimana caranya ia meningkatkan kekuatanya. “Sudah jangan terlalu sedih.” sebuah tangan merangkul bahu Kiana membawanya untuk beristirahat di bawah pohon. Beberapa siswa yang Kiana lalui tertawa terbahak-bahak menatapnya. “Kenapa kekuatanku tak ada peningkatan ...” lirihnya. “Mungkin tubuhmu masih belum siap menerima kekuatan yang besar. Mungkin lebih baik jika latihan sihir lebih sering lagi.” “Emm ..” Di bawah pohon keduanya memperhatikan teman sekelas mereka saat memperlihatkan kemampuan sihir mereka. Beberapa dari mereka terlihat hebat dan ada juga yang senasib yang sama dengan Kiana. Tak lama kemudian tibalah giliran seorang lelaki misterius yang hingga saat ini ia tak tahu nama lelaki itu. lelaki yang dua kali menyenggolnya di depan pintu masuk ruangan. “Apa kau tahu namanya?” “Astaga, Kiana. Masa kau tidak tahu. Diakan teman sekelas kita.” “Iya. Aku sering tertidur saat absen kelas dan akhirnya aku tak tahu siapa namanya.” “Namanya Icarus dia berasal dari klan Vampire.” “Apa? klan vampi_” “Sutttt ...jangan ribut nanti dia dengar ...” bisik Krein cepat menghentikan keributan yang Kiana lakukan. “Wahhh. Jadi di Academic ini juga menerima Vampire?” “Iya, dan bukan Vampire saja ras manusia serigala pun di terima. Hanya  kebanyakan yang sekolah di Academic ini penyihir seperti kita.” “Ohhh.” Kiana pun mengangguk-ngangguk mengerti dengan penjelasan Krein. Keduanya kembali fokus pada lelaki misterius bernama Icarus. Lelaki itu telah selesai membaca mantra sihir. Sebuah cahaya terang berawana merah yang berpadu dengan warnah hitam mengelilingin tubuh lelaki itu. Semua mata tertuju pada lelaki itu. dan saat lelaki itu melemparkan kekuatan sihirnya semua siswa melogo tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sihir api lelaki itu berhasil membakar bonek jerami tersebut. “Wahhh. Ternyata dia sangat hebat!” pekik salah satu siswa. “Iya. tapi, kenapa dia berada di kelas kita kalau dia punya kekuatan yang sangat luar biasa?” “Itu juga aku tidak tahu. Nanti kita tanyakan sama dia.” Di sisi lain Kiana juga ikut penasaran dengan mengapa lelaki itu berada di kelas 1F Padahal Icarus mempunyai kekuatan yang luar biasa. Saat lelaki itu kembali ke tempatnya beberapa siswa pun mengerubuninya dan memberinya banyak pertanyaan. Kiana yang juga penasaran pun mulai melebarkan kekedua telinganya mencoba untuk mendnegar apa yang akan lelaki itu katakan. Di sampin Kiana. Krein terus mengajaknya berbicara membuatnya kesal. Kiana segera membekap mulut Krein. “Diamlah ... aku ingin menguping sebentar ...” bisiknya. Krein pun memanyunkan mulutnya dan menurut. Kiana kembali mempusatkan indra pendnegarannya. “Hei .. hei ... kalau boleh tahu kenapa kau bisa berada di kelas ini? bukankah kau sangat hebat?” “Iya. seharusnya kau berada di kelas 1A atau kelas 1S.” Bebagai macam pertanyaan dan di kelilingin banyak siswa membuat lelaki benama Icarus itu risih. Bau darah dari para siswa membuatnya merasa kurang nyaman. “Berisik,” ujar Icarus dingin lalu melangkah pergi. Untungnya jam pelajaran telah selesai. Beberapa siswa mendesah kecewa begitu pun dengan Kiana saat melihat Icarus yang bejalan pergi “Yahh. Dia tak menjawab apa-apa.”            “Dia terlihat sangat sombong dan belagu.” Beberapa siswa mulai memberikan komentar-komentar buruk tentang sikap Icarus yang sangat sombong.            “Ayo kita ke kantin.” Kiana mengangguk saat Krein menariknya. **** Kiana dan Krein makan dengan lahap di kanting. Untung saat ini tiga gadis penganggu tak ada membuat Kiana tenang dan menikmati makananya. Saat asyik makan retina matanya tak sengaja meliha lelaki yang ia kenal duduk seorang diri di pojokan. “Apa dia terus menyendiri saat makan?” TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD