BAB 15 Mengintrogasi

1133 Words
Matahari pun mulai memancarkan sinarnya. Cahayanya yang terang menyilaukan mata Kiana yang masih betah untuk tertutup. Wanita itu membalik arah tidurnya ke kiri. Tapi lagi-lagi ia merasa terganggu. Akhirnya lambat laun wanita itu membuka kedua matanya. Semula ia kaget mendapati seorang lelaki di hadapannya yang juga tertidur pulas. Akan tetapi, ia menghela napas. Ia sudah terbisa bangun dengan adanya Drake di sampingnya. Wanita itu mendudukkan dirinya sambil mengucek kedua matanya. Ia beralih menatap Riki yang tertidur tak jauh dari tempatnya. Seketikan wanita itu panik mendapati benjolan merah-merah di sekitar tubuh anak lelaki itu. Segera Kiana membangunkan Riki. Anak lelaki itu mebuka kedua matanya secara perlahan. “Ada apa Kak Kiana?” tanyanya polos. “Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau bisa merah-merah seperti ini?” tanyanya. Anak lelaki itu pun menatap tubuhnya. “Semalam banyak nyamuk. Mereka berpesta pora menghisap darahku,” ujar Riki lesu. Seketika Kiana menatap tubuhnya terutama tangannya. Ia tidak menemukan benjolan merah di tubuhnya dan tadi malam ia merasa tidak di gigit nyamuk ia sangat nyamat tidur. Tak merasa terganggu sama sekali. “Tapi aku kok tidak di gigit sama sekali yah...” ujar Kiana pelan. “Mungkin karena darahmu pahit jadi hewan pemangsa darah itu tidak berani menghisap darahmu itu,” ujar Drake yang baru saja bangun. Kiana kesal dengan ucaan Drake padanya. Wanita itu segera mendekati lelaki itu dan melayangkan sebuah pukulan kerasa di kepalanya. “Apa yang kau lakukan?” bentaknya marah dengan ejekan yang diberikan Drake padanya. Tentu saja ia keberatan jika Drake mengatai darahnya pahit. “Enak saja kau bilang darahku pahit.” “Darahku tidak pahit kan Riki?” tanya Kiana pada anak lelaki di belakannya. Namun tak ada jawaban jadi Kiana berbalik. “Riki? Kenapa kau tidak_” “Kak Kiana dia siapa?” ujar Riki memotong perkataan Kiana. Anak lelaki itu sedang menatap serius seorang lelaki yang sedang tertidur pulas dalam keadaan terikat. Kiana pun mendekat. Melihat lelaki yang terikat itu. Ia tidak pernah melihat lelaki itu sebelumnya lalu ia beralih menatap Darke menuntut penjelasan. “Ini pasti ulah mu lagi kan?” tanya Kiana penuh selidik. Drake hanya tersenyum kaku. “Lelaki itu sejak kemarin mengikuti kita jadi aku menangkapnya tadi malam.” “Jadi karena lelaki ini kau memaksa kami untuk tidur semalam.” Drake hanya bisa tersenyum menanggapinya. Setelah itu Darke mendekati lelaki itu dengan wajah dingin dan serius. Saat ia mengintrogasi lelaki penguntit itu. Ia harus mencari tahu siapa yang mengirimnya dan apa yang ia cari. “Aquam Et Ruborem,” lelaki itu mengucapkan sebuah mantra sihir lalu mengarahkan telapak tangannya di wajah lelaki penguntit tersebut. Saat itu jugalah terdapat air yang menyembur keluar dan menyiram lelaki tersbeut. Seketika penguntit itu bangun dan menatap tiga wajah tepat di hadapanya. “HANTU!” Lelaki itu berteriak nyaring saat melihat wajah ketigannya saat membuka mata. Ia seakan melihat hantu. Seketika Drake memberikan pukulan telak di kepala lelaki itu.”Hantu pala lo. Kau pikir kami hantu? Kau saja vampire kanapa harus takut sama hantu. Aneh deh,” kata Drake. “Ohhh. Iya juga kenapa aku harus takut sama hantu,” batin penguntit itu. Setelah itu Drake kembali menatapnya serius. “Siapa kau sebenarnya? Untuk apa kau mengikuti kami dan apa tujuanmu?” Drake mulai mengajukan pertanyaan. Tapi lelaki itu hanya diam dan menunddukkan kepalanya membuat Drake kesal. “AYO. JAWAB. JANGAN HANYA DIAM!” Bentaknya. Kiana dan Riki yang sedari tadi hanya diam ikut kaget mendengar bentakan Drake. “Kau mengagetiku tahu!” pekik Kiana kesal. “Maaf ...”ujar Drake pelan. Setelah itu ia kembali mrnatap lelaki tersebut. Kembali mengulang pertanyaannya.”Ohhh. Aku hampir lupa. Kau kan yang mengirim vampire-vampiremu itu ke kota? Dan menyebabkan kota itu penuh dnegan lautan vampire?” Merasa kesal denga lelaki di hadapannya yang hanya diam seketika Drake mencengkaran dagu lelaki itu memaksanya untuk berbicara. “Ayo jawab.” Akhirnya lelaki itu pun mengagguk pelan. Seketika Riki marah. Lelaki yang ada di hadapannya adalah pelaku yang menyebabkan orang tuanya meninggal dunia. “Kau ... jadi gara-gara kau orang tuaku meninggal ...” lirih Riki. “Maafkan aku ...” ujar lelaki penguntit itu merasa bersalah. Riki memegang kerah baju lelaki itu. “Kembalikan ... kembalikan ibu dan ayahku sekarang juga...” lirih Riki. Air matanya mengalir di wajahnya. Tak kuasa menahan air matanya. Ia sangat kecewa pada lelaki menguntit dihadapannya. Kiana pun memeluk Riki dari samping menenangkannya. “Tenanglah.” Kiana menepuk-nepuk punggung Riki menenangkanya. “Dia telah membunuh orang tua ku ...” “Maafkan aku ...” Kata lelaki penguntit itu sekali lagi. Saat ini ia hanya bisa meminta maaf. Drake tiba-tiba melepas tali yang mengikat lelaki itu di pohon. Tapi masih ada satu tali yang mengikat kedua tanganya. “Apa yang harus kita lakukan padanya? Haruskah aku memunuhnya untukmu?” kata Drake pada Riki. “Jika itu maumu aku bisa membunuhnya dengan mudah.” Riki terdiam haruskah ia mengiyakan perkataan Drake. ia bimbang. Jika sangat membenci lelaki penguntit itu. tapi, jika dia mengiyakan perkataan Drake dan Drake membunuhnya maka sama saja jika ia pembunuh. Di sisi lain penguntit itu tegang mendengar perkataan Drake. “Aku mohon ... jangan bunuh aku. Aku hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh tuanku.” Lelaki itu memohon ampun dan bersujud di hadapan Drake dan Riki. “Kalau boleh tahu siapa, Tuanmu? Dan mengapa di melakukan ini?” Lelaki itu menatap Kiana. “Itu karena tuanku menginginkanmu ...” “Aku?” tanya Kiana memastikan dan lelaki itu mengangguk. Kiana berpikir sejenak. Untuk apa tuannya menginginkannya. Padahal dia hanyalah gadis biasa. “Katakan siapa Tuanmu?” tanya Drake. “Dia ... bernama Icarus ...” seketika Drake mengepalkan kedua tangannya. Ia tak akan pernah lupa dengan nama itu. lelaki yang juga menjadi penyebab wanita yang ia cintai meninggal. “Ada apa?” tanya Kiana saat melihat perubahan pada raut wajah Drake. “Tidak ada,” ujar Drake pelan.ia tidak bisa membiarkanlelaki itu. ia harus membunuh lelaki penguntit itu. akan sangat berbahaya jika Icarus mengetahui keberadaan Kiana. Ia tak ingin kejadian ratusan tahun lalu terulang kembali. “Apa yang di inginkan Tuanmu? Kenapa dia menginginkanku?” tanya Kiana. “Itu ... aku juga tidak tahu. Maafkan aku.” Mereka terdiam sejenak untuk berpikir apa yang akan mereka lakukan setelah ini. Haruskah melepasnya atau tidak. Kiana menatap Riki. Anak lelaki itu lebih berhak untuk menentukannya sendiri. “Bagaimana Riki? Apakah kau ingin melepasnya atau menuntut pembalasan dengan apa yang telah ia perbuat pada kedua orang tuamu?” tanya Kiana. “Aku ...” Riki masih bingung untuk menjawab. Kiana memegang pundaknya. “Kau tenang saja. kami akan menerima apa keputusanmu ...” “Aku ingin melepasnya saja ...” lirihnya pelan. Jika ia membunuh lelaki itu maka mereka akan sama-sama seorang pembunuh. “Apa? kau gila! Dia telah membunuh orang tuamu!” pekik Drake marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD