BAB 69

1268 Words
           Bola mata itu terbuka secara perlahan. Aroma masakana yang sangat mengunggh selera menyapa indra penciumannya saat ia mulai sadar. Wanita itu mengedarkna pandangannya sebelum akhirnya ia menemukan Daniel dan Krein tengah sibuk memasak di dapur.            Krein sibuk mengaduk masakan sedangkan Daniel sibuk mengatur meja makan. Keduanya sesekali mengombrol sambil mengerjakan aktivitas mereka.            “Kau sudah bangaun!” pekik Daniel senang melihat Kiana yang bangkit dari posisinya dan duduk. Daniel mendekat dan segera meletakkan tangannya di dahi Kiana.            “Sepertinya demammu sudah turun.”            “Kiana, kau sudah bangun. Ayo makan, aku dan Daniel sudah memasak untukmu.” Krein berjalan dan menarik Kiana menuju dapur. Dia atas meja sudah ada beberapa masakan yang tersedia sisa sayur yang belum masak.            “Tunggu sebentar yah. Sayurnya sebentar lagi masak.” Dalam hitungan menit Krein segera memindahkan sayur tersbeut ke dalam mangkuk setelah sayurnya di rasa sudah matang.            Semua masakan telah siap saji. Krein dan Daniel bersia-siap untuk makan. tapi keduanya tengan mereka terhenti saat melihat Kiana hanya duduk diam menatap makananya dengan tidak nafsu.            “Ada apa? apa kau tidak suka dengan makananku?”            “Bukan begitu. Hanya saja aku tidak berselera makan.”            “Kau tetap harus makan ...” bujuk Daniel.            Akhirnya setelah beberapa kali bujukan Kiana pun bersedia makan walau hanya beberapa sendok. Daniel dan Krein sibuk mengobrol. Kiana memperhtikan keduanya dan tersenyum.  Krein dan Dnaiel terlihat sudah sangat dekat.            “Aku tidak boleh sedih. Aku tidak sendiri, ada Daniel dan Krein di sisiku. Lagian ada bagusnya juga jika Drake pergi. Dengan begitu aku bisa mengatur perasaanku dan melupakannya,”Batin Kiana berusaha untuk tetep tegar.            Kiana tersenyum saat Daniel bertingkah lucu di hadapan mereka. Melihat Kiana yang tertawa dan tak sedih lagi membuat Daniel tenang dan senang. “Syukurlah. Semoga dia bisa melupakan lelaki itu dan tidak sedih lagi,” batin Daniel.            Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Hari mulai gelap dan Daniel sudah kembali ke asramanya beberapa menit yang lalu. Kini hanya ada Kiana dan Krein di ruangan itu.            “Tak kusangka dia sangat lucu dan humoris. Ngomong-ngomong di mana kau mengenalnya?”            “Kami tak sengaja bertemu saat menjalankan misi. Saat itu kami terus berantam dan akhirnya aku dan Daniel semakin akrab.”            Krein mengangguk-ngangguk saat Kiana bercerita panjang tentang Daniel. Semua tentang kebaikan dan keburukan lelaki itu ia cerita bahkan sifat teman-teman Daniel juga ia cerita. Terlalu bersemangat bercerita hingga dua jam lamanya Kiana bercerita. Bola mata Krein mulai terlihat sayu karena sangat mengantuk. Ia ingin menghentikan Kiana tapi ia tak bisa. Melihat wanita itu terlalu bersemangat membuatnya tak bisa berkata apa-apa.            Akhirnya cerita Kiana pun selesai saat tiga jam berlalu. “Aku sudah sangat mengantuk. Aku kembali ke kamarku dulu yah.”            “Okey ...”            Krein pun berjalan menuju pintu dan saat kakinya hampir keluar Krein kembali menatap Kiana. “Jangan lupa untuk masuk besok. Kau sudah bolos tiga hari. Dan para guru menanyakanmu.”            “Emmm. Kau tenang saja.” Krein pun keluar setelah ia mengucapkan selamat malam pada Kiana.            Kiana menutup pintu kamarnya. Bersandar pada dinding kamar. Menatap sekelilingnya yang kini menjadi sunyi. Tak ada lagi lelaki yang selalu membuatnya marah. Kiana membiarkan tubuhnya terjatuh lalu memeluk kedua lututnya.            “Bisakah aku menjalani hidupku tanpa mu ...” lirihnya sedih. ****            Saat matahari mulai memancarkan sinarnya. Kiana bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap-siap berangkat ke kelas. Tersenyum saat melihat tampilannya di cermin.            “Semangat Kiana. Kau pasti bisa melalui ini semua,” batinnya menyemangati diri.            “Kiana apa kau sudah siap?” sebuah teriakan dari luar pintu seperti biasa.            “Iya. Tunggu sebentar.” Kiana berlari membuka pintu.            “Drake ja_” perkataan wanita itu terhenti. Lagi-lagi ia mengingat Drake. kemarin ia terbiasa menyuruh Drake untuk menjanga kamar sebelum ia keluar.            “Kiana ada apa?’            “Ahh. Tidak apa-apa. Ayo berangkat.” Kiana segera menarik tangan Krein menuju kelas mereka. Keduanya terus berjalan hingga akhirnya mereka pun sampai di kelas.            “Tunggu sebentar. Apa benar ini ruangan kita?” tanya Kiana ragu.            “Iya. ini memang ruangan ki_”            “Apa!” pekik Kiana kaget.            “Ada apa?”            “Apa kau serius kita belajar di tempat ini?” tanya Kiana sekali lagi. Ruangan di hadapanya sangat jelek. Dinding-dinding ruangan juga sudah terkelupas sedikit. Terlihat seperti gudangan penyimpanan.            “Iya.”            “Minggir.”            “Arkhhh ...” sebuah senggolan keras hampir membuat Kiana terjatuh. Kiana pun menatap lelaki yang baru saja masuk.            “Sepertinya dia terlihat sangat familiar.”            “Apa kau kenal dengannya?”            “Tentu saja. diakan lelaki yang menyenggolmu saat pertama masuk. Saat itu kau hampir saja memukulnya. Untungnya saat itu ada guru. Jika tidak kalian pasti berantam.” “Dan bisa jadi karena dia kau tidak menyadari ruangan kita. Kau terlalu fokos mengawasi lelaki itu kemarin,“ sambung Krein. “Ah. Benar juga.” Kiana pun mulai mengingat kejadi pertama masuk. “Ayo masuk sebelum gurunya masuk.” Kiana dan Krein pun masuk. Beberapa detik kemudian seorang guru pun masuk. Proses pembelajaran pun berlangsung cukup baik walau sempat Kiana mendapatkan teguran akibat tidak masuk dua hari. Tak lama kemudian pelajaran pun selesai. “Ayo pergi makan. aku sudah sangat lapar.” “Emmm. Baiklah.” keduanya pun berjalan keluar ruangan. Tak menyadari seorang lelaki sedari tadi memperhatikan keduanya dengan tatapan yang aneh. ****            “Wahh. Sangat ramai, yah.” pekik Krein menatap sekelilingnya yang penuh dengan lautan siswa baik dari kelas satu hingga dari kelas tiga.            “Kiana aku pergi ke kamar mandi dulu, yah. Kau pesanlah duluan. Nanti aku akan kembali.”            “Emm. Baiklah.”            Setelah krein pergi Kiana pun memesan makanan pada salah satu staf kantin. Semua pasang mata tertuju padanya dan tertawa mengejek. Namun, ia tetap cuek dan tak perduli.            Tak lama kemudian pesananya pun siap. Kiana sejenak melirik sekelilingnya berharap Krein telah kembali. Tapi ia hanya bisa mendesah kecewa. Yang di tunggu masih belum kembali.            “Dia ke mana sih. Lama bangat.”            Tak jauh dari tempat Kiana. Tiga wanita menatapnya dengan senyum menyeringai. “Wanita jelek itu ada di sini. Sangat menganggu pemandangan.”            Setelah beberapa menit kemudian Kiana pun selesai menghabiskan makanannya. Ia mendesah kecewa. Krein tak kunjung kembali ke kantin.            Makanan yang ia pesan untuk Krein terpaksa ia kembalikan. Wanita itu pun berjalan membawa nampan berisi makanan Krein.            Namun, tubuh wanita itu pun terjatuh saat sebuah kaki dengan sengaja menyengolnya hingga membuatnya terjatuh. Makanan itu pun menimpa tubuh Kiana yang tersungkar di lantai. Beberapa siswa yang melihat tertawa terbahak-bahak melihatnya tanpa ada satu siswa pun yang ingin membantu.             Kiana menatap sang pelaku dengan wajah marah. “Apa kau tidak apa-apa? maafkan aku. Aku tidak sengaja. ]” wanita itu mengulurkan tangan dengan wajah polosnya.            Kiana menepis tangan wanita itu kasar. “Kau sengajakan ...” desis Kiana marah.            “Sungguh aku tidak sengaja tadi.”            “Bohong kau sengaja melakukannya.”            “Hiskk ... hiskk ... sumgguh aku tidak sengaja.” Semua siswa yang ada di kanati itu seketika menatap Kiana benci.            “Hei. Apa yang kau lakukan? Dia sudah minta maaf dan kau masih menuduhnya.”            “Iya. kau yang seharusnya minta maaf bukan dia.”            Semua siswa menyudutkannya. Kiana takut, padahal ia melihat dengan jelas. Wanita itu sengaja menyengol kakinya.            “Sungguh aku melihat sendiri. Dia sengaja menyenggol kakiku.” Kiana berusaha membela diri. Tapi tak satu pun dari mereka percaya.            Salah satu siwa tiab-tiba melemparkan Kiana telur mentah. “Apa yang kau lakukan!” pekik Kiana marah. Tapi pekikannya malah di balas oleh lemparan telur satu persatu.            Kiana terduduk sedih. mengapa ia di perlakukan sepert ini.            “Stop!”            “Rasakan ini gadis jeleek.”            “Hiskk ... hiskkk aku mohon ...hentikan ...” TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD