BAB 21 Tertimpa Masalah

1181 Words
Kiana memperhatikan tiap-tiap sisi ruangan toko makan yang ia tempati sekarang. “Banyak sekali orang,” batinnya. Tak lama kemudian pesanannya pun tiba. “Ini pesanannya,” ujar pelayan itu dan segera meletakkan nampang yang berisi makanan pesana Kiana. “Terima kasih.” Kiana pun makan dengan lahap. Setelah berkelana tiga hari tiga malam di hutan dan hanya makan buah-buahan akhirnya wanita itu pun bisa merasakan makanan yang bisa mengenyangkannya. Tanpa ia sadari beberapa orang tengah memperhatikannya dan menyeringai. Satu jam telah berlalu. Akhirnya wanita itu pun selesai makan. Kiana pun berjalan menuju kasir untuk membayar makanannya. “Ini bayarannya.” Sambil menyodorkan beberapa lembar uang terakhirnya. Saat Kiana akan pergi, wanita itu kembali ke kasir untuk bertanya. “Maaf menganggu, Mba, kalau boleh tahu apakah di sini menyediakan pekerjaan? Atau kah di mana aku bisa mendapatkan pekerjaan?” tanya Kiana canggung. Pemilik kasir itu tersenyum padanya. “Kalau di sini belum menyediakan pekerjaan. Tapi sepertinya aku tahu di mana kau bisa mendapatkan pekerjaan.” “Benarkah?!” pekik Kiana senang. “Iya, tapi, aku tidak tahu apa kau bisa atau tidak. Setidaknya kau bisa mencobanya sebentar.” “Iya ... iya aku mau Mba.” Kasir wanita itu pun mengeluarkan sebuah peta dan menunjukkan arah di mana Kiana bisa mendapatkan pekerjaan. “Coba deh, kamu ke sana. Di sana mungkin kamu bisa mendapatkan pekerjaan.” Kiana mengangguk senang. “Terima kasih, Mba.” Kiana pun meninggalkan tokoh tersebut dengan perasaan senang. Tanpa ia sadari beberapa lelaki tengah memperhatikannya sedari tadi. Tak hanya itu kasir itu juga menyeringai padanya. “Sepertinya ada mangsa baru nih.” *** Kiana keluar dari toko makanan itu sambil membawa kandang yang berisi naga kecilnya. Sambil memegang peta yang di berikan wanita kasir itu, Kiana mengikuti arah di mana peta itu membawanya. Lama wanita itu berjalan mengikuti arah petunujuk peta, senyum wanita itu pun pudar. Kiana menghentikan langkahnya dan memperhatikan sekelilingnya. “Ini di mana?” ia bertanya pada dirinya sendiri. Peta tersebut membawa di sebuah hutan keluar dari desa yang ia kunjungi tadi. “Apa aku harus jalan lagi?” batinnya. Ada sedikit keraguan pada dirinya. Apa ia harus jalan lagi sesuai petunjuk peta atau kembali ke desa untuk bertanya. Yang jadi masalah saat ini adalah karena peta itu membawanya pada sebuah hutan belantara. Tak ada siapa pun di hutan ini. Dan ia takut jika ia kena tipu. Lama Kiana berhenti untuk berpikir, akhirnya wanita itu memutuskan untuk kembali berjalan menuju arah peta. Sekitar satu kilo meter Kiana berjalan. Akhirnya wanita itu menemukan sebuah cahaya terang tak jauh di depannya. Senyumnya merekah saat itu juga. “Sepertinya itu lah tempatnya.” Kiana pun mempercepat langkahnya masih tak menyadari bahaya kini menantinya. Drake/ Kelvin yang sedari tadi tertidur masih tak menyadari Kiana kini dalam bahaya. Lelaki itu masih asyik dengan mimpi indahnya. Ia terlalu malas untuk membuka kedua matanya. Kiana pun berhenti saat ia tiba di pintu masuk rumah kecil yang ada di hadapannya. Sejenak ia memperatikan sekelilingnya. Di tengah hutan ini hanya ada rumah ini saja yang bediri kokoh. Hawa dingin tiba-tiba menerpa tengkuknya membuat bulu Kiana meremang. “Kenapa hawa di sekitar sini sangat dingin yah,” batinnya. “Permisi! Apa ada orang di dalam?” Kiana mulai berteriak nyaring. Sambil mengetuk pintu berbahan kayu tersebut. Tak ada jawaban. “Permisi! Apa ada orang di dalam?” sekali lagi Kiana berteriak nyaring. Tapi masih tak ada jawaban. Sudah ke tiga kalinya Kiana berteriak. Namun, tak ada jawaban sama sekali. Akhirnya wanita itu pun memutuskan untuk membuka pintu. Pintu itu terbuka. “Pintunya terbuka. Apa aku boleh masuk yah,” batinnya. “Permisi! Apa ada orang di dalam? Aku masuh saja yah!” Kiana pun berjalan masuk kerumah kayu tersebut secara perlahan. Saat Kiana masuk wanita itu di sambut oleh kegelapan. Hanya di bagian luar rumah saja yang ada lampunya. “Gelap sekali ...” walau begitu wanita itu tetap masuk. Namun, saat Kiana masuk lebih dalam tiba-tiba angin berhembus seketika. Bau amis tiba-tiba menerpa hidungnya membuatnya ingin muntah saat itu juga. Kiana segera membekap mulutnya menahan isi perutnya agar tak keluar. Aroma menyengat itu membuatnya serasa ingin muntah saat itu juga. “Bau apa ini!” pekiknya. Kiana pun meletakkan kandang naga kecilnya. Lalu tangan kanannya menutup hidungnya sedangkan tangan kirinya berusaha mencari saklar lampu. Kiana memeriksa tiap-tiap dinding di rumah itu. “Ini dia,” batinnya saat merasakan tangan kirinya menemukan saklar lampu. Dan saat wanita itu memencet tombol On. Rumah kayu itu pun seketika menjadi terang. Wanita itu pun disambut oleh banyaknya bangkai manusia di dalamnya. Seketika tubuhnya gemetar ketakutan. Dengan tubuh gemetar Kiana mencoba untuk keluar dari rumah itu, tapi entah kenapa pintu yang ia lewati masuk tiba-tiba tertutup dan terkunci. “TOLONG!” “TOLONG! ... SIAPA PUN TOLONG AKU!” Kiana berteriak kencang sambil berusaha membuka pintu itu. Drake/ Kelvin yang sedari tadi tertidur pulas pun merasat terganggu dengan teriakan Kiana. “Ada apa sih. Teriak-teriak. Ganggu tidur saja,” batin Drake sambil memperbaiki posisinya dan berusaha mengembalikan kesadarannya. Satu menit kemduia, sebuaha aroma yang sangat menyengat pun tiba –tiba merasuki hudungnnya. Saat itu juga lah Drake ikut panik saat menadapati banyak bangkai manusia di sekitarnya. “I ... INI .... Wanita bodoh itu lagi-lagi tertimpa masalah.” Lelaki itu panik sambil mengerutu dalam hati. Ia hanya bisa memandangi wajah panik Kiana. Karena ia juga tak bisa keluar begitu saja. Jika ia keluar Kiana akan tahu siapa dia sebenarnya. “Iya hanya bisa mencari kesempatan yang bagus untuk keluar dan membantu Kiana. Karena untuk sekarang ia tak bisa bantu. Ia tak bisa membongkar penyamarannya di hadapan Kiana. Ia takut, jika Kiana tahu, wanita itu akan marah, membencinya dan tak ingin lagi berada di sisinya. Di luar rumah kayu itu, banyak lelaki dan ada satu wanita yang sedang menyeringai mendengar teriakan Kiana. “Tangkapan bagus teman-teman.” “Saatnya kita makan malam,” ujar seorang wanita yang ada di antara para lelaki itu. Dan dalam hitungan detik kemudian. Para lelaki dan satu wanita itu pun berubah wujud. *** Di sebuah ruangan yang sangat luas terlihat seorang lelaki sedang berbaring manis di singgah sananya. Sambil membaca sebuah buku dengan serius. Di tiap-tiap sisinya ada pelayan yang setia mengipasnya. Tak hanya itu beberapa wanita juga kini mengurut kakinya dan ada juga yang menyuapinya dengan anggur. “Tuan!” “Tuan!” Seorang lelaki masuk dengan terburu-buru sambil memanggil tuannya. “Ada apa teriak-teriak.” Lelaki itu pun berlutut seketika saat tiba di hadapan sang tuan. “Maaf, Tuan. Saya punya kabar buruk dari para pengintai.” “Katakan.” “Begini, Tuan. Dari informasi yang saya dapat. Sepertinya wanita yang di rumorkan sebagai keturuan terakhir dari sang Dewi kini dalam bahaya, Tuan.” “APA!” pekiknya marah. Buku yang ia pegang dengan serius tadi pun ia lempar ke segala arah. “SIAPA YANG MELAKUKANNYA!” Bentak lelaki itu membuat sang pengantar informasi itu pun gemetar ketakutan. “Maaf, Tuan. Saya tidak tahu.” “SIAL!” “Aku harus bertindak cepat dan memberikan mereka pelajaran. Aku tak bisa membiarkan keturunan sang Dewi celaka. Aku harus mendapatkan keturuann terakhir itu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD