BAB 20 Menemukan Desa

1118 Words
“Dasar wanita lebay. Enak saja paggil panggil sayang ...”maki Kelvin/ Drake dalam hati. Naga kecil itu pun beranjak akan pergi meninggalkan Kiana. Tapi, ia terhenti saat merasakan hawa membunuh di belakannya. Saat ia berbalik ia melihat tatapan Kiana yang seakna ingin membunuhnya. “Mati aku. sepertinya dia marah aku gigit tadi,” batin Kelvin/ Drake. Cepat-cepat naga kecil itu ingin lari. Tapi, sebuah tangan besar tiba-tiba menangkapnya. “Kau mulai nakal, yah!” pekik Kiana geram. Kelvin/ Drake berbalik menatap Kiana ngeri. Dan dalam hitungan ketiga, wanita itu pun memeluknya sangat erat dengan gemasnya. “Eiii ... kau sangat imut sih! Kau jangan nakal yah. Kau tak boleh menggigit lagi. Okey. Kalau kau masih nakal aku akan memelukmu dengan sangat erat mengerti!” perkataan Kiana membuat Drake/ Kelvin terdiam. Nega kecilnya pun diam. Kiana tersenyum pada naga kecilnya. “Kau seakan-akan mengerti perkataanku. Kau sangat pintar Kelvin ...” ujar Kiana memuji sambil mengelus-elus naga kecilnya. Wanita itu kembali mengambil buah-buahan yang telah ia kumpulkan tadi. Sambil kembali makan sesekali Kiana memberikan sedikit buah itu pada naga kecilnya. Kiana tersenyum senang saat Kelvinya diam dan menuruti. “Kau sangat pintar,” puji Kiana sekali lagi dan mengelus tubuh Kelvin/ Drake. Drake yang semula kesal dengan Kiana pun terdiam dan merasa ke enakan di elus-elus. Tak lama lagi gelap, Kiana dan naga kecilnya pun segera melanjutkan perjalanan mereka dan mencari tempat yang aman untuk berteduh. Hampir dua jam Kiana dan naga kecilnya berkelana di hutan itu. Hingga akhirnya malam pun tiba. Dengan terpakasa Kiana pun menghentikan perjalanannya dan mencari kayu bakar untuk membuat api unggun. Setelah mengumpulkan kayu bakar, segera wanita itu menyalakan api dengan menggosokkan batu ke batu untuk menimbulkan percikan api. Untungnya Kiana sudah terbiasa hidup di hutan jadi untuk menyalakan api tanpa korek api pun ia bisa. “Akhirnya menyala juga,” pekiknya senang. Kiana memperbaiki duduknya, menatap api unggun di hadapnnya dan sesekali melempar kayu bakar di dalam api unggun tersebut. Di sampingnya Drake/ Kelvin duduk manis memperhatikan apa yang di lakukan Kiana. “Kira-kira apa lelaki itu sudah sampi di kampung halamanya yah ...” gumam Kiana tiba-tiba. Seketika Drake/ Kelvin melebarkan telinganya untuk mendengarkan dengan saksama apa yang di gumamkan wanita itu. “Bagaimana yah kabarnya sekarang ...” Kiana menengadah di langit menatap langit malam yang penuh dengan bintang berharap ia menemukan Drake lelaki penolongnya di antara bintang-bintang di langit. “Apa dia sedang membicara kan ku yah,” batin Drake/ Kelvin. Kiana pun menatap naga kecilnya. “Kau tahu, saat kau tidak ada. Ada seorang lelaki yang selalu menolong dan membantuku. Aku penasaran kira-kira dia sedang apa yah. Apa dia akan merindukanku?” “Itu tidak mungkin sih. Lelaki itu sangat tidak peka dia tidak mungkin merindukanku emangnya aku siapa,” lanjut Kiana pada dirinyanya sendiri. “Wanita ini sadar diri juga,” batin Drake cuek. “Walau pun begitu, aku sangat berterima kasih padanya. Walaupun dia sangat mesuum tapi, ia punya sisi baik juga.” Hampir dua jam lamanya Kiana curhat pada naga kecilnya tentang lelaki yang selalu menolongnya. Tak jarang wanita itu memuji dan mengagumi lelaki penolongnya itu. Mendengarkan curhatan Kiana membuat Drake/ Kelvin tersenyum-senyum sendiri setelah di puji-puji oleh wanita yang ada di hadapnnya. Setelah menuangkan segala curhatanya. Wanita itu pun membaringkan tubuhnya di tanah. “Sebaiknya aku tidur aku sudah ngantuk sekali ...” lirih wanita itu. Sejenak Kiana meregangkan tubuhnya sebelum berbaring di tanah yang dingin. Satu jam setelah Kiana tidur. Drake mengucapkan sebuah mantra, lalu tiba-tiba lelaki itu sudah ada di luar kandang. Lelaki itu pun, mengelus pelan rambut Kiana. Lelaki itu memperhatikan lutut Kiana yang terluka dan mengeluarkan sedikit darah. “Akan sangat bahaya jika luka ini di biarkan terus. Untungnya wilayah ini tak ada vampirnya. Jika ada bisa jadi Kiana di serang.” Segera lelaki itu pun mengucapkan sebuah mantra dan saat itu juga luka di kaki Kiana pun kembali seperti semula seakan wanita itu tak pernah terluka sebelumnya. “Tidur yang nyenyak yah,” gumam lelaki itu. Lalu seperti biasa Drake melakukan rutintas hari-harinya hingga menjelang pagi. *** Kiana menguap sangat lebar saat wanita itu mulai mendudukkan tubuhnya. Wanita itu memperhatikan sekitarnya. Api unggun yang ia nyalakan semalam masih menyala. “Aneh. Bukankah seharusnya api unggun ini sudah mati dari tadi yah. Kok masih menyala. Tak hanya itu bukankah semalam masih ada sisa kayu bakar di sampingku. Kok sudah hilang semua sih,” gumam Kiana dalam hati. Saat bangun banyak ke anehan yang selalu ia alami. “Biarlah. Mungkin ini hanya perasaanku saja,” lanjutnya. Kiana pun berdiri. Dan lagi-lagi ia menyadari sesuatu yang aneh. Secara perlahan wanita itu melihat ke arah lututnya. “Kakiku sudah sembuh. Ajaib sekali!” pekiknya senang. “Apa jangan-jangan aku punya regenerasi kulit yang cepat yah,” batinnya. Mendengar celetoh Kiana membuat Drake yang sedari tadi mendengarkan pekikan wanita itu tertawa dalam hati. Pagi ini Kiana lucu sekali. Wanita itu meregangkan tubuhnya dan sesekali menguap. Di hadapan Drake wanita itu berolahraga ringan. “Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ... enam ... tujuh ... delapan ... satu ...” setalah lima belas menit kemudian wanita itu pun menyelesiakan olahraganya. “Saatnya melanjutkan perjalan!” pekik wanita itu girang. Tapi, senyumnya tiba-tiba hilang. Kiana menghela napas. “Aku harus kemana yah? aku tak punya tujuan hidup ...”lirihnya. “Aku jalan saja. Siapa tahu di sepan sana aku bisa menemukan sebuah desa atau kota. Mungkin aku harus mencari pekerjaan.” “Saatnya berangkat!” pekiknya. Wanita itu pun kembali melanjutkan perjalannya. Ada banyak rintangan yang ia lalui. Mulai dari meniki gunung, melewati aliran sungai, dan ada banyak ular berbisa yang ia lihat selama di perjalanan. Untungnya wanita itu kuat dan bisa mengatasinya dengan mudah. Sesekali, Kiana berhenti untuk beristirahat setelah itu wanita itu kembali melanjutkan perjalannya. Hingga tak terasa, perjalan wanita itu menuju ke arah barat kini menemukan titik terang. Setelah tiga hari tiga malam berkelana di hutan. Akhirnya Kiana melihat sebuah pemukiman tak jauh dari tempatnya. Wanita itu pun memperhatikan pemukian dari jauh. “Sepertinya itu adalah Desa. Sebaiknya aku sana siapa tahu aku bisa menemukan pekerjaan yang cocok untukku,” batinnya. Tak lama kemudain, wanita itu pun tiba di desa itu. Segera Kiana mencari tempat untuk makan. untungnya ia masih punya sedikit uang. Kiana memasuki sebuah toko makan, wanita itu duduk di paling ujung dekat jendela. Tak lama kemudian seorang pelayan menghampirinya. “Mau pesan apa?” “Apa saja deh. Yang jelas makanan aku sangat lapar sekarang.” “Baiklah. Tunggu sebentar yah.” pelayan itu pun pergi meninggalkan Kiana yang duduk diam sambil kedua matanya menyesuri tiap-taip sisi ruangan itu. Tanpa ia sadari beberapa lelaki tengah memperhatikannya secara diam-diam. “Sepertinya ada mangsa baru, nih.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD