BAB 75

1215 Words
             “Wahh. Apa aku bisa menggunakan semuanya?”              “Emmm. Tentu saja. Tapi kau harus mendengarkan arahan dari kami saat melatih mu.”              “Baiklah. Lalu apa yang harus saya gunakan hari ini?”              “Kau lihat karung pasir itu.” tunjuk Kriya pada karung pasir yang ada di lapangan yang luas.              “Emm.”              “Untuk latihan hari ini. Kau berlari mengililingi lapangan luas itu sebanyak lima puluh kali dengan sebuah karung pasir terikat di tubuhmu.”              “Apa kau yakin dengan latihan ini bisa meningkatkan kekuatanku.”              “Tentu saja. Saat pertama masuk di Academic ini kami latihan seperti ini. Dan hasilnya tentu saja memuaskan.”              “Baiklah aku akan melakukannya ...” ujar Kiana pelan walau ia sedikit ragu. Tapi ia mencoba untuk percaya.              Kaiana pun berjalan menuju tengah lapangan. Mengikat karung pasir itu pada tubuhnya dibantu oleh Karin. Setelah persiapan telah siap. Karin dan dua temannya pun menyingkir dan duduk manis di sebuah bangku sambil menyaksikan Kiana yang berkeliling lapangan dengan karung pasir di tubuhnya.              “Dia bodoh sekali. Mau-maunya dia ditipu. Ha ha ha....” bisik Kriya sambil tertawa terbahak-bahak melihat Kiana yang kesulitan berlari. Berjalan kaki pun sulit apa lagi harus berlari.              Kiana terus berjuang berlari mencapai angka lima puluh. Tapi saat angka dua puluh putaran ia sudah tidak kuat lagi. Wanita itu terjatuh dan tersungkar di tanah. Peluh membanjiri tubuhnya.              “Padahal masih setengah lagi ...” lirihnya.              Ketiga gadis cantik itu pun mendekati Kiana yang terjatuh. “Wahhh. Sangat di sayangkan. Sepertinya kau tidak bisa melakukannya. Sepertinya kemampanmu memang tak bisa meningkat. Latihan sekecil ini saja kau tidak bisa.”              “Maafkan aku. Aku akan berlatih lebih giat lagi.”              “Sudahlah. Kami ingin pulang. Jika kau ingin latihan. Yah. Latihan saja sendiri. Kami lelah hanya dengan memperhatikanmu.” Ketiga wanita itu pun berjalan pergi. Namun Kiana segera menghentikan langkahnya.              “Tunggu sebentar.”              Karin berbalik. “Apa kah aku masih bisa menggunakan lapangan ini besok?”              “Tentu saja. Asalkan kau tak memberitahukan siapa pun tentang latihan ini.”              “Baiklah. Aku  tidak akan memberi tahu siapa pun.”              Setelah ketiga gadis itu pergi Kiana kembali mengelilingi lapangan dengan sekuat tenaga. Diam-diam Karin dan dua temannya mengintip dari balik pohon.              “Ternyata dia sangat mudah di bohongi... ha ha ha...” ****              Rintik hujan menjadi saksi bisu perjuangan Kiana. Kedua kakinya sudah sangat lemah dan gemetar. Hari sudah sangat gelap dan Kiana masih berjuang mengelilingi lapangan. Hingga wanita itu kembali tersungkar. Ia sangat lelah. Dan tak bertenanga. Mengangkat tubuhnya pun sangat sulit.              Hingga akhirnya pandangannya mulai mengabur. Kiana mencoba untuk bangkit tapi ia kembali terjatuh. Sebuah bayangan mendekat. Kiana mencoba melihat lelaki itu.              “Drake ....” lirihnya sebelum akhinya kegelapan membawanya ke alam mimpi.              Lelaki itu tersenyum sendu pada Kiana. “Gadis bodoohhh ... sampai kapan kau akan terus membuatku cemas ...” lirihnya.              Lelaki itu segera mengendong Kiana ala bridal style lalu melebarkan sayapnya membawa Kiana pergi. ****              Sinar matahari memancarkan cahayanya dan masuk ke sela-sela dinding  pada sebuah kamar. Cahaya menerpa wajah seorang wanita yang masih bergelut manja dengan kasurnya. Di luar kamarnya seorang wanita lengkap dengan serangam mengetuk pintu wanita itu. Berteriak dan memanggil. Tapi, Kiana tak kunjung bangun.              Tok tok tok              “Kiana! Apa kau sudah bangun! Kalau kau tidak bangun aku tinggalkan kamu. Biar kamu dihukum karena terlambat.”              Seketika wanita itu bangun. “Apa dihukum. TIDAKKKK!”Wanita itu sepontan turun dari ranjangnya. Tapi tubuhnya terjatuh seketika. Seluruh tubuhnya sakit dan terasa remuk.              “Arkhhh...”              Kiana pun memperhatikan sekelilingnya. “Kapan aku kembali? Bukankah kemarin aku tertidur di lapangan itu.”              “Kiana? Apa kau baik-baik saja?” teriak Krein cemas saat mendengar suara rintih wanita itu.              “Aku baik-baik saja.” Kiana kembali bangkit membukakan pintu.              “Maaf. Aku balum siap. Kau pergilah duluan nanti aku menyusul.”              “Baiklah. Cepatlah. Kalau tidak kau akan dihukum.”              “Iya. Kau tenang saja. Aku pasti datang tepat waktu.”              Setelah Krein pergi Kiana pun cepat-cepat masuk ke kamar mandi. Lalu setelah lima belas menit berlalu wanita itu pun selesai berpakaian. Wanita itu segera keluar.              “Ahh. Aku hampir lupa buku ku.” Kiana kembali masuk ke kamarnya saat melupakan buku dan tasnya.              Tasnya ada di atas meja dekat ranjangnya dan buku pelajaran hari ini pun sudah tersedia. “Sejak kapan aku menyiapkan buku-bukuku,” batin Kiana bingung.              “Masa bodo ah. Mungkin aku memang sudah menyiapkannya tadi malam ...” gumamnya pelan lalu berjalan keluar dari kamar.              Drake yang sedari tadi mengawasi Kiana di bawah ranjang tersenyum melihat tingkah lucu wanita itu yang sangat ceroboh. Lelaki itu pun keluar dari persembuyiannya dan menatap kepergian Kiana.              “Ahhh. Untungnya semalam aku sudah menyiapakan buku-bukunya.” Lelaki itu segera keluar dari kamar Kiana dan mendesah berat saat menyadari Kiana lupa mengunci pintu. “Gadis ceroboh itu lupa mengunci kamarnya ...” Gumamnya kesal lalu mengunci pintu kamar wanita itu. ****              Kini Kiana dan dua sahabatnya tengah makan bersama di kantin. “Semalam kau pulang jam berapa? Kok aku tak pernah mendengar mumbuka pintu?”              “Ajhhh. Mungkin kau tidur sangat nyenyak jadi tak menyadari pintu kamarku terbuka. Ha ha ha.”              “Tapi, ngomong-ngomong kau ke ke mana seharian kemarin?”              “Ahhh. Aku sedang melakukan sesuatu.”              “Melakukan apa?”              “Ini rahasia. He he he ....”              “Yahh. Kau tak setia kawan. Kau tak ingin berbagi rahasia.”              “Maaf. Aku akan menceritakannya saat waktunya tiba.”              “Baiklah.”              “Hari ini apa kau akan latihan di lapangan?” tanya Daniel.              “Emmm. maafkan aku. sepertinya aku tidak bisa. Kalian latiha saja berdua.”              “Emm. Baiklah.”              Setelah jam perlajaran selesai. Kiana kembali ke tempat latihan kemarin tanpa ada yang tahu.”Karin dan dua temannya tidak ada,” desahnya kecewa.              “Tidak apalah. Aku latihan saja sendiri.”              Kiana pun kembali berlari lapangan dengan karung pasir yang terikat di tubuhnya. Awal berlari ia masih kuat dan masih merasa baik-baik saja. Tapi saat hitungan ke lima karung pasirnya mulai terasa berat bahkan kedua kakinya juga mulai lemah.              “Ayolah. Semangat Kiana. Kau pasti biasa keliling hingga lima puluh putaran,” batinnya menyemangati dirinya.              Hingga putaran ke dua puluh ia sudah sangat lelah wanita itu membaringkan tubuhnya di tanah. Tak peduli jika tubuh dan pakaiannya akan kotor. Wanita itu menatap langit biru yang sangat indah. Dan tiba-tiba saja bayangan wajah Drake tercetak di langit biru itu.              “Kira-kira dia sedang apa yah? apa dia bersenang-senang tanpaku? Apa kah dia merindukanku?”              Kiana mengulurkan tangannya kelangin ingin menyentuh wajah lelaki itu. “Drake ... aku merindukanmu ...” lirihnya.              Tanpa Kiana sadari. Sedari tadi Drake mengawasinya dari kejauhan sambil memakan cemilan. “Dia ngapain sih. Tidur-tiduran di tanah,” gumamnya sedikit kesal.              Kreiutt              Bayangan Drake pun menghilang di gantikan rasa lapar yang memberontak di perutnya. “Aisss. Aku lapar sekali. Aku pergi beli makanan dulu deh sebelum kembali latihan.” Wanita itu bangkin melepas ikatan tali karung pasir dan berjalan menuju tempat ia menyimpan tas dan buku-bukunya.              Setibanya ia di tasnya. Ia melihat banyak tumpukan cemilan di dekat tasnya. “Wahhh. Siapa yang membawakan cemilan untukku?” pekiknya senang.              “Apa jangan-jangan. Karin dan dua temannya yang membawakanku cemilan? Ternyata dia baik sekali dan sangat perhatian.”              “Besok-besok aku harus berterima kasih padanya.” TBC    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD