3

999 Words
3√ Sedari tadi Vian berusaha melepaskan tangan Elsa yang menggelayut manja di lengannya, membuatnya risih terlebih lagi karena banyak anak SMA Aruma yang memperhatikan mereka penuh rasa ingin tahu.  "Lepas" ujarnya keras.  Elsa hanya memutar bola matanya tak acuh tanpa menuruti ucapan Vian "Kalau lo ngga mau gue gandeng, gue bakal bilang ke semua siswa Aruma kalau lo itu calon suami gue" ancamnya.      "Terserahhh" Vian berucap penuh penekanan tepat di depan wajah Elsa.  "Oke" wanita itu membalas tatapan Viab penuh seringai.  "PERHATIAN SEMUA, GUE MAU UMUMIN KALAU ALVIAN ADALAH...."  "Oke, lo boleh gandeng gue sesuka hati lo" putus Vian mengalah. Ia tak ingin orang lain mengetahui perihal hubungannya dengan Elsa.  Dengan penuh kemenangan Elsa mengedipkan sebelah matanya ke arah Livi dan Rebecca.  "Nanti lo harus temenin gue di apartement gue"  "Ngapain?"  "Ya nemenin, gue kesepian"  Vian melangkahkan kakinya membawa Elsa supaya jauh dari keramaian, ia tak suka di pandang ganas oleh para pria Aruma yang mengidolakan Elsa.  "Lo ini sebenarnya kenapa sih? Kemarin lo bilang ngga mau nikah sama gue. Terus kenapa sekarang lo malah deket-deket sama gue"  "Yg pertama karena papa ngga mau batalin pernikahan kita"  "Yang kedua karena kata mami, gue harus ada yg merhatiin"  "Terus yang ketiga, karena gue di tantang sama Livi dan Rebecca buat bikin lo jatuh cinta"  Vian hanya mengusap wajahnya kasar dan menghela nafas berulang-ulang.  Selama dua tahun ia bersekolah di SMA Aruma ini, ini pertama kalinya ia dekat dengan Elsa. Ia benar-benar tak bisa memahami jalan pikiran gadis di sampingnya ini.  Cewek senyebelin ini jadi cewek paling diidamkan pria Aruma?  Sepertinya mereka perlu perikasa mata dan hati untuk suka sama cewek kayak gini. Itulah yang ada di pikiran Vian.  Kringg..  "Udah bell, masuk gih" usir Vian pada cewek itu.  "Nggak ah, kita bolos aja yuk. Bulan ini gue belum ada bolos, sumpah..untung keinget"  "Ogah, lo kayak udah pinter aja pake acara bolos"  "E...."  "ALVIAN ELSA... KALIAN UDAH DENGER BEL KAN?" teriakan delapan oktaf itu mengejutkan Elsa dan Vian.  Elsa yang terkejut bahkan sempat membulatkan matanya dan menggeser duduknya hingga menyentak Vian.  "I..ya bu Ke..hehehe" Elsa terkekeh ke arah guru yang ia panggil bu 'KE' itu. Padahal nama aslinya adalah Ike.  "Masuk" perintah bu Ike semakin garang.  "Bu Ke, jangan marah-marah aja, ntar gagal nikah lagi. Kan dua hari lagi bu"  "Diam kamu Elsa"  "Ya Allah bu, Elsa ngga tega biarin ibu ngomong sendirian. Lagian kata papa Elsa ya bu, kalau orang tua ngomong itu di jawab"  "Astaga" bu Ike mengelus dadanya sambil menarik nafas sebanyak mungkin.  Sedangkan Vian lagi-lagi memandang Elsa heran. Pandangannya seolah mengatakan 'pantesan aja di nikahin ama gue, lah bapaknya mana kuat punya anak kayak gini'  "Masuk ya Elsa, murid kesayangan ibu" pinta bu Ike dengan penuh kesabaran yang di paksakan.  "Lah Alvian ngga disuruh masuk bu? Jangan-jangan ibu niat ngga baik ya sama pacar saya" tuduh Elsa menunjuk-nunjuk wajah bu Ike dengan tak sopan.  "Elsa"  "Iya bu"  "Masuk gih..bawak sekalian pacar kamu." usir bu Ike memilih mengalah dengan remaja yang ia tau tak akan bisa ia lawan itu.  "Hati-hati ya bu Ke-jam" ujar Elsa disudut lorong dengan teriakannya.  "Nanti pulangnya tungguin gue ya. Belajar yang baik supaya anak kita nanti pinter"  Elsa hanya mengangguk tak semangat, namun setelahnya ia memegang pipi kanannya.  Elsa telah memasuki kelasnya yang memang lebih dulu jumpa di bandingkan kelas Vian yang melewati tiga kelas lagi. Cewek itu tak bertanggung jawab setelah berhasil membuat Vian mematung. Cewek itu mencium pipi Vian tanpa ragu.  "Gue ragu dia masih perawan, nakal amat yak" ujar Vian pelan seolah berbisik pada dirinya sendiri.  Setelah itu melanjutkan langkahnya ke kelasnya untuk melanjutkan pelajaran terakhir.  ***  Sepulang sekolah Elsa berdiri di parkiran, lebih tepatnya di samping motor Vian. Beberapa cowok Aruma yang melihat Elsa menunggu itu, melayangkan sapaan mereka pada Elsa. Bahkan beberapa orang mengajaknya pulang bersama.  "Hai Sa"  "Hai" balas Elsa sambil tersenyum.  "Gue anter yok Sa"  "Ngga usah Rey, gue lagi nunggu Alvian"  "Lain kali sama gue ya Sa" Elsa mengangguki permintaan cowok yang di panggilnya Rey itu, sontak membuat cowok itu bersorak 'yes' tanpa malu di depan Elsa.  Meski banyak di idolakan para cowok sekolahnya, Elsa tak pernah bersikap sombong atas ajakan mereka. Ia selalu bersikap sopan jika menolaknya.  Hanya saja bila sedang kesal dan marah, ia tidak akan berlaku sopan atau sok manis di depan siapapun.  "Alvian mana sih?" matanya melihat jam berulang-ulang dengan malas. Ia sudah menunggu hampir 20 menit di parkiran tanpa siapapun.  Vian datang dengan nafas ngos-ngosan. Elsa menghela nafas kasar melihat kedatangan cowok itu. Dilipatnya tangannya di depan d**a.  "Sorry, gue tadi nolongin Siska dulu. Dia ngga ada temen piket"  "Jadi lo lebih mentingin dia?"  "Gue bukannya lebih mentingin dia, cuma gue kasihan lihat dia nyapu sendirian"  "Tapikan gue kepanasan nunggu di luar"  "Yaudah-yaudah, sekarangkan gue udah disini. Kita ke apartement lo sekarang" Elsa mengangguk.  Saat Vian melajukan motornya sampai di gerbang, ia melihat Siska melambaikan tangan padanya.  "Makasih ya soal yang tadi" ujar Siska.  "Udah santai aja, gue duluan ya"  Elsa berdecak sebal. Meskipun ia tidak menyukai Vian namun ia tidak suka melihat pandangan memuja yang di lemparkan cewek tadi pada Elsa.  "Gue mau cepet-cepet nikah sama lo"  "Apaan lagi sih Sa, lo itu bawaannya aneh melulu deh"  "Gue ngga suka lo di pandang kayak tadi sama cewek itu. Lo kan calon suami gue"  "Yaudah lo maunya gimana?"  "Lo ngga boleh dekat sama cewek manapun selain gue, Livi dan Rebecca"  "Gue ngga ada apa-apa sama mereka, gimana bisa gue ngga dekat sama teman sekelas gue? Aneh lo"  "Lo ngga bakal suka sama mereka kan?"  "Nggak"  "Bener?"  "Iya"  Beberapa menit dalam perjalanan yg banyak mendengarkan omongan bawel Elsa, akhirnya dua remaja itu memasuki apartement Elsa bersamaan. Walau tidak terlalu rapi, namun kamar Elsa membuat Vian nyaman dengan harum yang ada.  "Kenapa nggak pulang aja sih?" dengus Vian tak suka. Ia mendudukkan bokongnya di sofa.  "Gue mau berdua aja sama lo"  "Ngga baik berduaan sama cowok apalagi dalam satu ruangan tertutup gini"  "Gue udah biasa kok"  "Yaudah terserah lo" balas Vian pasrah  "Lo temenin gue ya seharian ini sekalian aja sampe malam." 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD