2

1149 Words
2√  Elsa berjalan dengan angkuhnya tanpa memedulikan resepsionis yang terus mengejarnya, berusaha menghalanginya menemui papanya yang kata resepsionis tadi sedang menjalani rapat.  Banyak karyawan laki-laki yang tak menyia-nyiakan kedatangan Elsa setiap kali ke kantor, mengabadikan gambar gadis muda yang penuh pesona itu.  Namun tak ada yang berani bersikap lebih, seperti menyapa Elsa dengan kata kata yang kurang sopan. Karena dulu pernah ada kejadian seperti itu, karyawan laki-laki itu di pecat dengan cara tak terhormat oleh Ruel-papa Elsa.  "Non, please non jangan masuk. Saya takut di marahi boss lagi non"  "Ya lo tinggal bilang aja, gue yang susah di larang"  "Tapi pak Ruel lebih percaya sama non"  "Ya iya lah, kalau papa lebih percaya sama lo juga artinya lo yang anak papa bukan gue"  "Ta..tap.." resepsionis itu mendengus pasrah.  Brakkk  Elsa membuka pintu kasar, mengalihkan pandangan orang-orang penuh wibawa yang tadinya fokus pada presentase papanya.  Ruel menghela kasar, kejadian ini bukan satu dua kali terjadi tapi lebih dari sepuluh kali. Anak gadisnya itu sering kali membuatnya malu di depan rekan rekan kerjanya.  Beberapa orang terkadang memaklumi sifat Elsa yang pemberontak karena kurang kasih sayang seorang ibu. Namun tetap saja Ruel malu jika putrinya selalu bersikap seenaknya seperti barusan.  "Maaf bapak-bapak, rapat kita tunda"  Setelah itu, semuanya bubar. Tak ada yang berani berkomentar, karena semuanya merupakan bawahan Ruel.  "Ada apa sayang?" tanya Ruel berusaha menekan kesabarannya untuk menghadapi putrinya itu.  "Tadi Elsa udah nemuin Alvian" jawab Elsa.  "Terus?" Ruel mengernyit bingung.  "Elsa bilang sama dia kalau Elsa belum mau jadi seorang istri. Dia juga bilangnya ngga mau nikah sama Elsa, jadi Elsa mau batalin rencana nikahnya"  "Engga"  "Papaaaaa"  "Engga"  "Papiiii"  "Engga papa bilang ya ENGGAK sayang" Ruel menekan kata enggak tepat di telinga anaknya. "AYAH"  "BAPAKK"  "ABI"  Ruel tetap kekeuh pada keputusannya maka apapun yang di ucapkan putrinya tak akan merubah pilihannya. Lagipula ini adalah keputusan terbaik untuk putrinya.  "Papa jahat"  "Emang" balas Ruel  "Elsa benci papa" cibir Elsa memasang wajah juteknya  "Papa juga benci Elsa" balas Ruel tampak santai mengikuti ucapan putrinya.  "PAPAAAAA" teriak Elsa, papanya malah membuatnya semakin kesal. Ia kehabisan kata untuk membalas ucapan papanya.  "Apa sayang?"  "Elsa serius ini"  "Papa juga serius ini"  "Yaudahlah terserah papa aja, pokoknya Elsa ngambek sama papa" Elsa meninggalkan Ruel dengan raut muka kesal dan marah.  Dia yakin bahwa papanya akan mengejarnya jika dia sudah meninggalkan pria itu dengan kekesalan menggebu-gebu.  Elsa merasa langkahnya semakin jauh, ia menoleh kebelakang untuk memastikan papanya memang mengikuti langkahnya. Namun yang ia dapat, NIHIL. Papanya tidak mengikutinya.  Setelah menarik nafas berulang-ulang berusaha meredam kemarahannya, Elsa menghentak-hentakkan kakinya kembali ke tempat papanya rapat tadi.  Amarah Elsa kembali naik ketika melihat papanya sedang berbicara dengan wanita, bawahan papanya.  "PAPAAAA" Elsa berlari dan segera memeluk papanya.  "Bentar sayang, papa mau bicara sama Clara"  "Nggak mau, pokoknya kita belanja sekarang"  "BENTAR SAYANG"  "ENGGAK MAU PAPA"  Ruel dan Elsa sama sama kekeuh akan kemauan masing-masing hingga seseorang datang melerai.  "Ya Tuhan, Ruel...lo masih debat aja terus sama anak lo"  "Nah anaknya gini Ar, kalo di turutin terus makin merajalela dia"  "Ya namanya anak-anak"  "Bener tuh Om, anak-anakkan wajar manja, ya kan Om?" Elsa yang seakan mendapat bantuan dari teman papanya, semakin membela diri.  "Kamu cocok sama anak Om. Kamu agresif kalau anak Om pendiem gitu"  "Biasa Om, cowok jaman sekarang mah rada meye-meye. Kalo ngga cewek yang memulai, mereka mah anteng aja ngikutin alur"  "Ya ampun sayang, kamu jelek-jelekin anaknya kok depan bapaknya" tegur Ruel.  "Ngga apa apa El, lagiankan emang bener anak aku si Alvian mah rada gitu, nah anak kamu agresif gini, jadi aku yakin banget kalau mereka bakalan nyambung"  "Om ini papanya Al?" Ari mengangguk.  "Kok anaknya di jodohin sih Om sama aku? Emangnya nggak laku?" tanya Elsa polos, Ruel sudah geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya.  "Nggak yakin aja dia dapet yang agresif kayak kamu ini"  "Cewek jaman sekarang banyak yang kayak saya Om"  "Tapi Om maunya cuma kamu aja"  "Jadi istri Om maksudnya?" Ruel menepuk kepalanya, pusing dengan kenakalan putrinya yang berpura-pura bodoh.  "Sayang, nggak usah bercanda sama Om Ari, papa nggak suka. Pulang sekarang" Elsa memutar matanya malas.  "Iya" ujar Elsa menunduk sejenak kemudian kembali menengadahkan kepalanya menatap Ari "Nikah pas masih sekolah ngga boleh loh Om" peringat Elsa.  Ruel membulatkan matanya karena sikap putrinya yang kurang ajar itu "Itu Sekolah Papa, Elsa."  "Punya mama kali Pa" desis Elsa mengingatkan karena dulu sekolah Aruma itu milik Ibunya Elsa yang kini di urus oleh sepupu istri Ruel.  "Pulang sana" usir Ruel.  "Bye" cewek itu melambaikan tangannya ke papanya dan Ari setelah sedikit menjauh dari posisi keduanya.  ***  Elsa menyetop taksi, namun setelah taksi itu berhenti di depannya, ia tak langsung masuk. Hanya berdiri sambil melipat tangannya di depan d**a.  Supir taksi itu menurunkan kaca mobilnya yang sebelah kiri, supaya bisa melihat Elsa.  "Ngga jadi naik neng?"  "Lah, bapak gimana sih? Masak ngga di bukain pintu"  Supir taksi itu menghela nafas kasar, tidak berfikir sampai kesana. Sewanya hari ini tidak ingin masuk hanya karena tidak di bukain pintu. Ia segera membukakan pintu untuk Elsa.  "Mau kemana neng?" tanya supir taksi itu ketika mobilnya sudah melaju, membelah keramaian jalan.  "Terserah saya dong pak" ujar Elsa.  "Kalau neng ngga ngasih tau jalannya, gimana saya ngantarnya?"  "Bapak ribut banget sih, turunin di komplek Indah aja"  "Oke neng"  Elsa berjalan dari gerbang memasuki komplek perumahan itu dengan langkah semangat. Dua satpam yang kebetulan berjaga menyapanya dengan tatapan genit dan di balas Elsa dengan melambaikan tangannya.  Ia mengetuk salah satu rumah yang letaknya dekat dengan lapangan basket komplek itu. Seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuknya.  "Mami" Elsa menghambur ke dalam pelukan wanita yg dia panggil mami itu.  "Elsa sama siapa kesini?"  "Sendiri mi, Livi mana Mi?" Elsa celingak-celinguk melihat ke belakang tubuh wanita paruh baya itu  "Livi lagi jemput bang Geo di jalan, mobilnya mogok. Oh iya sayang, Mami sampe lupa ngajak masuk. Ayo masuk"  "Iya Mi"  Lama berbincang-bincang dengan Mami-nya itu, dua orang muncul di hadapan Elsa dan wanita paruh baya itu.  "Mama, eh ada Elsa" Geo meneriaki mamanya namun terhenti setelah melihat keberadaan Elsa.  "Iya bang"  "Lo mau datang kok ngga barengan tadi sama gue?" tanya Livi, duduk di sofa yang khusus untuk satu orang.  "Tadi ngga berencana kian, cuma gue mau curhat nih sama kalian"  "Apaan?" tanya Livi bebarengan dengan Geo.  "Papa nggak mau ngerubah keputusannya jodohin gue sama si Alvian itu"  "Yaudahlah, Alvian juga ngga jelek amat. Walaupun tetep lebih ganteng bang Geo" ujar Livi memuji abangnya.  "Apaan bawa-bawa gue. Gue mah mau gimana aja memang tetep ganteng, mau di bandingin sama Justin Biebier juga lebih ganteng"  "Anjay...najis lo bang" cibir Elsa.  "Kalau menurut Mami, kamu memang perlu seseorang yang bisa lebih memperhatikan kamu. Papa kamu kan sibuk"  "Bener kata mama, Sa" Livi mendukung mamanya.  "Elsa masih ragu Mi. Oh iya, papi Mario mana?"  "Papi lagi ke bandung, jengukin oma mereka lagi sakit. Mami ngga bisa ikut, ntar mereka malah nakal kalau di tinggalin"  "Mami ngambil tindakan yang tepat" ujar Elsa  "Dasar lo" cibir Livi menoyor kepala Elsa. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD